Ines kira pertemuannya dengan Hito hanya sebatas one night stand kala itu. Namun, ternyata Hito kembali menghubunginya, hingga pertemuan demi pertemuan membuat keduanya kian dekat dan terlibat dalam hubungan friend with benefits.
Lalu, bagaimana jik...
Ini temanya agak berat, tapi tetep dikemas secara ringan kok.
Novel ini sudah TERBIT ya^^
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Push your self! Because no one else is going to do it for you. -Anonim-
Happy Reading
Tidur siang Ines terusik karena suara alarm dari ponselnya. Matanya mengerjab sambil sesekali menggerakkan badan, berusaha mengumpulkan kesadarannya. Ia mendesah malas karena rasa kantuknya mendominasi.
Dengan mata masih terpejam rapat, tangannya terulur mencari ponselnya yang tergeletak di atas nakas, tapi belitan pada pinggangnya membuat ruang geraknya terbatas. "Sstt ... Hito, bentar ih." Ines berusaha menggeser tubuhnya.
Bukannya menyingkir, lelaki yang tertidur di belakang Ines semakin mengeratkan pelukkannya. Merapatkan dadanya yang bidang pada punggung Ines, lalu membenamkan wajahnya pada leher jenjang perempuan itu.
"Aku mau matiin alarmnya dulu, berisik banget." Meski ucapannya terdengar seperti keluhan, namun nyatanya kepalanya tetap mendongak memberi akses agar Hito lebih mudah menjelajahi tiap jengkal kulitnya. Sebab sepertinya Hito senang bermain-main di area itu.
"Ahh ... Hito!" Ines melenguh pendek. "Jangan bikin tanda disitu, please, nanti aku masih kerja."
Dengan gerakkan lembut, Hito membalik tubuh Ines hingga keduanya saling bersitatap. "Nggak usah kerja aja sekalian, masih ada aku yang bisa nyukupin kamu." Tangannya terulur menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Ines.
"Hmm?" desaknya. Tanpa perlu repot-repot menunggu jawaban, Hito lebih dulu memagut bibir Ines bagai candunya.
Selimut yang tersingkap mempertontonkan bagian atas tubuh Ines yang siang ini hanya menggunakan tanktop tipis tanpa memakai dalaman, membuat Hito semakin tergoda untuk bermain. Membiarkan suara alarm berhenti dengan sendirinya.
"Quickly ... aja ... nanti ... aku telat." Ines berucap disela desahannya, tangannya berusaha mendorong pelan dada telanjang Hito memastikan pria itu mendengarnya.
Hito menghentikkan gerakkan inti tubuhnya, menatap Ines yang ada di bawah kungkungannya dengan tatapan tidak suka. "Sayang ...," keluhnya.
"Atau nggak sama sekali?"
Akibat dorongan hasrat yang menggebu membuat Hito hanya bisa mendesah putus asa menurut, daripada berujung kentang. Ia bukan laki-laki berengsek yang memaksakan kehendaknya begitu saja pada partner mainnya.