PROLOGUE | Marriage Contract

37.6K 2.4K 960
                                    

Musim dingin kali ini, terasa begitu berbeda. Biasanya, Hasa akan menghabiskan malam musim dingin pertama di ruang tengah kediamannya, bersama sang ayah dan kakak perempuannya. Untuk sekadar bersenda gurau, meminum coklat panas, bermain tebak-tebakan atau bahkan bernyanyi, sekalipun suara mereka bertiga tidak ada yang cocok jadi penyanyi. Tidak peduli dengan nada, rendah ataupun tinggi, yang paling dipedulikan Hasa adalah waktu mereka bersama-sama.

Dulu, saat masih kecil sekali, sekitar umur lima tahun, mendiang ibu Hasa pernah berkata, menikah dengan ayahnya adalah impiannya yang pertama sebelum terakhir, dan mimpi terakhirnya adalah anak-anaknya bahagia. Mimpi pertama sudah diraihnya. Mimpi kedua, entahlah. Bahkan Hasa sendiri berakhir menikah dengan pria yang memiliki banyak rumor di punggung dan bahunya.

Tapi, mungkin ibunya bisa mengerti di nirwana sana. Yang sekarang ada di depan mata adalah sang ayah dengan keinginan Hasa menikahi pria bermarga Jeon itu. Pria yang lebih dewasa darinya dari segi umur. Pria yang sudah mapan, terlampau mapan. Pria yang punya segalanya, seharusnya tidak butuh dia lagi, tapi tak tau kenapa, pernikahan mereka terjadi tanpa penolakan dari kedua belah pihak.

Jeon Jungkook itu mafia, semua orang tau itu. Dan entah kenapa ayahnya menyetujui pernikahan mereka. Kalau mungkin dibuat sebuah judul sinetron, maka judulnya;

Tuan Mafia dan Gadis Cantik yang Malang.

"Hasa, suamimu sudah ada di bawah. Kau masih menangis?"

Suara dari balik pintu besar berwarna putih gading itu terdengar sangat jelas. Itu, kakaknya. Han Hana.

Hasa menyeret kopernya menuju pintu, tangannya menarik knop hingga pintu terbuka. Hana tersenyum tipis. Tangannya menyentuh kepala Hasa, memberi elusan menenangkan.

"Maafkan aku, kalau saja diriku bisa menyelamatkan posisi perusahaan. Ayah tidak mungkin khawatir akan nasib kita dan berakhir memintamu menikah dengan Jungkook. Hasa, ayah ingin kau hidup lebih layak karena cita-citamu sebagai aktris, belum tercapai. Itu keinginan ibu juga. Dan—"

"Kakak, kenapa kau terlihat sangat sedih? Jangan dibawa menjadi beban. Aku tidak apa-apa. Jeon Jungkook itu kan kaya, dan aku ini cerdas. Lagi pula, dia pasti punya alasannya sendiri kenapa menerimaku. Mungkin dia tidak subur, jadi inginnya—"

"Siapa yang tidak subur?" potong seseorang dengan suara yang lebih berat.

Hana menoleh, sementara Hasa merutuki dirinya sendiri.

"Jungkook, kenapa tidak menunggu di bawah?" tanya Hana.

"Adikmu lama, aku masih ada urusan. Hei, kemarikan kopermu."

Belum sempat menjawab, Jungkook sudah menarik koper dari tangan Hasa lalu ia kembali berjalan turun.

"Dia sahabatku yang paling berengsek," ujar Hana pada akhirnya. Hasa tertawa.

"Bukan, tapi dia bajingan. Suatu saat, aku akan menendang testisnya" sahutnya.

+++

Selama di perjalanan, Hasa terus mencoba melirik ke arah pria yang duduk di sebelahnya. Pemuda itu tengah memainkan ponsel dengan kacamata bening yang sudah turun sampai tengah hidung.

"Bisa berhenti melirik? Itu sangat mengganggu," ujar Jungkook.

Hasa mendumal dalam hati. Mobil yang mereka naiki, bermerk McLaren, salah satu mobil impiannya yang pernah ada namun akhirnya dijual karena perusahaan ayahnya mengalami masalah besar. Dia pernah menjadi orang kaya, walaupun sekarang tidak. Yah, yang penting pernah, pikir Hasa sederhana.

"Kau mengambil program apa?" tanya Jungkook, lagi-lagi tidak menatap Hasa sebagai lawan bicaranya.

"Olahraga," jawab gadis itu. Si pemuda Jeon melirik.

MANGATA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang