Setelah pertikaian kecil dengan Nana tadi, Tiar langsung melangkah menuju dapur untuk menenangkan pikirannya. Di depannya terdapat segelas kopi yang disiapkan Bi Asih untuknya. Dan sekarang, Bi Asih serta dua pekerja lainnya diperintah oleh Tiar untuk meninggalkan dapur.
Tiar duduk sambil terdiam, sesekali meminum kopi di depannya. Menghela nafas panjang disertai hembusan nafas kasar.
Mengingat kelakuan Nana tadi membuat Tiar merasa kesal. Ia melarang Nana ke luar bukan semata-mata untuk mengekang, namun karena Tiar takut jika wanita hamil itu kenapa-napa di luar sana. Jika ketemuan dengan teman-temannya di rumah, mungkin Tiar tidak akan melarang.
Namun ini ketemuan di luar. Dan mengingat kelakuan Nana yang menghentakkan kakinya tadi pun semakin membuat Tiar merasa kesal. Jika terjadi sesuatu pada jabang bayi bagaimana. Nana benar-benar kekanakan. Mungkin karena usia-nya yang masih muda.
"Mas." Suara panggilan dari Nana terdengar di kupingnya. Tiar terdiam dan tidak menjawab atau pun bergumam seperti biasa. Nana yang melihat itu pun ikut terdiam, dan tidak lama wanita hamil itu duduk di kursi samping Tiar sambil sesenggukan. Entah sengaja atau bagaimana, hal itu tidak membuat Tiar bergerak dari tempatnya.
"Mas, Nana minta maaf. Nana nggak jadi ke luar." Nana menatap Tiar dengan lama, menunggu jawaban dari pria itu. Namun dari tadi tidak kunjung di respon. "Mas marah?" Tiar tetap terdiam. "Mas," rengek Nana sambil menggerak-gerakkan lengan Tiar. "Nana minta maaf. Dijawab dong, Mas."
Karena tidak kunjung di respon, Nana malah menangis sambil menggerak-gerakan lengan Tiar. Sampai beberapa menit ia melakukan aksinya tersebut. Hingga Tiar yang merasa kasihan dengan istrinya menghela nafas kasar. Ia menatap Nana dengan lama, lalu meraih tubuh istrinya dan mendudukkannya di pangkuan.
Nana tetap menangis sambil memeluk tubuh Tiar. "Berhenti menangis. Kekanakan banget."
Nana langsung melepas pelukannya, ia merajuk. "Kok Mas jahat banget bilang Nana kekanakan? Nana kayak gini kan karena Mas sendiri. Makanya jangan marah,Nana kan nggak mau Mas marah."
"Kalau nggak mau Saya marah, jangan bikin Saya marah. Saya nggak suka dibantah, apalagi sama istri Saya sendiri." Nana terdiam, kembali memeluk tubuh Tiar dan menyimpan kepalanya tepat di dada Tiar.
"Iya, maaf. Nana nggak bantah Mas lagi."
"Jangan hentakkan kaki kayak tadi lagi. Kasian jabang bayinya nanti kenapa-napa." Nana mengangguk.
"Jadi Mas udah nggak marah?" Tiar tidak menjawab, ia hanya bergumam. Nana tersenyum dengan senang. "Makasih, Mas."
•••••••
Sedari tadi, bibir Nana tidak pernah absen untuk berdecak. Rasa kesalnya dengan Tiar malah semakin bertambah. Satu lagi sifat Tiar yang tidak disukai Nana ialah, cemburuan.
Ya, suaminya itu tipe laki-laki pencemburu.
Jika sudah cemburu, Tiar akan menyueki dirinya seperti saat ini. Padahal, Nana sudah menjelaskan jika laki-laki yang berbicara dengannya tadi ialah sahabatnya saat SMA. Tapi yang namanya suami pencemburu ya kalau dijelaskan dengan cara apa pun tidak akan mempan.Udah possesif, cueknya juga minta ampun, egois, dan cemburuan. Entah sifat apalagi yang belum Nana tau tentang Tiar.
Nana masuk ke dalam kamar seraya menutup pintu dengan sangat kasar.
Brak.
Sedikit menghempaskan tubuhnya di atas kasur mengingat saat ini ia sedang hamil usia 24 minggu. Ya, kehamilan Nana sudah masuk usia 24 minggu. Tidak terasa bukan?
Tinggal 3 bulan lagi Nana akan segera melahirkan. Nana jadi tidak sabar untuk bertemu calon anaknya.
Mengingat tentang anak yang sebentar lagi akan lahir. Nana dan Tiar belum mengetahui jenis kelamin anak mereka. Biarlah mereka tau jenis kelamin-nya saat telah lahir nanti. Biar jadi hadiah untuk mereka bertiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
F U T U R E M O M M Y ( RE-POST )
RandomRevisi dan repost Elio Fernandes Chio. Seorang anak berusia sekitar 7 tahun yang memiliki impian kebahagiaan disela sela masa kecilnya. kedua orang tua yang tidak pernah memberikan kebahagiaan dimasa pertumbuhannya membuat Elio menjadi anak yang pen...