"Jadi kau ingin memberitahunya atau kami yang memberitahunya, Nak?"
Aku menoleh menatap Bibi Sandra yang terlihat sekali tak sabar untuk menjadikan Bethany puterinya secara hukum. Aku menatap Bethany yang terlihat nyaman di ruang santai milik Paman Tire ini.
"Aku serahkan semuanya pada Bibi," ucapku sambil tersenyum pada Bibi Sandra.
Bibi Sandra langsung memeluk Paman Tire dengan terharu. Aku kembali menatap Bethany yang mulai bingung dengan pembicaraan kami.
"Bethany, sayang, kami ingin menjadikanmu puteri kami," kata Paman Tire yang masih mengusap lengan Bibi Sandra karena masih terharu.
Bethany langsung menatapku. Tatapannya seolah bertanya padaku apa boleh ia menjadi bagian dari keluarga Paman Tire. Aku terkekeh dan mengangguk begitu saja.
"K-kau sungguh-sungguh, Olie? Kau mengijinkanku?"
Aku gemas sekali dengan sikap Bethany langsung memeluknya dan menciumnya. "Ya, Sayang, kau butuh wali juga untuk pernikahan kita nanti, kan."
Wajah berseri itu seketika redup. Tapi Bethany tetap memertahankan senyumnya.
"Kalau kau mengingkari janjimu, aku tak ingin menikahimu."
Aku terbahak bersama Paman Tire dan Bibi Sandra yang telah menguasai dirinya kembali.
"Nak, kau dengar apa yang puteriku ucapkan. Sebaiknya kau berhati-hati atau aku akan menyuruh Pamanmu ini untuk menikahinya dengan pria lain."
Aku tahu Bibi Sandra bercanda, tapi tetap saja, pemikiran Bethany akan dimiliki pria lain membuat perasaanku tak tenang.
Tapi pelukan dari Bethany membuat rasa panas yang menderaku dengan mudahnya padam. Aku menunduk menatap Bethany yang tersenyum tulus padaku.
"Terima kasih, Olie, terima kasih."
Aku mengecup keningnya. "Kau tak perlu berterima kasih seperti itu, Beth. Sudah menjadi tugasku untuk memberikanmu kebahagiaan yang berlimpah."
Bethany langsung menyembunyikan wajahnya pada dadaku. Aku tahu, hatinya kembali terbuka untukku.
Ah, Beth, andai saja kau terus bersikap seperti ini, tentu aku takkan mungkin memberikanmu hukuman agar kau jera.
Tapi aku tak memedulikan hal yang telah lalu. Yang terpenting, apapun yang aku lakukan untuk Bethany ialah yang terbaik baginya.
Ya, seperti aku yang satu-satunya terbaik untuknya. Untuk Bethanyku.
***
Aku kembali mengajak Bethany pulang bersamaku. Tadi, Bethany terlihat tak ingin lepas dari Bibi Sandra tapi untungnya Bibi Sandra memberi Bethany pengertian saat melihat emosiku hampir memuncak karena Bethany tak menurutiku.
Saat ini Bethany berada dalam dekapanku. Aku menatap Bethany yang masih memainkan jari-jariku. Kami telah berada di ranjang kami.
"Jangan memancingku, Sayang," ucapku lalu mengecup bahu Bethany yang tertutup baju tidurnya.
Bethany menolehkan kepalanya ke arahku. "Memancing apa?"
Aku terkekeh dan mengecup bibirnya. "Istirahat lah. Aku tahu kau lelah."
Bethany mengangguk lalu kembali pada posisinya semula. Tapi Bethany tak kunjung tidur membuatku gemas. Kugunakan satu tanganku untuk meremas satu payudaranya.
"Apa yang sedang kau pikirkan sampai tak bisa tidur seperti ini?"
Bethany melenguh dan mendiamkan tanganku yang meremas payudaranya. Ini tidak seperti biasanya. Biasanya Bethany menolak.
"Ti-tidak ada."
"Katakan padaku, Beth, apa yang mengganggu pikiranmu," ucapku berbisik di telinganya.
Sial, sepertinya Bethany benar-benar sedang menggodaku.
***
Kalau ada yang bertanya2 kenapa di cerita ini gak saya kasih 'rate', biar surprise aja wkwkwk. karna pake POV-nya Olie, biar menebak2 sendiri.
Well, walau pun gak sepenuhnya balik, tapi mood saya untuk kembali nulis udah ada. Maaf banget kalo ada yang nunggu dan terima kasih banget buat support dan pengertiannya ❤️❤️