30

453 81 3
                                    

Rumah sakit. Tempat yang sebenarnya paling kuhindari. Aku tidak suka suasananya, aku juga tidak suka aromanya. Terlebih lagi, aku tidak suka jika ada yang sakit.

Seperti saat ini, kami semua masih berdiri sambil menunggu dokter keluar dan memberi kami kabar. Semuanya tampak lesu, tidak ada yang berani bersuara sebelum mendengarkan kabar dari dokter.

Kriet..

Pintu ruang UGD terbuka, menampilkan dokter dengan setelan rapi, ia menatap kami dengan gurat khawatir.

"Bagaimana kondisinya, Dok?" tanya Ayah langsung, tak sabar mendengar diagnosis dokter.

"Kondisinya cukup buruk. Dia harus dirawat intensif untuk melihat perkembangan kondisinya," jelas Dokter Lee.

Ayah mengangguk mengerti.

"Memangnya apa yang membuatnya menjadi begitu?" tanya Dokter Lee.

"Seongmin, tadi jatuh dari tangga," mulai Ayah.

"Anak-anak histeris. Ayah, yang kebetulan sedang keluar kamar melihat kerumunan mereka, lalu mendadak ia terjatuh sambil memegangi dadanya. Sepertinya dia berpikir terjadi sesuatu yang buruk pada cucunya, sampai dia shock," jelas Ayah.

Ayah benar. Ketika mendengar Seongmin jatuh dari tangga dan pingsan, kami semua langsung berlari keluar dan mengecek kondisi Seongmin. Butuh waktu cukup lama hingga Seongmin sadar dari pingsan. Kami panik, sangat. Namun tiba-tiba, terdengar suara sesuatu terjatuh tak jauh dari kami. Ternyata itu Kakek yang sepertinya terkena serangan jantung.

"Kondisi Seongmin baik-baik saja. Tidak ada luka serius. Dia bisa langsung pulang," ucap Dokter. Kami sedikit bernapas lega.

"Kalian sekarang pulang. Om akan jaga Kakek di sini," ucap Ayah pada kami semua.

"Biar aku temenin Om di sini," ucap Bang Serim.

Ayah tersenyum sambil menepuk pelan pundak Bang Serim.

"Nggak usah. Kalian semua pulang aja. Kamu jagain adik-adik kamu dari rumah aja, ya. Kita berbagi tugas," ucap Ayah lembut.

Bang Serim mengangguk, lalu masuk ke dalam ruang UGD untuk menjemput Seongmin. Tidak lama kemudian kami pulang ke rumah.

***

"Udah dong nangisnya, Dek. Nanti kepala kamu makin pusing loh," bujukku pada Seongmin yang terus menangis dalam rangkulanku.

"Kalo... hiks... aku... hiks... nggak jatuh... hiks... Kakek... hiks... nggak bakalan... hiks... kenapa-kenapa... hiks..." ucap Seongmin sambil terus terisak.

"Kamu nggak salah. Itu kan kecelakaan. Kita semua juga panik banget tadi waktu denger kamu jatuh terus pingsan," bujukku lagi.

"Aku takut, Kak," ucapnya lagi.

"Ya kita berdoa aja Kakek nggak bakalan kenapa-kenapa, Dek," ucap Bang Wonjin.

Seongmin diam, ia tidak menjawab lagi, namun masih belum berhenti menangis. Hingga tiba-tiba ia berhenti menangis dan tertidur. Ia bahkan masih terisak dalam tidurnya, benar-benar seperti bayi. Ketika sampai di rumah, Bang Serim langsung menggendong Seongmin dan mengantarnya ke kamarnya.

Aku juga langsung masuk ke kamar, memilih untuk mandi, dan naik ke tempat tidur. Waktu sudah menujukkan pukul 3 pagi. Pasti semuanya kelelahan dan sudah tidur. Minhee pun sepertinya langsung tidur karena kelelahan, makanya dia tidak tidur di kamarku.

Aku masih menatap langit-langit kamar ketika tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponselku. Aku langsung membukanya, dari Taeyoung. Aku tersenyum lalu membalasnya. Tidak lama kemudian, Taeyoung muncul dari balik pintu sambil tersenyum. Ia langsung naik ke tempat tidur lalu memeluk lenganku.

Family Time!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang