H[b]E 22

1.1K 102 3
                                    

================================

Kejujuran memang sangat diperlukan. Jangan sampai menunda dan menyesal ketika waktunya tiba.

===========

Bagian 22
:::::::::::::::::

Aku tidak tahu apa yang pernah aku lakukan dulu hingga mendapat karma seperti sekarang. Bahkan aku sangat ingat bahwa aku ini gadis yang tidak neko-neko. Namun, kenapa cobaan ini sungguh berat?

Rasanya seperti dirantai, seluruh tubuhku terbatas untuk bergerak. Satu persatu mulai lepas, tapi sayangnya saat rantai terakhir akan lepas, semua rantai itu kembali mengikat.

Mungkin kehadiran Arisen pernah aku salah gunakan. Berpikir bahwa dirinya akan menjadi masa lalu yang menjadi selingkuhan untuk membalas rasa sakit. Sayangnya, aku gagal dan aku merasa begitu kejam terhadapnya.

Dia datang, kembali mendekat membawa niat yang baik. Dia ingin memulai kembali, menunjukkan bahwa dirinya telah layak menjadi pendamping, dia ingin membuktikan perkataannya tujuh tahun lalu yang selalu aku ungkit sebagai kebohongan.

Arisen begitu sabar meski aku memperlakukan dirinya seperti itu. Dia tidak menjauh, justru dia mendekat dan semakin mendekapku agar kuat berdiri.

Apa aku terlalu jahat untuknya jika aku meminta bantuannya sekali lagi?

"Mbak Nadya, ada mas Haru di depan."

Lamunanku buyar, semua kilasan pertemuanku dengan Arisen baru-baru ini pecah dan berantakan. Kutatap Windi yang menunduk di depan pintu ruanganku. Tentu aku mendengar perkataannya, makanya kepalaku mengangguk sebagai jawaban.

Setelah Windi keluar dari ruangan, aku mulai berdiri, berjalan menemui Haru yang pasti akan membahas tentang masalah kemarin. Kulihat jam di pergelangan tanganku, angkanya menunjukan waktu makan siang. Pantas, dia kemari dan membahas ini di sini.

"Gue mau bicara!" katanya begitu aku tiba di depannya.

Senyumku terlukis lebar. Rasa sombong akan kemenanganku dari dirinya menguar. Haru pasti ingin memohon karena Papa membatalkan investasinya, atau dia ingin aku membujuk Papa untuk segera menandatangani kontrak?

Hemm, keduanya opsi bagus untuk aku membalas perbuatannya kemarin. Dia berani berlaku kasar, membentakku, bahkan secara terang-terangan menyatakan cintanya pada Anya.

Eh, tidak-tidak, Nadya bukan perempuan jahat yang suka balas dendam. Namun, sekali dua kali itu masih wajar, bukan? Jadi ... tidak apa kalau aku sedikit membalas dendam kepadanya, bukan?

"Di sini?" tanyaku.

Dia menggeleng, tangannya menarik lenganku pelan menuju luar butik. Haru berhenti tepat di sebelah pintu masuk butikku.

"Lo cerita sama bokap lo?" tanyanya menggebu. Nada kesal dan marah terdengar jelas mengalun di telingaku.

Aku melipat kedua tangan di depan dada, menatapnya dengan senyum manis sebelum menjawab pertanyaannya. "Tentu, bukankah itu mau lo?"

"Gue bilang bantu gue, Nad!"

"Tapi gue nggak sudi. Gue rasa nggak untung sama sekali buat investasi di perusahaan yang pendapatannya udah kurang dari angka satu."

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang