H[b]E 16

1.1K 118 6
                                    

================================

Balikan sama mantan sebuah kesalahan? Ah, bukankah itu justru kehebatan karena berhasil kembali menantang luka untuk datang?

============

Bagian 16
:::::::::::::::::

Dua hari berlalu lancar setelah kedatangan Anya ke butikku. Hari ini butik telah aku serahkan kepada Windi selama aku akan menghadiri pernikahan Faya. Ash, aku sedikit kesiangan sebenarnya. Harusnya aku sudah tiba di sana sejak 10 menit tadi, tapi aku dan Arisen harus terjebak di jalan karena lalu lintas pada hari Minggu memang cukup padat.

"Masih jauh nggak, sih?" tanyaku pada Arisen.

Laki-laki itu menggunakan baju batik berwarna hitam dengan motif biru dan putih yang kebetulan senada dengan kebayaku yang berwarna biru cerah dengan rok batik berwarna hitam bermotif putih. Rambutnya sudah ditata rapi dan tampak berwibawa. Ck, berbeda sekali dengan Arisen yang dulu, dia kini benar-benar tampil dewasa.

"Sebentar lagi," katanya menatapku dengan senyum.

Aku menatap arloji perak yang melekat di pergelangan tangan. Acara akan dimulai sebentar lagi dan pastinya aku akan ketinggalan acara ijab qobulnya.

"Cemas banget, kamu nggak boleh telat sebentar aja sama Faya, ya?" tanya Arisen dengan tawa ringan.

Aku mengangguk sambil terus menatap depan, tidak sabar menunggu mobil di depanku maju. "Tahu gini mending naik motor," gerutuku pelan.

Arisen justru tertawa mendengar gerutuanku. Entah bagian mana yang lucu, padahal aku merasa apa yang kuucapkan sepenuhnya benar. Jika aku dan dia naik motor, pasti sudah tiba di sana karena tidak perlu menunggu kemacetan seperti ini.

"Terus rambut kamu yang disanggul itu gimana? Rok batik kamu juga gimana?" tanya Arisen membuatku seketika tersadar.

Iya juga, rambut ini sudah tersanggul rapi meski hanya sanggul sederhana dari rambutku sendiri. Ash, akan rusak pasti jika benar aku menggunakan motor, helmlah pemicu utamanya.

Rok batik, hem, rok ini memang terlihat sedikit sempit, pasti akan susah jika aku benar-benar berangkat menggunakan motor. Jadi, naik mobil ini hal benar namun salah atau gimana?

"Gimana?" tanya Arisen lagi.

Aku hanya mampu menyengir lebar menatapnya sekarang. Ya, meski secara tidak langsung membenarkan ucapannya.

Arisen kembali tertawa sambil menginjak pedal gas karena memang lalu lintas mulai kembali lenggang.

::::::

Napasku tercekat saat menatap Faya dan Fajar sedang berbincang dengan Bunda Jingga dan Ayah Tian. Rasanya seperti ada hawa horor menghampiriku saat melihat keempatnya tertawa bahagia.

Yang ada di otakku sekarang adalah ... kenapa bisa Bunda dan Ayah diundang kemari? Bukankah saat bertemu Haru mereka tampak tidak saling kenal?

Puk. Badanku menegang akibat tepukan ringan di bahuku. Napasku tercekat dengan degup jantung yang nerlatian. Aku merasa takut dan khawatir kalau sampai Haru-lah yang menepuk bahu ini.

"Kenapa cuma diam? Tadi aja ribut pengen cepet sampai?"

Seketika aku kembali bernapas normal, kutatap Arisen yang sedikit heran memandangku. "Aku menunggu mereka sedikit senggang," jawabku sedikit gugup.

Arisen mengalihkan atensinya, menatap Fajar dan Faya yang masih berbincang dengan mereka.

"Nadya!" teriakan Nayla membuat beberapa orang menatapku, termasuk Bunda dan Ayah Haru. Senyum canggung kuberikan, kemudian mataku melotot tajam menatap Nayla yang meringis.

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang