- 2 -

1.3K 114 5
                                    

5 tahun lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

5 tahun lalu

"Detektif Hardy, masih betah di kantor?" Seseorang mengintip dari pintu ruang kerjaku. Sarah Paulson, salah satu rekan detektif di kantorku.

"Ya sebentar lagi..." kataku cepat sambil menata berkas di hadapanku lalu tersenyum pada seorang officer wanita yang masih berdiri di depan pintu itu.

"Kau baik baik saja? Maksudku, kau tampak pucat akhir akhir ini" Sarah membuka pintu makin lebar dan memasuki ruanganku.

"No, aku baik baik saja. Hanya agak kesulitan membagi waktu"

"Well, jika kau butuh teman bicara kau masih punya nomor ponselku kan?"

Aku terkekeh "Yeah, tentu..."

"Alright, sampai jumpa besok"

"Yep..." kataku cepat kembali menumpuk berkas di hadapanku. Lalu menghela nafas saat Sarah pergi.

Ugh, aku lebih memilih tugas di lapangan 24 jam dan memantau orang dibandingkan tugas administrasi begini. Bukan berarti aku tidak menyukai pekerjaanku, hanya saja mengurus dokumen bukanlah bagian yang aku suka dari pekerjaanku.

Ponselku mengeluarkan suara getar di meja, wajah anak tertuaku Olivia memenuhi layar. Aku mengambil ponselku dan langsung mengangkatnya "Hei, sunshine... Maaf aku terjebak dengan-"

"Ayah, Oliver tidak berhenti menangis dan... Ibu juga menangis di dalam klosetnya. Ini sudah lebih dari setengah jam"

Astaga...

"Okay, kau bisa menenangkan Oliver? Aku akan langsung pulang" kataku sambil bangkit dan memakai jaketku.

"Cepat Ayah..." ujar Olivia di ujung telfon dengan suara lemah.

"Okay aku langsung pulang dan... Terima kasih Olivia, kau kakak yang sangat perhatian" kataku perlahan dengan intonasi lembut pada anakku. Aku setengah berlari menuruni tangga menuju basement.

"Okay Ayah..." balasnya singkat. Lalu sambungan telefon di putus.

Aku mendorong pintu besi di basement dan Memasuki mobil hitamku. Aku menarik nafas panjang sambil menenangkan diriku.

Aku mengendarai kendaraanku secepat yang aku bisa, dalam 40 menit aku sudah sampai di rumah. Aku langsung menerobos pintu depan rumah dan melihat anak berumur 12 tahunku tengah menggendong seorang anak balita di pelukannya, Ia meletakkan telunjuknya di depan mulut, memintaku tetap tenang.

"Maaf..." Ujarku tanpa suara, lalu berjalan pelan menuju kamar utama melewati tangga. Dari luar kamar aku melihat istriku tampak berantakan. Ia duduk di lantai dengan rambut acak acakan dan wajah yang merah, matanya sembab.

IntertwinedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang