H[b]E 23

1.1K 115 0
                                    

===============================

Masalahnya ada di kamu, kalau kamu baik aku juga baik kok!

==========

Bagian 23
::::::::::::::::

Aku sudah mengumpulkan semua data yang kudapat dari Papa. Selain itu, Haru juga mengumpulkan beberapa berkas yang aku minta dengan begitu mudahnya. Makanya, hari ini ketika makan siang tiba, aku bertemu kembali dengan Arisen.

Kali ini aku yang berbaik hati mendatanginya dengan alasan Arisen yang tidak bisa keluar kantor karena ada rapat penting setelah jam istirahat. Heleh, sepertinya Arisen hanya alasan, dia hanya ingin aku melihat kantornya yang entah seperti apa itu.

Mataku kini tertuju pada gedung bertingkat dengan dinding yang didominasi kaca. Sekali lagi aku menatap layar ponselku, memastikan apakah gedung ini benar gedung yang Arisen maksud.

Kulihat ada seperti denah, entah berfungsi untuk apa. Ku cocokan kembali denah itu dengan alamat yang Arisen katakan.

"Lantai sembilan," gumamku ketika menatap denah.

Segera saja aku berjalan menuju lift untuk naik ke lantai 9, lantai di mana ada kantor Arisen. Saat memasuki lift, ada beberapa pekerja di dalam sana. Aku bergabung dengan mereka menuju ke lantai masing-masing.

Dapat kudengar mereka berbisik pelan tentang diriku. Entah bertanya aku ini siapa, kenapa aku kemari, dan ada juga yang berbisik kenapa bisa aku menuju ke lantai 9.

Satu persatu dari mereka turun hingga akhirnya hanya aku sendiri di lift. Napasku terbuang kasar mengingat bisikan para karyawan itu.

Ting. Lift terbuka menampilkan lorong sunyi yang di sebelah kanan dan kirinya penuh dengan kaca satu arah. Dimana kaca itu terlihat gelap dari sisiku, namun mereka yang di dalam ruangan akan dengan jelas melihatku. Kenapa aku tahu kaca ini satu arah? Entah, aku sebenarnya hanya menduga.

Selesai menatap bayanganku di kaca, kembalilah kutatap layar ponselku. Mencari nama Arisen dan segera menelponnya untuk bertanya yang mana ruangannya.

"Sen, aku di depan lift," kataku begitu dia menjawab panggilan ini.

"Lurus aja, nanti ada meja sekertaris aku."

Aku pun melangkah mengikuti instruksinya tanpa memutus panggilan. Sebenarnya aku juga membawa makanan untukku dan dirinya makan siang.

Akhirnya, aku sampai di depan meja seorang laki-laki muda. Kemejanya berwarna pink pudar dengan rambut yang tertata begitu klimis. Warna pink itu justru memberi kesan maskulin daripada feminim, mungkin karena wajahnya yang terlihat tegas dan juga sikap cool-nya.

"Permisi," sapaku pelan setelah mematikan panggilan dari Arisen.

Dia mendongak dengan mata tajamnya. Aku sempat terkejut menatapnya, namun kemudian aku tersenyum lebar. "Ruangan Arisen di mana?"

"Mbak Nadya?"

Aku mengangguk-anggukkan kepala. "Iya, Nadya."

"Oh, calonnya Arisen toh," ucapnya sambil tertawa kecil.

Kedua alisku mengatu menatapnya. Calon? Maksudnya Arisen menitipkan pesan bahwa calonnya akan datang?

"Masuk aja, Mbak, nggak usah malu-malu," katanya sambil menunjukkan pintu ruangan Arisen.

Meski mulutku ingin memakai, aku tetap memilih diam dan masuk ke dalam ruangan Arisen. Bukan tanpa sebab, ini justru karena aku tidak kenal dengan sekretarisnya yang maskulin tadi, makanya aku tidak berani marah-marah. Sebagai gantinya, Arisen yang akan aku marahi!

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang