- 29 -

473 64 11
                                    

Aku tersadar oleh suara tangisan namun tidak dapat melihat apa apa karena mataku ditutup oleh sebuah kain tebal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tersadar oleh suara tangisan namun tidak dapat melihat apa apa karena mataku ditutup oleh sebuah kain tebal.

"Oliver! Olly!" teriakku, saat akhirnya menyadari pemilik suara tangisan itu, kedua tanganku diikat ke belakang kursi, begitu pun kakiku.

"Allegra... Allegra..." aku bisa mendengar anak itu menyebut namaku.

"Oliver apa kau terluka? Ada yang sakit sayang?" Oliver tampak tak memperhatikan kalimatku, ia hanya menangis. "Tolong, jangan sakiti anak itu, aku mohon."

"DIAM!" seseorang membanting sesuatu sangat kencang, aku bisa merasakan serpihannya mengenai wajahku dan ada yang menyangkut di bibirku. Aku meludah dan serpihan itu terlempar ke udara, lelaki tadi membanting kayu ke lantai. "Jika bukan atas perintah bos, aku sudah pasti memukuli kalian sampai kalian tak bisa menangis"

Aku langsung berontak, "Aku mohon, jangan. Biarkan aku menyentuhnya, ia anak dengan kondisi khusus"

"Suntikkan anak itu dengan sesuatu, aku tak tahan mendengarnya. Sangat berisik" jawab mereka.

"Suntikkan apa? Tolong beritau aku, aku mohon..."

Lalu tak lama terdengar Oliver berteriak, dalam beberapa menit tangisnya semakin lemah lalu menghilang.

"Kalian binatang!" teriakku kencang sambil  berontak dari kursiku, tapi malah jatuh. Membuatku mendarat dengan pipi lebih dulu.

Lalu terdengar suara pintu besi berderit kencang, diikuti suara langkah sepatu kulit menggesek tanah. Suara itu berhenti di depanku, aku bisa melihat cahaya bergerak lewat celah penutup mataku.

"Allegra... Allegra... Gadisku yang cantik dan baik"

Aku terdiam lama, aku kenal suara itu. Lalu aku merasa ditarik secara kasar dari lantai dan kembali duduk tegak di kursi, seseorang di belakangku melepas penutup mataku.

"Halo sayang..."

Aku menyipitkan mataku, beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke pupilku. Perlahan bisa melihat siapa yang berdiri di depanku.

Sebastian Negredo.

Aku hanya bisa diam memandang laki laki berpakaian rapih itu. Seketika semua yang pernah ia lakukan muncul di dalam kepalaku, membuatku ingin menangis dan berlari sejauh jauhnya dari sini.

"Apa yang kau inginkan, Sebastian" ujarku pelan. Aku menatap sekeliling dan melihat Oliver terkulai dan terikat di kursi, tampak tak sadarkan diri. Di sisi lainku seseorang duduk lemah, kepalanya terkulai menghadap atas, banyak memar di wajahnya dan mulutnya disumpal.

Astaga! Itu Lukas.

Aku menoleh kearah Oliver lagi, "Sebastian, aku mohon baringkan anak itu, aku mohon jangan siksa anak itu, aku mohon, aku mohon..." ujarku setengah terisak, memohon kepada Sebastian.

Sebastian memang kejam, tapi menyiksa anak kecil adalah pengecualian baginya. Ia menggerakkan kepalanya kepada salah satu anak buahnya dan membaringkan Oliver di lantai.

IntertwinedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang