🍂Future Mommy - Chapter Duapuluh Tujuh🍂

74.4K 5.5K 503
                                    

"Elio." Elio yang tadinya fokus menatap ke depan tiba-tiba menoleh ke arah Tiar. Elio terdiam tidak menjawab, malah kembali menatap ke depan dengan tatapan kosongnya.

Tiar melangkah dan duduk di samping Elio. Menatap wajah putranya yang saat ini enggan untuk menatapnya.

"Elio kenapa?" Elio masih tetap terdiam dan tidak berniat menjawab. "Daddy punya salah ya sama Elio. Kalau itu beneran, coba kasih tau sama Daddy. Biar kita bisa bicara baik-baik di sini." Tiar menggenggam tangan kecil Elio.

Ia merasa sangat bingung dengan tingkah Elio saat ini. Sudah beberapa hari Elio mendiaminya dan Nana. Jika benar ia memiliki kesalahan, seharusnya Elio bicara padanya. Tidak dengan berdiam diri dan mendiami kedua orang tuanya.

Elio terdiam cukup lama, lalu anak itu menundukkan wajahnya menatap ke bawah, tidak lama suaranya pun terdengar. "Elio takut."

Kening Tiar mengerut karena bingung. "Elio takut apa?"

Elio menatap Tiar dengan lama, "Elio takut."

"Iya, takut kenapa sayang? Coba bicara sama Daddy." Elio masih menatap Tiar.

"El nggak mau punya adik," Jawab Elio lirih.

Tiar terdiam sangat lama setelah mendengar ucapan dari Elio. Tidak mau punya adik? Ia menatap tidak percaya ke arah Elio. Kenapa? Kenapa Elio tidak mau punya adik. Padahal punya adik itu bagus. Elio tidak merasa kesepian lagi jika sudah memiliki adik. Tapi kenapa Elio tidak menginginkannya. Ini aneh.

"Kenapa?" Lirih Tiar. Matanya menatap Elio menyelidik. "Kenapa nggak mau punya adik?"

Elio terdiam sejenak. Lalu menatap Tiar dengan cukup lama. Ia menghela nafas terlebih dahulu sebelum membalas pertanyaan dari Tiar.

"Elio nggak mau punya adik, Dad. Elio nggak mau." Elio kembali menatap ke bawah, tidak ingin menatap wajah Tiar yang membuatnya ingin menangis.

"Tapi kenapa?" Tiar terdiam sejenak. Kemudian tangannya memegang kedua bahu Elio membuat keduanya saling bertatapan. "Coba bicara sama Daddy, mungkin Daddy bisa bantu supaya Elio nggak takut lagi."

Elio terdiam sejenak. "Elio takut jika nanti adiknya lahir, Daddy sama Bunda udah nggak sayang Elio lagi. Karena udah ada anak di antara kalian, jadi Elio akan disingkirkan. Elio nggak mau itu terjadi, Dad. Elio nggak mau." Tumpah sudah air mata yang sedari tadi ditampung di matanya.

Tiar terdiam, bingung dengan ucapan Elio. Bukannya Tiar ingin marah, hanya saja Tiar merasa bingung  kenapa Elio harus mempunyai pemikiran seperti itu.
Tidak mungkin Tiar menyingkirkan anak kandungnya sendiri. Memang dulu Tiar membenci Elio dan sempat ingin menyingkirkannya dari hadapannya. Namun sekarang pemikiran itu sudah tidak ada lagi.

"Elio punya pemikiran seperti itu dari mana?" Tiar terdiam sesaat lagi. "Tidak mungkin Daddy menyingkirkan kamu dari kehidupan Daddy. Elio anak kandung Daddy, anaknya Bunda juga. Jadi stop berpikiran seperti itu," ujar Tiar.

Elio yang tadinya menunduk, langsung menatap Tiar "Tapi, yang dibilang--" Elio tiba-tiba terdiam, tidak ingin melanjutkan ucapannya karena takut Tiar akan marah.

"Yang dibilang? dibilang siapa?" Tiar terdiam sejenak "Siapa yang bilang kalau ada adik baru, Elio akan tersingkirkan. Coba jawab pertanyaan Daddy."

Elio tetap terdiam tidak ingin menjawab. "Ayo jawab. Elio mau lihat Daddy marah karena nggak mau kasih tau Daddy." Elio menggelengkan kepalanya dengan tegas.

"Elio nggak mau Dad," rengek Elio takut.

"Ya sudah sekarang kasih tau. Jangan diam saja, El." Elio masih terdiam. Ia menatap Tiar dengan takut. Masih tidak berani menjawab pertanyaan dari Tiar.

"Jawab Elio."

"Kai." Dengan spontan Elio menjawab.

"Apa?!"

*****

"Om tidak menyangka ya kalau kamu bisa menghasut Elio sampai dia berpikiran yang tidak-tidak. Kalau kamu benci Elio, tidak seharusnya kamu seperti ini, Kai." Emosi Tiar tidak bisa terkontrol saat jawaban Elio bahwa Kai lah yang telah menghasutnya.

Tanpa pikir panjang, Tiar pergi dari rumah dan datang ke rumah Tessa. Memarahi Kai sejadi-jadinya tanpa memikirkan bagaimana pikiran kecil Kai terguncang karena mendapat kemarahan dari Omnya sendiri.

"Hiks...hiks.." Suara tangis Kai semakin pecah saat Tiar berteriak marah padanya. Tessa selaku Ibu kandung tidak tahan melihat anaknya diperlakukan seperti itu.

"TIDAK SEHARUSNYA KAMU MEMARAHI KAI SEPERTI ITU TIAR. KAI MASIH KECIL, APA KAMU SUDAH BUTA!" Tessa tidak terima jika Tiar datang ke rumahnya hanya untuk memarahi putra kesayangannya.

Dan hanya karena Elio, Tiar berani melakukan itu semua pada keponakannya sendiri. Benar benar!

Tiar menatap Tessa dengan tatapan tajam.
"Dan tidak seharusnya anak Mbak menghasut anak Saya. Dia masih kecil tapi untuk menghasut orang sudah kayak orang dewasa. Seharusnya Mbak Tessa selaku Ibunya memarahi Kai, bukannya malah mendukungnya!"

"Aku mendukung Kai karena dia adalah anak kandungku, dan apa pun yang dilakukannya akan aku dukung. Terserah kamu mau bilang apa, aku nggak peduli."

Tiar menggelengkan kepalanya tidak percaya. Tidak menyangka dengan jawaban Tessa. Ia menghela nafas berat. Lebih baik ia pergi dari rumah ini sebelum kesabarannya hilang karena tingkah laku kakak perempuannya itu. Ia berdecak, kemudian tatapannya beralih menatap Kai dengan tajam.

“Jika sekali lagi Om tau kamu menghasut Elio. Om tidak akan pernah memaafkan kamu, sekali pun kamu menangis kejar di depan Saya." Setelah mengatakan itu, Tiar berlalu dari tempatnya  meninggalkan Tessa yang menatap Tiar marah, dan Kai yang masih ketakutan.

Tessa berdecak kesal. Ia mendekati Kai dan memegang kedua bahu dan menatap putranya dengan lama. Ia tersenyum, kemudian mencium pipi Kai satu-persatu.

"Kamu tidak perlu takut Kai, ada Mami. Mami bangga dengan apa yang kamu lakukan. Hari ini kita akan merayakan keberhasilan kamu. Bagaimana?" Mata Kai langsung berbinar seketika.

Ia memeluk tubuh ibunya sambil melompat-lompat. Ia percaya dengan Tessa, ibunya adalah ibu terbaik di muka bumi ini. Wanita itu tidak akan membuat Kai ketakutan, ibunya selalu memanjakannya, tidak pernah memarahi atau memukulinya sekali pun.

"Beneran Mi?" Tanya Kai sambil tersenyum dengan lebar. Tessa mengangguk dengan tegas. Kembali ia mencium kedua pipi anaknya.

"Iya beneran lah. Ngapain Mami bohong." Lagi dan lagi Kai melompat kesenangan sambil berteriak dengan heboh.

Tessa yang melihat itu pun merasa bahagia. Apa pun yang membuat Kai merasa senang akan ia lakukan. Kai adalah segalanya bagi Tessa. Siapa pun yang membuat Kai-nya marah, mereka akan berurusan dengan Tessa. Sekali pun mereka adalah kerabat dekatnya.

"Lihat Kai senang kayak gini saja udah bikin Mami bahagia. Tetap tersenyum sayang, Mami sayang Kai."

F U T U R E M O M M Y ( RE-POST ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang