H[b]E 30

1.2K 99 1
                                    

=================================

Harusnya kita menatap ke depan dengan begitu percaya bahwa akan ada secercah cahayanya yang menyambut. Namun, sayang, kepalaku tidak bisa berhenti menengok kebelakang meski hanya sesekali.

=============

Bagian 30
:::::::::::::::::

Tidak menyangka adalah dua kata yang sangat cocok untuknya saat ini. Terlebih menatap Revan dan anak laki-laki bulenya itu. Wajah mereka memang mirip, bisa-bisanya aku tidak sadar kalau anak ini mirip dengan Revan. Eh, tapi ... Nayla saudaranya Revan?! Perasaan Nayla tidak pernah mengatakan apa pun dulu, bahkan ketika– sudahlah, tidak penting bukan?

"Lo udah punya buntut, njir!" ucap Arisen dengan begitu enaknya. Mataku refleks melotot dan melirik Elga yang duduk di pangkuan Revan.

"Iya, gue juga nggak tahu bisa ada buntut gini," sahut Revan sambil tersenyum canggung. Dia menatapku, entah ada apa aku tidak tahu.

"Nayla sama lo saudara?" tanyaku.

Revan mengangguk pelan. "Iya, nggak deket sih, cukup jauh malah. Tapi, cuma dia yang baik sama anak gue."

"Oh." Aku mengerti sekarang. Mungkin bagi orang Indonesia, kejadian seperti Revan yang memiliki Elga memang bukan hal wajar.

"Seneng ketemu lo lagi," kata Revan dengan tulus.

Sementara aku membalas senyumnya, Arisen justru menggeser tubuhnya semakin mendekatiku. Bahkan dengan sangat percaya diri dia melingkarkan tangannya di sandaran sofa hingga telapak tangannya menyentuh bahuku.

"Gue ngerasa terancam lo ketemu Nadya," ucap Arisen begitu jelas.

Revan tertawa renyah sambil mengusap kepala Elga yang kini menatap Papa-nya itu.

"Papa suka tante?" tanyanya polos dan pertanyaan itu berhasil membuat Arisen mengeratkan tangannya di bahuku.

Tentu aku segera menatap wajahnya, ingin mengerti apa maksudnya dia bersikap seperti ini.

"Sen," panggilku membuatnya menoleh. "Bisa lepas? Aku rasa ini–"

"Enggak."

"Sen, kita–"

"Enggak."

Aku menghela napas pelan. Tidak boleh mempermalukan diri dan orang lain di depan kawan lama. Jadi, harus sabar bukan?

"Kalian lucu, ya? Balikan dari kapan? Kok nggak langsung nikah aja sih?"

Pertanyaan segitu banyak ditanyakan sekali napas oleh Revan. Entah karena dia penasaran atau karena dia terburu-buru.

"Kita nggak balikan!"

"Secepatnya!"

Jawabanku dan Arisen berbeda meski waktu pengucapannya nyaris bersamaan. Arisen tertawa renyah sedangkan aku meringis malu.

"Van, dia suka emang suka malu-malu soal balikan," jelas Arisen yang sangat-sangat mengarang.

"Eh, tapi dengar-dengar dari Nayla, Lo mau nikah dua bulan lagi, 'kan?"

Napasku tersendat seketika. Dua bulan, mengingatkan aku tentang persiapan yang harusnya dilaksanakan. Mungkin– tidak-tidak, tidak boleh memikirkan masalah itu.

"Batal," kataku cepat sebelum Arisen kembali menambah kebohongan. Berat dosanya, apalagi dia pake segala bagi-bagi.

Terlihat jelas raut terkejut dari wajah Revan. Dia menatap kami aneh sambil mengernyitkan dahi, mungkin dia bingung.

Heartbreak Effect [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang