H[b]E 31

1K 101 1
                                    

================================

Jauh rasanya berat, namun ketika dekat hanya berdebat.

================

Bagian 31
:::::::::::::::::

Dua hari berlalu, dan benar saja Arisen tidak menampakan hidungnya di depanku. Haru juga sama, sejak kejadian itu dia tidak mendekati aku. Rasanya sedikit lega mengingat kemarin aku datang ke butik dengan jantung berdebar kencang dan perasaan takut yang begitu sangat.

Hari ini aku selesai membuat desain yang sudah deal dengan Sirena Angel. Setelah melalui perdebatan dan ketidak cocokan model, akhirnya Sirena setuju dengan gaun biru laut yang akan kami buatkan.

Kakiku melangkah keluar menuju ruang jahit, menyerahkan desain ini kepada Teresa dan tentunya akan kubantu karena memang harus dalam pengawasanku. Apalagi, gaun ini di gunakan oleh seorang Sirena, tentunya harus sempurna sesempurna dirinya.

Mengingat itu menjadikan aku ingat juga dengan Instastory Sirena beberapa saat lalu. Miss the old times with you. Itu caption yang Sirena gunakan. Bukan masalah dengan caption ataupun foto dirinya dengan Arisen sebenarnya, tapi hanya merasa aneh karena dia membuat Instastory tepat setelah kami saling follow.

"Jadi, mbak Sirena mantan mas Arisen, ya?" tanya Windi begitu aku kembali memeriksa beberapa koleksi baju di butik ini.

"Hm."

"Ih, kok ditinggalin, ya, Mbak? Padahal semua kaum Adam pasti pengen deh punya istri kaya mbak Sirena."

Iya, aneh banget. Harusnya Arisen bersyukur kali punya pacar kaya Sirena.

"Aku juga nggak tahu, Win," jawabku sekenanya.

"Eh, tapi Mbak Nadya juga pas sih sama mas Arisen. Mbak nggak mau terima segera gitu? Nanti direbut mbak Sirena lagi, loh!"

Dengusan kecil tak sengaja keluar. Aku menatap Windi sebentar, dia justru menyengir lebar tanpa rasa bersalah ataupun takut karena menanyakan hal sensitif kepada bosnya.

"Nadya belum sembuh, Win. Masih takut patah, jadi biar gini aja dulu." Meski sebenarnya aku merasa sepi karena tidak ada sedikit pun kabar dari Arisen.

"Ih, jangan lama-lama, Mbak! Lagian mas Haru itu nggak pantes digalauin lama-lama."

Aku mengangguk membenarkan, walaupun sebenarnya hati masih merasa bimbang. Bukan karena masih sayang sama Haru, tapi masih takut untuk kembali mencoba menjadi Nadya yang tenang dan tidak pencemburu.

::::::::::

"Hari ini ada beberapa pelanggan yang komplain, Mbak."

Aku mendongak menatap Windi yang lagi-lagi merecoki hari-hariku.

"Kenapa bisa?"

Windi berjalan mendekat dengan menundukkan kepalanya. "Jadi aku sama Sasa coba ingetin buat baju bahan kaos nggak boleh di coba, toh ada tulisan gede di depan ruang ganti. Tapi, pelanggan itu marah-marah, katanya nggak bisa kalau nggak dicoba. Terus..." Windi tampak ragu melanjutkan ucapannya.

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang