67

274 56 4
                                    

Ssssshhhhhh...

Suara minyak, air, dan panasnya wajan beradu terdengar begitu jelas, membuat desis suara yang mampu membuat siapa saja yang mendengarnya menjadi lapar.

"Masih lama nggak, Bang? Aku laper banget, nih!" keluh Seongmin di sampingku. Ia menggoyang-goyangkan kakinya naik-turun, tampak tak sabar menanti makanan untuk dihidangkan.

"Sebentar lagi," jawab Bang Woobin tenang. Ia masih sibuk menyendokkan spatula ke wajan, sambil sesekali mencicipi masakannya.

"Bang Woobin sekarang kok rajin banget masak? Ntar koki rumahnya dipecat loh karena jarang masak," celetuk Taeyoung sambil nyengir.

"Emang lu nggak mau makan masakannya Bang Woobin?" sindir Seongmin.

"Ya mau lah! Kan enak!" balas Taeyoung.

"Kalo enak dan masih mau makan masakannya ya nggak usah protes!" tegas Seongmin.

"Kan gue cuma nanya, sensi amat, sih!" gumam Taeyoung. Tampak tak ingin mencari masalah.

Tuk!

Bang Woobin meletakkan sepiring besar tumisan daging yang dicampur paprika, sedikit sayuran dan bawang bombay yang asapnya masih mengepul di atas meja. Lalu ia meletakkan sepiring omelet gulung dan kimchi. Ini... sempurna!

"Selamat makan!" seru Seongmin dan Taeyoung bersamaan ketika Bang Jungmo memberikan masing-masing semangkuk nasi pada mereka. Mereka langsung makan dengan cepat.

"Enak banget ya ampun! Berasa di surga akutuh!" puji Taeyoung.

"Makanya nggak usah komen dari tadi! Makanan Bang Woobin tuh nggak ada duanya tau!" cibir Seongmin.

"Iya!" balas Taeyoung kemudian melanjutkan makan.

"Yunhee makan juga," ucap Bang Woobin sambil mengusap puncak kepalaku. Aku mengangguk lalu mulai ikut makan.

"Yang ini enak banget, Bin. Resepnya udah ditulis?" tanya Bang Jungmo.

"Udah. Tapi tadi ada yang gue tambahin dikit jadi nanti gue perbaikin dulu resepnya," balas Bang Woobin. Bang Jungmo mengangguk.

"Resep? Resep buat apaan, Bang?" tanyaku.

"Buat kafenya Woobin," jawab Bang Jungmo.

"Loh, Abang jadi mau buka kafe?" tanyaku.

"Rencananya gitu, Yun. Tapi masih banyak yang harus Abang siapin jadi kayaknya belum dalam waktu dekat," jawab Bang Woobin sambil tersenyum lembut.

"Wah. Kalo Bang Woobin buka kafe sih ntar aku ajakin semua temen-temenku buat nongkrong di sana. Bakal ada wifinya kan, Bang?" tanya Taeyoung.

"Kalo itu pasti, sih," jawab Bang Woobin.

"Sip!" sahut Taeyoung.

"Tapi temen lu bukan yang tipe beli kopi segelas terus nongkrong pake wifi seharian kan, Tae?" tanya Seongmin.

"Ya enggak, lah! Di rumah mereka masing-masing juga ada wifi kali!" protes Taeyoung.

"Oke kalo gitu boleh," balas Seongmin tenang sambil menyendokkan nasi ke mulutnya.

"Kalian ini, kafenya juga belum ada, udah debat aja," ucap Bang Jungmo sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.

"Persiapan aja, Bang," balas Seongmin.

"Udah, nggak usah berantem lagi. Habisin makanannya, ntar keburu dingin," ucap Bang Woobin menengahi. Dua bungsu pun mengangguk dan melanjutkan makan.

***

"Yun," ucap Minhee saat memasuki kamarku. Ia langsung melangkah mendekatiku dan naik ke tempat tidur. Ia memeluk pinggangku dan meletakkan kepalanya di atas pangkuanku yang tertutup selimut. Wajahnya tidak terlihat karena tertutup rambut tebal hitamnya.

Family Time!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang