H[b]E 28

1K 106 0
                                    

=================================

Bukan karena ingin kita melepas seseorang, tapi terkadang juga karena situasi.

===========

Bagian 28
:::::::::::::::::

Kembali lagi libur hari ini. Aku merasa sedikit bersyukur karena libur ini membuatku berhasil menghindar dari Arisen. Dia tidak akan datang pada jam makan siang karena rumahku yang berjarak cukup jauh dari kantornya. Mungkin dia sampai di sini jam istirahatnya sudah habis karena macet di siang bolong sering terjadi.

Kakiku menuruni tangga, menatap satu persatu ruangan yang sedikit berantakan karena tidak terurus. Dengan lemas aku menuju dapur, berniat mengisi perut sebelum aku bekerja keras membersihkan rumah.

Kulkas terbuka, berhasil menimbulkan lengkung di bibirku. Kosong. Tidak ada apapun yang bisa dimakan. Persediaan makananku habis.

Kakiku pun melangkah mendekati kitchen set. Membuka daun pintu dan mengecek persediaan mie instan yang aku harap masih ada. Benar saja, ada satu mie instan rasa soto yang bisa mengganjal perut sebelum aku berbelanja.

......

"Gue sibuk, kenapa?"

"Please ... gue butuh banget lo jagain ponakan. Heran gue sama bapak ini anak, dia nggak mau bawa anaknya ke kantor!"

"Terus? Lagian ya, Nay, gue mau belanja-"

"Pas banget! Lo ajak anak ini jalan, ya? Gue masih ada jam baru bisa pulang."

Napasku terbuang kasar. Ini apa lagi? Aku kira dia hanya main-main tentang acara penitipan anak dari sepupunya. Lagi pula, kenapa bisa orang tua anak itu menitipkan anak kecil di rumah sakit? Tempat yang jelas-jelas sangat tidak cocok dengan anak-anak.

"Umur berapa, sih?!" tanyaku kesal. Padahal aku baru habis beberapa suap mie instan.

"Baru tiga tahun. Dia pinter. Okey? Lo jemput dia ya?"

"Tap-"

Tut. Tut. Tut.

Nayla memang menyebalkan.

Ponselku segera kuletakan dan kembali memakan mie instan ini dengan rakus. Aku harus mandi pula sebelum ke sana.

.....

Nayla tersenyum lebar saat aku sampai di depan wajahnya. Dia menggandeng anak laki-laki yang kini asik menerbangkan pesawat berwarna biru miliknya.

Rambut anak itu pirang dengan kulit putih pucat. Alisnya juga ikut berwarna pirang persis seperti rambutnya.

"Ini anak bule?" tanyaku refleks saat menatap anak itu.

"Nyokapnya orang Inggris."

"Terus?"

"Ya dia lahir tanpa nikah."

Mataku jelas terbelalak. Ternyata ada ya yang seperti itu? Jadi, ayah anak ini saudara Nayla? Laki-laki yang tidak memiliki komitmen namun memiliki keturunan?

"Kok?"

"Dinikahin nggak mau. Katanya sih, dia karirnya melejit. Pas banget ada audisi model gitu."

"Kasihan," gumamku sambil menatap anak itu.

Ku sejajarkan tubuhku dengan anak itu. "Nama kamu siapa?"

Atensinya berubah, dari mainannya menjadi menatapku. Matanya benar-benar indah dengan kulit pucat yang sangat serasi. "Aku? Elga."

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang