Helen mulai bertingkah menyebalkan.
Benar kata Paman Tire. Helen sudah bukan Helen yang dulu lagi. Helen sudah berubah dari terakhir kali aku mengenalnya.
Aku berdecak. Jangan Helen kira aku tak tahu apapun. Nyatanya aku tahu dan aku juga tahu ia masih menemui pria lain di luar sana untuk menghangatkan ranjangnya.
Sepertinya, sekarang aku harus berhenti menyentuhnya sebelum aku terkena penyakit.
Ah, bagaimana kalau aku jahit kemaluannya itu agar Helen tak terkena penyakit?
Oke, sepertinya hal itu bisa kupikirkan nanti.
Aku tersenyum merasakan kehadiran Bethku yang melangkah dengan pelan.
"Olie? Kau masih di sini?"
Aku menatapnya dan tersenyum. Sama sekali tak ingin membantunya. Aku ingin melihat hasil pekerjaanku yang berhasil membuat lutut Bethku lemas dan bergetar.
"Ayah dan Ibumu belum pulang, Sayang. Dan aku tak mau meninggalkanmu sendiri."
Bethany mengangguk dan kembali melangkah ke arahku.
Aku dengan iseng menggodanya. "Ingin kubantu, Babe?"
Bethany menggeleng dan menatapku dengan senyumnya yang membuat perasaanku bergejolak. "Tidak. Aku akan membuatkanmu sarapan," ucapnya membuatku mengernyit. Aku tak suka melihat Bethany kelelahan kecuali karena melayaniku di ranjang.
"Tidak. Aku sudah menyiapkan makanan untukmu."
Bethany yang telah sampai di hadapanku langsung merengut mendengar ucapanku. "Kenapa kau selalu menyebalkan, Olie?"
Aku tersenyum dan mengangkatnya ke atas pangkuanku. "Aku hanya tak ingin kau kelelahan, Sayang."
Bethany menggeleng. "Aku tidak akan kelelahan hanya dengan memasak, Olie."
Aku membalas gelengan kepalanya. "Ya. Kau akan kelelahan setelah apa yang kulakukan padamu."
Bethany mencubit pinggangku membuatku mengecup pelipisnya. "Masih saja malu."
Bethany langsung menyandarkan kepalanya pada dadaku. "Tentu saja malu. Berapa kali pun aku melihatmu telanjang, aku tetap saja malu."
Aku terbahak. Bethanyku ini memang mengagumkan. Dan hanya aku yang boleh mengaguminya. Tidak dengan yang lain atau pria lain.
***
Kami sedang menonton televisi saat ponselku berdering. Bethany mengambilnya lalu memberikan ponselku tanpa bertanya apapun.
"Sayang, kau di mana?"
Bethany menoleh padaku mungkin karena ia mendengar suara Helen yang kencang. Aku mengusap kepalanya membuat Bethany kembali fokus pada tontonan kami dengan semakin memelukku. Aku mengecup kepalanya berulang kali, tak ingin ia berpikir macam-macam.
"Kenapa?" aku menjawab Helen dengan malas.
"Aku merindukanmu."
Bethany kembali menoleh. Kali ini disertai dahinya yang berkerut. Ia menatapku seolah menunggu aku untuk menjawab atau merespon.
Aku memilih mengecupnya lagi yang sangat menggemaskan.
"Sayang? Kau di sana?"
"Ya, Helen," ucapku akhirnya.
"Apa aku mengganggumu?"
Aku masih menatap Bethany dengan senyumku. "Ya. Kau menggangguku."
"Cih, memangnya kau sedang apa? Jangan menomor-duakan aku dengan pekerjaan, Sayang!"
Aku terkekeh. "Tidak. Kau bahkan tak pernah menjadi yang di nomor dua."
Bethany akhirnya kembali fokus pada acara yang sedang kami tonton. Aku memeluknya semakin erat saat aku merasakan ia hendak menjauh dariku. Aku mengecup bahunya yang tertutup meminta ia tenang.
"Kau bahkan tak pernah ada di dalam listku, Helen."
Aku memilih menaruh ponselku tanpa mematikannya lalu mencium Bethany dengan dalam. Sial, kenapa Bethany selalu bisa membuatku gemas?
***
Saya jg makin gemes Olie 🙂
