45

386 68 15
                                    

"AW! Sakit!" pekik Minhee saat aku meletakkan obat merah di lukanya.

"Ya emang sakit. Kan udah gue bilang nggak usah diladenin," omelku.

"Ya gimana gue bisa diem aja liat kembaran gue digangguin kayak gitu!" balas Minhee.

"Ya tapi kan jadinya kayak gini. Liat tuh sampe luka gitu," balasku lagi.

"Lu tuh harusnya bilang makasih sama gue."

"Iya. Makasih!"

"Nggak ikhlas banget!"

Cup!

Aku mengecup sekilas pipi Minhee.

"Terima kasih kembaranku yang baik hati," ucapku sarkas. Minhee hanya berkomat-kamit tidak jelas.

Ceklek!

Pintu klinik terbuka. Hyeongjun, Bang Serim dan Bang Allen masuk. Bang Serim langsung menuju ke Minhee, dan mengecek kondisinya. Ekspresi wajahnya berubah serius.

"Gimana ceritanya?" tanya Bang Serim.

"Tadi ada anak cowok yang gangguin aku, Bang. Dia coba godain aku, sampai pegang tanganku juga. Minhee kebetulan lewat dan liat. Dia langsung peringatin orang itu buat lepasin aku tapi orangnya gak mau. Aku udah coba tahan Minhee buat biarin aja, karena anak itu badannya lebih gede dari Minhee, walaupun tingginya mungkin sama. Tapi Minhee nggak mau denger. Dia langsung nepis tangan cowok itu. Cowok itu langsung marah, terus Minhee..." aku menggantung omonganku.

"Kenapa?" tanya Bang Serim.

"Minhee melayang, Bang," jawab Hyeongjun.

"Maksudnya?!"

"Minhee dilempar sama cowok itu," jawabku.

Bang Serim langsung menghela napas. Aku bisa melihat emosi di matanya.

"Mana orangnya sekarang?" tanya Bang Serim.

"Kayaknya masih di ruang konseling," jawabku.

"Len, Seongmin sama Taeyoung udah dibawa?" tanya Bang Serim.

"Udah. Barusan Wonjin kirim pesan. Katanya mereka baru berangkat," jawab Bang Allen yang sibuk dengan ponselnya.

"Maksudnya dibawa gimana, Bang?" tanya Hyeongjun.

"Dibawa pulang," jawab Bang Allen sambil tersenyum. Senyuman yang tampak tak biasa, yang entah kenapa membuat kami bungkam dan enggan untuk bertanya lebih lanjut.

Pintu klinik terbuka lagi, kali ini laki-laki yang mengangguku dan guru konseling masuk. Ada juga seorang laki-laki paruh baya yang sepertinya orang tua dari laki-laki yang menggangguku tadi. Aku memang tidak mengenal laki-laki itu sama sekali, aku juga tidak tahu namanya.

"Wah, Hana telepon," gumam Bang Allen lalu mengangkat teleponnya.

"Oke. Sekarang kamu bisa minta maaf," ucap guru konseling kami.

Laki-laki itu diam.

"Kenapa diam?"

"Aku nggak mau," ucap laki-laki itu.

"Kamu tau kamu salah, kan?" ucap guru konseling.

"Enggak. Aku nggak salah. Perempuan itu sok jual mahal. Kepedean. Aku cuma ajak kenalan tapi dia cuekin aku. Cuma dipegang tangannya doang langsung histeris. Dan dia.." ucapnya sambil menunjuk Minhee.

"...sok ikut campur. Lagi pula, dia yang pukul aku duluan."

"Pukul?" ucapku tak percaya. Orang ini benar-benar.

Family Time!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang