"Kenapa menatapku seperti itu, hm?"
Bethany tersenyum. "Tidak apa-apa. Jadi, boleh aku tahu kenapa kau datang terlambat, Olie?"
Aku terkekeh. "Kenapa? Kau sangat merindukanku?"
Bethany menggelengkan kepalanya yang saat ini masih sangat ingin kubelah untuk tahu apa saja isi dalam otaknya itu.
Tidak, tapi yang pasti aku penasaran dengan bagaimana rasa otak Bethany. Apakah senikmat miliknya dan darahnya yang pernah kucicipi?
Aku tersenyum. "Aku harus kecewa kalau begitu. Lalu kenapa kau menghubungiku dan memintaku datang, hm?"
"Ayah memintaku untuk menghubungimu agar datang."
"Memangnya kenapa?"
"Mereka pulang larut. Ayah bilang kalau aku takut, aku harus menghubungimu. Tapi kalau kau sedang sibuk, tak apa kau tak bisa menemaniku, Olie."
Aku mengusap kepala Bethany dengan pelan, aku takut tiba-tiba menjenggut rambutnya kalau aku tidak mengusap kepala Beth dengan pelan. Menandakan juga agar ia tak berani melakukan hal yang akan membuatku makin gemas padanya.
Tapi masalahnya, aku benar-benar sedang bosan. Aku tak ingin Bethany yang menurut dan diam saja seperti ini. Aku merindukan di mana saat Bethany melawanku dan menentang keinginanku. Ada hal mendebarkan yang menyenangkan saat Bethany menatapku marah.
"Jadi kau hanya memintaku untuk menemanimu, Sayang?"
"Ya. Apa kau keberatan, Olie?"
"Tentu saja, tidak. Aku malah senang. Aku kebetulan juga sedang pusing dengan masalah pekerjaanku, Sayang."
"Boleh aku tahu apa pekerjaanmu, Olie?"
"Aku khawatir kau akan pingsan setelah mendengar apa pekerjaanku, Beth. Jadi lebih baik kau tidak tahu."
Bethany diam membuatku terkekeh.
"Ingat, Sayang, rasa penasaranmu dapat membunuhmu. Jadi kusarankan, kalau kau penasaran akan sesuatu, langsung saja tanyakan padaku daripada kau mencaritahu sendiri. Itu akan membuatmu dalam masalah dan bahaya."
***
Bethany menggeliat di sampingku. Aku masih saja menatapnya. Tadi aku sempat menghubungi Paman Tire untuk menanyakan apakah ia benar menyuruh Bethany untuk menghubungiku atau tidak. Tapi Bethku tak berbohong, Paman Tire benar mengatakan kalau ia akan pulang larut dengan Bibi Sandra.
Dan saat kutanya kenapa Paman Tire membelikan Bethany ponsel, Paman Tire mengatakan bahwa Bibi Sandra yang menginginkan Bethany memiliki ponsel.
Tapi aku belum bertanya pada Bethany apa ia yang meminta Bibi Sandra mengatakan bahwa ia ingin memiliki ponsel pada Paman Tire.
Ah, apa aku bawa saja Bethany dulu, ya, agar Paman Tire tidak bisa seenaknya menuruti keinginan Bethany?
Sial. Seharusnya aku memang tidak membawa Bethany pada Paman Tire dan Bibi Sandra.
Kalau sudah begini, aku jadi benar-benar menyesal. Seharusnya aku memang tidak membiarkan Bethany memiliki orang lain di sisinya selain aku. Seharusnya Bethany memang hanya untuk milikku sendiri.
Karena ingin membuat Bethany senang, baru kali ini aku menyesali keputusanku. Seharusnya aku lebih bisa berpikir ke depan.
Tidak, bukan. Seharusnya aku tak pernah menuruti keinginan Paman Tire yang mengatakan bahwa Bethany akan membutuhkan wali saat kami menikah nanti. Tanpa menikah pun, Bethany akan tetap bersamaku, menjadi milikku.
Kalau sudah begini, aku harus berpikir cara lain agar Bethany tak meminta hal macam-macam pada Paman Tire dan Bibi Sandra.
Apa sebaiknya aku mulai mengancamnya saja, ya? Aku rasa aku juga sudah terlalu bersikap lembek pada Bethany selama ini.