===============================
Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai. Tentu aku akan mewujudkan kalimat itu untukmu.
==========
Bagian 9
::::::::::::::Kubaringkan tubuh dengan kasar. Hari ini benar-benar melelahkan. Entahlah apa yang terjadi esok, namun harapanku adalah esok jauh lebih baik, meski aku juga sadar tidak akan ada yang baik karena Haru akan lebih sibuk dengan Anya dan aku akan sibuk diganggu oleh Arisen.
Aku sudah di rumah.
Begitulah pesan yang Arisen kirimkan kepadaku. Tentu aku hanya sekadar melihat tanpa membalas. Aku lebih memilih memejamkan mata, merilekskan pikiran dan otot di sekujur tubuhku.
Tidak lama setelah itu, ponselku berdering khas panggilan telepon. Terpaksa aku membuka mata dan menatap layar ponselku. Nama Haru tertera di sana, membuatku ragu-ragu untuk menggeser tombol hijau itu. Namun, akhirnya aku tetap menggeser tombol hijau demi menjalankan apa yang sudah aku rencanakan.
"Halo?"
"Sayang?" panggilnya.
"Ada apa?" tanyaku sambil kembali memejamkan mata.
"Ya masa telepon tunangan sendiri nggak boleh, Yang?" keluhnya manja.
Aku tidak bisa berbohong jika sikapnya sekarang cukup membuatku tersenyum meski tipis. "Boleh," jawabku.
"Aku kangen, libur besok kita jalan, yuk?"
"Aku cek jadwal dulu, takutnya ada yang mau ambil baju."
"Yah ... padahal mama sama papa juga pengen kamu ikut," keluhnya lagi.
"Aku usahain," kataku agar dia kembali tenang.
"Siapa, Ru?"
"Oh, belum pulang, toh?"
"Yang, iya, Anya tadi sempet demam."
Hening cukup lama terjadi di antara aku dan Haru. Aku bingung harus mengatakan apa kepadanya. Harus bersikap seperti apa dengan rasa luka yang kini ada di dalam dada. Aku memilih diam, menikmati luka ini sembari mendengar obrolan kecil yang Anya ucapkan.
"Aku beli sweater baru, Ru. Warna navy, kamu satu aku satu, sama kita."
"Bagus nggak, Ru?"
"Bagus."
Tut. Sengaja aku mematikan panggilan kami sepihak. Lagi pula, aku memang tidak memerlukan isin untuk mengakhiri panggilan karena memang kita tidak lagi sama.
:::::::
"Yang?"
Tubuhku mundur dua langkah saat berbalik dan mendapati Haru sudah tersenyum lebar dengan satu buket bunga mawar pink di tangannya.
"Haru?"
Dia tersenyum, tanpa aba-aba Haru memelukku erat. Harum parfumnya memenuhi rongga hidungku, rasanya ingin menangis bila mengingat peluknya bukan hanya untukku.
"Aku kangen," bisiknya. Sedangkan aku memilih untuk mempererat pelukan kamu. Aku tidak ingin membuatnya tahu jika air mataku hampir terjatuh.
"Aku kangen kamu, Yang."
"Aku juga," balasku serak.
Haru melepas pelukan kami. Wajahnya tersenyum sambil memberikan bunga itu kepadaku. "Permintaan maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreak Effect [Selesai]
Teen FictionBuku kedua dari Hey Mantan! (disarankan baca dulu buku pertamanya, tapi enggak juga nggak papa sih.) ⚠️ Follow dulu sebelum baca, ya! ......... Ini kisahku, tentang Nadya yang sudah berhasil berdiri selama tujuh tahun lamanya tanpa sosok Arisen di...