72

270 57 2
                                    

"Aduh, capek banget," keluh Seongmin sambil merebahkan tubuhnya di sofa.

"Min, kopernya dibawa masuk dulu," tegur Bang Serim.

"Bawain dong, Bang. Aku capek banget," balas Seongmin.

"Capek apaan, sih? Cuma duduk di pesawat doang," cibir Minhee.

"Yee Abang sih tidur mulu mana mungkin capek," balas Seongmin kesal.

"Ya punya kesempatan buat tidur kenapa nggak dipake coba?" balas Minhee.

"Ya sayang dong, mending liatin pemandangan," balas Seongmin lagi.

"Ya tapi kan jadinya capek," balas Minhee lagi.

"Ya tapi kan--"

"Udah," potong Bang Allen.

"Seongmin kalo capek, istirahat. Minhee, kalo kamu seger habis bangun tidur, bantuin angkatin beberapa barang sana. Belum banyak orang kerja di sini. Kita harus ngerjain banyak hal sendiri," suruh Bang Allen.

Seongmin langsung mengangguk dan berjalan menuju lantai 2, sementara Minhee mengangkat jempolnya dan mulai membantu yang lainnya. Sebenarnya Minhee biasanya tak suka direpotkan dengan hal-hal seperti itu, tapi entah kenapa jika Bang Allen yang menyuruh, ia langsung menurut tanpa protes sama sekali.

Setelah mengangkat barang-barang masuk dan membagi kamar, semua mulai melakukan aktivitas masing-masing. Banyak yang keluar untuk melihat pantai. Beberapa hanya duduk di taman di depan penginapan.

Sepertinya aku belum menjelaskan, kami sedang berada di penginapan Bang Jungmo. Ya. Ini miliknya. Sebenarnya, ayahnya lah yang membangun penginapan ini, tapi membuatnya atas nama Bang Jungmo. Ini adalah penginapan baru, dan belum banyak pekerja di sini, bahkan belum resmi di buka. Kami diminta untuk berlibur ke sini untuk mengecek kualitas dan standar penginapan apakah sudah baik atau masih ada kekurangan. Kami tidak menolak tentu saja. Siapa yang bisa menolak liburan gratis?

"Yun, narasinya nanti aja. Temenin Abang ke pantai, yuk!" ajak Bang Serim.

"Eh?"

"Udah, ayo." Bang Serim menarik tanganku ke luar dan berjalan menuruni tangga. Tapi baru beberapa anak tangga, Bang Serim melepas tanganku dan berlari sendiri menuruni tangga sambil tertawa lepas.

 Tapi baru beberapa anak tangga, Bang Serim melepas tanganku dan berlari sendiri menuruni tangga sambil tertawa lepas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bang, hati-hati, lantainya--"

Bruk!

Belum selesai aku berbicara, Bang Serim ternyata sudah tersungkur karena tersandung lantai yang terbuat dari batu yang tidak terlalu rata.

"Baru juga mau dibilangin," omelku sambil berjongkok di samping Bang Serim dan melihat tangannya yang sepertinya terluka.

"Iya, Ma. Maaf," ucap Bang Serim sambil tersenyum jail.

Gemas, aku mencubit kedua pipi Bang Serim sampai ia berteriak.

"Ah! Sakit! Sakit!"

"Bodo amat, Park Serim nakal!" omelku. Bang Serim malah tersenyum manis.

Family Time!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang