==============================
Terlihat baik-bak saja, bahkan sepertinya amat bahagia. Namun, kamu tidak tahu bukan aslinya bagaimana?
=============
Bagian 4
::::::::::::::::Aku menatapnya, mata yang selama ini menatapku dengan binar justru meredup merasa bersalah. Ini baru dua hari setelah aku mengatakan untuk kembali berpikir tentang perasaannya kepadaku. Aku jelas memilih tersenyum menatapnya. Melangkah menuju meja kerjanya yang kini bersih tanpa selembar berkas.
Hanya ada dua kotak makan dan satu perempuan yang duduk di kursi yang berhadapan dengan Haru. Entahlah, aku sedikit heran kenapa Haru makan di atas meja kerja. Padahal ada sofa yang cukup lebar, empuk, dan nyaman di pojok ruangannya.
"Sayang?" panggil Haru sambil berdiri cepat. Aku semakin lebar tersenyum menatapnya.
"Aku kira belum makan," kataku sambil mengangkat tinggi plastik berlogo salah satu restoran. "Aku terlanjur beli dua, tapi nggak papa, sih."
"Yang, aku–"
"Ini yang namanya Anya, ya, Yang?" tanyaku saat menatap perempuan manis yang juga menatapku dengan tatapan herannya.
Tentu saja dia heran. Tapi tak apa, aku akan membuatnya mengerti.
Ku ulurkan tanganku di depannya yang masih setia duduk. "Aku Nadya, tunangan Haru," kataku ramah dengan sedikit melirik si pemilik nama saat aku menyebutkan namanya.
Anya menatap tanganku dan mendesis sinis. Eh, kenapa? Apa aku terlalu baik dan memesona untuk disambut?
"Anya," katanya cepat dan hanya menyentuh ujung jariku sebentar.
Hmm, tidak apa-apa. Bukankah berlian terlalu mahal untuk disentuh rakyat jelata?
"Haru, aku pulang, makanannya juga aku bawa, deh. Nanti aku makan sama Windi," ucapku menatap Haru. Aku segera berbalik setelahnya, meninggalkan mereka berdua tanpa kembali menoleh ke belakang.
Tidak, aku tidak akan meminta pembatalan pertunangan karena ini memang bagian dari kesepakatan. Aku membebaskan Haru bahkan untuk bertemu dengan Anya.
:::::
"Loh, kok utuh, Mbak?" tanya Windi saat membuka plastik yang kuberikan.
Bahuku terangkat menjawab pertanyaannya.
"Ini serius buat saya, Mbak?"
"Iya," jawabku malas.
Kulihat Windi mulai membuka nasi itu. "Ini masih satu, Mbak nggak makan?"
"Nanti, deh, aku masih mau lihat Talita finishing dulu."
Setelah itu, ku tinggalkan Windi yang asik dengan nasi yang seharusnya ku makan bersama Haru. Aku memilih menuju ke Talita, melihat pekerjaannya untuk gaun milik klien yang akan diambil besok.
"Mbak?" sapa Talita saat aku berdiri di sebelahnya. "Tinggal pasang manik di bagian dada aja ini, terus abis itu besok bisa diambil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreak Effect [Selesai]
Teen FictionBuku kedua dari Hey Mantan! (disarankan baca dulu buku pertamanya, tapi enggak juga nggak papa sih.) ⚠️ Follow dulu sebelum baca, ya! ......... Ini kisahku, tentang Nadya yang sudah berhasil berdiri selama tujuh tahun lamanya tanpa sosok Arisen di...