H[b]E 17

1.1K 111 8
                                    

================================

Laki-laki itu dilihat dari cara berbicara dan usahanya. Sedangkan perempuan dilihat dari cara berpakaian dan tutur katanya. Benar?

==============

Bagian 17
::::::::::::::::

Suasana hening menyelimuti ruang tamu milik keluarga Haru. Wajah-wajah kecewa, sedih, serta menahan amarah sangat jelas terlukis di sana. Atmosfer ruangan itu bahkan berubah menjadi panas dan sesak. Aku benar-benar tidak berani bergerak sedikit pun.

Anya dan Haru duduk di sebelahku, lebih tepatnya Haru berada di antara aku dan Anya. Ayah duduk di single sofa dengan Bunda Jingga yang berdiri di sebelah Ayah. Jika kalian mencari Arisen, laki-laki itu tidak ikut masuk atas usulanku. Aku berkata jika dia tidak perlu masuk, kemudian dia menolak dan akan masuk jika ada keributan.

"Jelaskan sama Ayah, kenapa kamu memilih perempuan yang salah?!" Pertanyaan Ayah yang dingin, tajam, dan penuh penekanan itu berhasil memecah keheningan.

Seketika hawa panas semakin banyak berkumpul. Aku, Haru, dan Anya secara bersamaan mendongak menatap Ayah yang berbicara.

"Haru minta maaf, Yah. Haru hanya ingin menjadi laki-laki yang bertanggung jawab. Anya tidak punya siapa pun, sedangkan keadaannya dalam kondisi sakit parah."

Ayah Tian tertawa jahat, benar-benar mirip dengan tokoh jahat di sebuah drama. Buluora kudukku bahkan sampai berdiri saat mendengar tawa Ayah.

"Dia punya saudara, bahkan dia bisa menyewa suster atau bahkan dokter pribadi. Kamu lupa kalau dia wanita kaya? Wanita yang ninggalin kamu karena kamu yang bangkrut dan kalah kaya darinya? Di mana letak jiwa laki-laki kamu Haru?!"

"Aku sedang membuktikannya, Ayah. Aku akan membantu Anya, rasa tanggung–"

Brak. Ayah murka, meja kayu yang terselimuti tamplak berbulu dipukul dengan sedemikian keras demi memotong ucapan Haru.

"Pengecut! Kamu pengecut, Bodoh!" maki Ayah dengan nada yang benar-benar tinggi, nyaris teriak dengan volume terkeras.

Haru menunduk, begitu pun aku. "Ayah, aku minta maaf," cicit Haru setelahnya.

Mataku tidak sengaja melirik ke samping. Ash, sangat-sangat terkotori dengan pemandangan tangan mereka yang bertautan.

"Maaf untuk apa? Ayah sama Bunda terlanjur kecewa. Bunda sudah berharap banyak dengan kamu dan Nadya. Bunda senang kamu punya calon istri yang begitu pengertian dan pandai."

"Anya juga bisa menjadi perempuan seperti itu, Bunda," ucap Anya dengan begitu bangga.

Ck. Kodok saja pasti tertawa mendengar penuturannya.

"Anya bisa masak, Anya juga bisa beres-beres rumah. Anya rajin bangun pagi. Anya–"

"Seorang menantu yang pantas, tentu saja wanita baik, bukan?" potong Bunda Jingga cepat. Nada bicara Bunda terdengar lembut dan sangat kalem.

"Anya wanita baik, Tante. Anya janji akan mendampingi Haru di saat apa pun."

Kekehan Bunda terdengar begitu meremeh. Sedangkan Ayah sibuk memandang Haru dengan tajam. Haru sendiri menunduk masih enggan menatap ayahnya. Lalu, aku? Tentu kali ini aku menegapkan badan dan menyaksikan pertunjukan mereka.

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang