==============================
Sebenarnya aku takut kehilangan. Hanya saja, bertahan tanpa kejelasan jauh lebih menakutkan.
===========
Bagian 3
:::::::::::::::Setelah kemarin aku mengambil keputusan berat, aku mulai sedikit lega. Walau detik setelah Haru dan aku berpisah aku sempat merasa ragu, takut, sakit, dan juga perasaan salah, kini aku merasa lebih baik. Apalagi, setelah melihat Haru tersenyum cerah menjemputku seperti biasanya.
Dia masih manis, membukakan pintu mobil untukku dan juga memberi ucapan selamat pagi setelah aku mendudukan diri dengan sempurna.
"Aku ngerasa kemarin dan semalam begitu berat," kata Haru begitu mobilnya mulai melaju.
Aku menoleh, menatapnya dengan senyum. "Sekarang lebih baik, bukan?"
"Sedikit," lirihnya. "Aku terlalu banyak memikirkan kemungkinan buruk karena permintaan kamu, Yang."
"Kamu cuma perlu ingat, aku tunangan kamu."
::::::
"Mbak, hari ini ada yang mau ketemu sama Mbak Nadya. Dia katanya mau bikin baju buat reunian."
Aku menganga lebar mendengar pernyataan yang Windi keluarkan. Hanya reunian, bukan acara besar yang diharuskan berpakaian istimewa dan baru. Tapi, kenapa begitu antusias dan harus repot membuat baju baru? Kalau Nadya yang diundang, dapat dipastikan dia akan memakai baju yang sudah ada.
"Ribet banget," komentarku membuat Windi membrengut.
"Justru pelanggan kita harus yang ribet biar kita ada pemasukan, Mbak. Kalau semua mikir kaya Mbak Nadya, nggak ada deh yang repot beli atau bikin baju baru!"
Benar juga, sih, perkataannya. Jika tidak ada wanita boros dan hobi koleksi barang yang tidak dibutuhkan pake banget, pasti butik kecil ini tidak akan ada pemasukan.
"Jam berapa?" tanyaku akhirnya, malas berdebat dan juga ingin segera duduk di ruanganku untuk mendinginkan hati dan pikiran.
"Mbak kosong jam makan siang sampai jam tigaan, jadi aku suruh jam satu atau dua gitu. Eh, dia mintanya pas makan siang."
"Ya udah, nggak masalah. Aku masuk dulu, Win!"
Klik. Pintu kututup dengan pelan. Mataku langsung tertuju pada sofa di ruang kerja minimalis ini. Segera aku duduk di sana, memijit pelipis sebentar diiringi embusan napas berat.
Percakapan terakhir sebelum aku turun dari mobil benar-benar seperti beban di kepala kecilku ini.
"Nanti kamu pulang sendiri, bisa?" tanya Haru dengan wajah cemas. Padahal sebelum dia bertanya, keadaan kami hanya saling diam, tidak ada keributan dan perdebatan yang perlu dikhawatirkan.
Aku memilih mengangguk sebagai jawaban cepat. "Nggak masalah, toh aku juga bisa berangkat sendiri kalau kamu–"
"Bukan gitu, Yang. Aku ada urusan mendadak. Anak-anak ngajak kumpul gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreak Effect [Selesai]
Fiksi RemajaBuku kedua dari Hey Mantan! (disarankan baca dulu buku pertamanya, tapi enggak juga nggak papa sih.) ⚠️ Follow dulu sebelum baca, ya! ......... Ini kisahku, tentang Nadya yang sudah berhasil berdiri selama tujuh tahun lamanya tanpa sosok Arisen di...