H[b]E 13

1K 113 14
                                    

==============================

Jika kamu sudah pergi, baiknya jangan kembali lagi.

==========

Bagian 13
:::::::::::::::::

"Oh, jadi lo mantannya Nadya?" tanya Haru begitu angkuh, bahkan tangannya menampik kasar uluran tangan Arisen.

Aku akui bahwa postur tubuh Haru lebih tinggi daripada Arisen. Dari porsi tubuhnya pun Arisen terlihat lebih kecil. Namun, aku harap tidak ada perkelahian di antara mereka karena aku tahu Arisen pasti kalah.

"Em ... sepertinya saya salah bicara." Jawaban itu membuatku mendongak menatap Arisen. Apa dia takut kalau Haru menghajarnya, makanya dia menarik ucapannya?

"Saya calon suami Nadya, kalau Nadya mau."

Double sial ini namanya. Arisen benar-benar berani menantang maut. Lihatlah wajah Haru yang memerah, aku jelas hafal dengan ekspresi ini. Haru sedang marah dan geram.

"Bilang apa lo?!"

"Haru, udah cukup," kata Anya berusaha menenangkan Haru.

Hm, syukurlah. Aku tidak perlu repot menenangkan dua laki-laki sekaligus.

"Saya calon suami Nadya. Oh, satu lagi. Anda mantannya Nadya sekarang."

Bugh.

Mulutku refleks menjerit saat menatap tubuh Arisen yang sudah jatuh karena bogeman dari Haru. Segera aku maju hendak menolong Arisen. Tapi, tanganku justru dicekal Haru hingga posisiku kini setengah berdiri.

Ku tatap wajahnya dengan tajam. Aku membencinya. Benar-benar membenci Haru yang seperti ini.

"Sekali kamu sentuh dia, aku akan habisi dia!" ancamnya.

Tubuhku menegak, kepalaku sempat menoleh menatap Arisen yang mulai berdiri sebelum kembali menatap Haru. Mataku masih terpaku pada lengannya yang dicekal oleh Anya.

"Kenapa?" tanyaku berani. Aku tahu, jelas sangat tahu kalau riasanku pasti sudah begitu buruk. Namun, untuk apa lagi malu padanya? Bahkan aku akan sangat senang jika Haru merasa jijik karena riasanku yang belepotan.

"Aku nggak suka. Kamu–"

"Kita, nggak ada lagi. Lo sama gue cuma orang asing. Gue ingetin lagi tentang kemarin waktu lo bilang lo lebih pilih Anya. Apa lo lupa?" potongku cepat.

Haru semakin meremas pergelangan tanganku. "Apa kata bunda, Nad? Aku nggak bisa bilang sama bunda tentang kita. Kamu tahu kalau bunda benci Anya, bukan? Nad, tunggu waktu–"

"Gue nggak peduli. Itu urusan lo sama keluarga lo. Gue urusin keluarga gue sendiri."

"Nad, jangan egois, aku nggak bisa kenalin Anya dalam waktu dekat. Keadaan dia drop dan bunda pasti nggak bisa terima karena dulu Anya yang memilih pergi."

"Gue egois?" tanyaku. Aku benar-benar tertawa miris menatap Haru. "Kalau gitu, aku akan kasih tahu bunda biar kamu ngerti gimana egoisnya seorang Nadya!"

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang