H[b]E 27

1.1K 105 1
                                    

================================

Hidup emang penuh masalah, tapi jangan pernah lari.

===========

Bagian 27
:::::::::::::::::

Dua hari berlalu setelah kejadian Haru yang datang ke rumahku. Selama dua hari pula Haru selalu menunggu di depan butik, sedangkan Arisen, dia ada kunjungan ke cabangnya yang di Semarang. Aku tidak tahu kenapa bisa pas sekali waktunya. Namun, yang jelas ini benar-benar meresahkanku.

Contohnya, saat ini. Haru bahkan masih berdiri di kursi tamu meski para pekerjaku sudah pulang. Tinggal aku yang sengaja melama-lamakan pekerjaan agar Haru lelah kemudian pergi. Tapi nyatanya tidak, dia tetap diam di sana menunggu.

Aku sebenarnya sedikit heran dengan Haru. Perusahaan miliknya jelas sedang down dan perlu perhatian lebih, tapi kenapa dia seolah-olah memiliki banyak waktu luang? Dia benar-benar seperti pengangguran yang tidak punya pekerjaan.

Mataku melirik kecil pada jam dinding. Pukul 8 lewat 30 menit. Sudah cukup malam bagiku yang biasanya sudah sampai di rumah jam 8 tepat.

Tanganku membereskan barang-barang dan juga sketchbook yang berserakan di atas meja. Bersiap-siap pulang dan harus bersiap tenaga pula untuk berdebat kembali dengan Haru.

Semua sudah beres, kini tanganku kembali meraih ponsel dan tas kerja, bersiap memesan taxi online. Ah, aku memang pemalas, sangat malas berkendara sendiri.

"Kenapa baru pulang lagi? Kamu sengaja ngehindar dari aku?"

Pertanyaan Haru langsung menyerbu begitu tanganku menutup pintu ruangan. Badannya tegak menjulang di depan sofa yang jaraknya 4 meter dariku.

Aku memilih abai, kembali berjalan sambil sibuk mengurus pemesanan taxi. Lagi pula, aku sebenarnya tidak ingin berdebat, jadi menghindar sedikit tidak masalah, bukan?

"Nad, aku niat baik buat perbaiki kita lagi, loh?" katanya sambil mengikutinya langkahku.

Langkahku terhenti di depan pintu keluar. Berbalik dan mendongak menatap wajahnya yang benar-benar dulu pernah kupuja dan kini ingin sekali aku memusnahkannya.

"Kurang jelas kemarin dan kemarinnya?" tanyaku padanya.

Wajahnya menunduk dengan senyum lebar. Entah, padahal aku jelas menunjukkan raut marah padanya.

"Akhirnya, kamu ngomong," ucapnya sambil melebarkan senyum.

Kuusap wajah ini dengan kasar. Bisa-bisa dia tersenyum senang di saat aku benar-benar menahan amarah.

"Ru, gue capek."

"Ya udah, aku anterin pulang?"

"Ru ... gue bilang, gue capek."

"Iya, kamu capek karena kerja, makanya ayo pulang?!"

"Ru," panggilku dengan kesal. "Gue mohon banget sama lo, udah ya? Lo nggak capek gini terus? Mending lo pulang atau urusin aja perusahaan lo. Gue besok ke sana urus kontrak, udah lo siapin?"

"Udah," jawabnya singkat dengan nada lemah. "Tapi aku, masih bisa balikin Nadya yang hilang dari hidup aku, 'kan?"

"Ru-"

"Aku udah berjuang, Nad, biar kita bisa sama-sama!" potong Haru.

Napasku terbuang kasar. Kutatap manik matanya dengan lekat. "Lo tahu, ada Arisen yang juga berjuang. Lo juga tahu, luka yang lo kasih lebih besar daripada dia. Seandainya, lo jadi gue ... mau pilih yang mana, Ru?"

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang