H[b]E 5

1.2K 133 8
                                    

================================

Bukan tentang siapa yang bersamanya, tapi tentang siapa yang dia cinta.

==========

Bagian 5
::::::::::::::::

Setelah adegan menangis tadi, aku tetap berangkat dan menjalankan hari seperti biasanya. Aku harus menyelesaikan gaun milik Faya yang akan diambil 3 hari lagi. Sebenarnya aku sedikit memikirkan percakapanku dengan Haru. Dia memintaku untuk datang ke kantornya, tapi aku hanya diam tidak menjawab bahkan hingga saat ini.

Lagi pula, aku tidak ingin ke sana lagi. Takut kalau-kalau ada Anya lagi. Bisa-bisa aku sakit hati lagi karena itu. Meski nyatanya aku ingin ke sana, ingin tahu apakan Anya ke sana lagi atau tidak. Tapi, tahu ego wanita, bukan? Kami tidak akan mengaku dan mengutamakan gengsi.

"Mbak, ada customer katanya minta langsung dilayanin sama Embak."

Aku yang sedang menempelkan manik-manik ke baju yang menempel di manekin pun mengernyit menatap Windi. Kutegakkan badan dengan mata kembali menatap manekin, meneliti apakah baju masih ada sesuatu yang kurang atau tidak.

"Dia kenapa? Biasanya juga kamu yang–"

"Dia baru pertama ke sini, Mbak. Katanya mau langsung sama Embak gara-gara khawatir ini butik nggak profesional. Dia songong banget, 'kan, Mbak?"

"Dia mau bikin baju buat siapa?" tanyaku.

Windi langsung menatapku dengan mata melebar. "Ibunya."

Seketika aku mengangguk mengerti, bisa saja alasan orang itu adalah pesan dari ibunya. Tahu sendiri bukan kalau seorang ibu memiliki perintah mutlak?

::::::::

Aku berjalan santai melewati deret demi deret pakaian hasil tangan kami. Langkah kakiku semakin mendekat kepada seorang laki-laki yang duduk membelakangiku. Entah kenapa perasaanku tidak enak. Aku seperti mengenalnya.

Tap. Kakiku berhenti tepat 3 langkah di belakangnya. Embusan napas karena gugup pun terdengar nyaring di telinga. Semoga apa yang aku pikirkan adalah sebuah kesalahan.

"Jadi, ada yang bisa dibantu, Mas?" tanyaku akhirnya. Nada sopan nan ramah tentu aku sematkan bersama dengan senyum manis.

Dia tampak berdiri, tubuhnya yang memutar terlihat seperti slow motion sekarang. Rasanya semua runtuh, masalah rumit di ceritaku pasti akan semakin rumit kedepannya.

Dia Arisen. Wajahnya lebih dewasa dengan rahang yang semakin tegas. Baju formal layaknya orang kantoran pun masih rapi melekat di tubuhnya. Senyum itu terukir lebar, manis dan tampak begitu bersahabat.

"Do you miss me?" Kalimat itu menggema bak syair irama yang begitu menggoda. Namun, sekelebat bayangan Haru melintas di depan otakku, seketika kewarasan terkumpul di dalam diri.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku lagi. Sengaja aku mengabaikan pertanyaan dan sengaja aku bersikap biasa saja.

Meski begitu, denyut tidak tega masih terasa saat wajahnya terlihat kecewa. "Aku mau pesan gaun buat kamu."

Syok dan tentunya merasa aneh. Tawaku pun terdengar, meski terdengar mengerikan. Kutatap wajahnya yang mengernyit tidak mengerti. "Apa? Hahaha, jangan bercanda Arisen!",

"Aku serius, Nadya. Gaun buat kamu, buat dipakai besok saat aku ke rumah kamu."

Tawaku mereda. Kaku dan tidak bisa berkata-kata setelah mendengarnya. Bahkan aku tetap diam meski tahu Arisen melangkah mendekat ke arahku.

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang