H[b]E 40

3.4K 106 11
                                    

===============================

Ketika dia memilihku dan mampu bertahan, aku jelas akan berjuang bersamanya.

============

Bagian 40
:::::::::::::::::

Nayla, Faya serta suaminya menatapku dan Arisen dengan begitu sumringah. Em, sebenarnya hanya Faya dan Nayla karena ekspresi Fajar lebih terlihat datar-datar senyum, ish, gimana sih? Ya intinya gitu.

Saat ini, kami berlima sedang duduk di sebuah rumah makan cepat saji. Kasihan sih Nayla jadi jomblo sendiri, tapi tenang, Arisen sudah mengundang temannya yang bernama siapa sih aku lupa, pokoknya teman laki-laki supaya Nayla tidak terlihat banget jomblonya.

"Lo kapan, Nay?" tanya Faya dengan tawa mengejek.

Nayla yang ditanya cemberut dan terlihat kesal. Kasihan sih, dia gebet salah satu dokter anak yang ada di rumah sakit, tapi tidak pernah berani mendekat.

"Nunggu ada keajaiban dari langit biar si mas Bay sadar kalau Nayla sering ngiler lihatin dia!" jawabku sambil tertawa.

Beneran deh, meski kasihan karena wajah cemberutnya, menggoda Nayla adalah hal paling bahagia. Dia itu asik, nggak suka makan hati dan memang ikut senang dengan godaan kami.

"Iya, sayang aja malaikat Jibril nggak nyampaiin wahyu sama Bay kalau ada bidadari yang berdoa sepertiga malam buat dia!" sahut Nayla membuat kami tertawa.

"Jangan doa doang dong, Nay," sahut Arisen. Atensi kami lantas berganti menatap calon suamiku ini.

"Apa?" tanyanya bingung. "Ini beneran tauk! Usaha juga perlu selain doa, harus imbang dua-duanya!"

Aku mengangguk setuju sih. Di dunai ini memang perlu usaha dan doa, kalau usaha saja nanti tidak berkah, kalau doa saja nanti sulit tercapai, jadi memang harus imbang.

"Malulah, cewek kok mepet duluan!" ucap Nayla membuat Arisen melirikku.

Tentunya aku mengernyitkan dahi tidak mengerti, memang apa hubungannya kalimat Nayla dengan diriku?

"Nggak papa kali, emansipasi," jawab Fajar membuatku syok.

Fajar bisa ngomong santai!

"Emang Faya deketin lo duluan?" tanya Nayla sedikit ngegas.

"Mana bisa, Faya suka malu-malu kucing," sahutku berhasil membuat tangan Faya mencubit sisi lenganku. Euuu, sakit!

"Sorry, macet banget jadi rada telat!"

Suara itu berhasil membuat suasana menjadi hening. Kami semua langsung memusatkan fokus pada sosok tinggi berkacamata itu. Seketika itu aku menatap Faya dan juga Nayla. Kenapa bisa pas banget Arisen ngajak temennya?

"Dokter Bayu?" sapa Nayla dengan senyum ditahan-tahan. Aku yakin, kalau dia tidak punya gengsi pasti sudah memekik senang kemudian pingsan.

::::::::::::

Perjalanan pulang terasa menyenangkan. Senyum terus terlukis di bibirku, tangan ini menggenggam tangan Arisen dengan erat. Kami memang memilih naik taxi untuk acara malam ini.

"Nggak nyangka Bayu itu gebetannya Nayla," ucap Arisen membuat lamunanku buyar.

Ih, padahal aku sedang membayangkan bagaimana menyenangkannya hari-hariku setelah kami menikah. Eh, Arisen malah masih tertinggal jauh dan membayangkan kebahagiaannya Nayla.

"Kamu juga pas banget ngundangnya Bayu?"

"Dia jomblo akut, makanya aku ajak buat hiburan. Eh, tahunya aku jadi mak comblang!"

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang