09

679 106 5
                                    

"Udah semua, kan? Tinggal kesimpulan doang," tanyaku.

"Iya. Sini biar gue aja yang buat kesimpulannya," ucap Jian. Aku memberikan hasil tugas kami padanya.

"Cepat juga, ya? Gue kira bakal sampai malam," ucap Hana sambil mengulet.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu terdengar.

"Yunhee, ini Abang." Suara bariton terdengar dari luar. Aku tahu pasti itu Bang Woobin.

"Iya, masuk aja," balasku.

Pintu terbuka, menampilkan Bang Woobin yang tersenyum cerah sambil membawa sesuatu di tangannya. Ia kemudian berjalan ke arah kami.

"Abang buatin cemilan, lumayan buat temen belajar," ucap Bang Woobin sambil meletakkan sepiring mandu yang masih berasap. Sangat menyelerakan.

"Dimakan, ya?" lanjutnya.

"Wah, Abang suka masak?" tanya Hana antusias.

Bang Woobin mengangguk.

"Suka makan lebih tepatnya, jadi suka masak biar ada yang dimakan," jawab Bang Woobin.

"Abang pulang lebih cepat? Biasanya agak malam?" tanyaku, mengingat jadwal kuliah Bang Woobin.

"Iya, dosen Abang istrinya melahirkan, terus dia keluar kota," jawab Bang Woobin.

"Oh, istrinya tinggal di luar kota, ya, Bang?" tanyaku menyimpulkan.

"Enggak, istrinya tinggal di kota ini, kok!" Bang Woobin menggelengkan kepalanya.

"Lah, terus ngapain dia keluar kota?" tanyaku lagi.

"Perjalanan dinas dari kampus. Kasian, sih. Istrinya melahirkan, tapi dia harus keluar kota," jawabnya.

Aku mengernyit.

"Bentar. Jadi alasan Abang pulang lebih cepat hari ini, karena dosen Abang pergi dinas keluar kota?"

Bang Woobin mengangguk.

"Terus kenapa Abang harus bawa-bawa soal istrinya yang melahirkan?"

"Nggak kenapa-kenapa," jawab Bang Woobin tanpa dosa.

Aku diam. Sekali lagi kehabisan kata-kata.

"Lanjut, deh. Abang keluar dulu. Nanti ikutan makan malam bareng, ya?" ajak Bang Woobin sambil melihat Hana dan Jian.

Hana mengangguk capat, sementara Jian terdiam beberapa saat, kemudian mengangguk. Bang Woobin tersenyum lebar kemudian keluar dari kamarku.

"Yang tadi itu namanya siapa, Yun?" tanya Hana langsung tanpa basa basi.

"Woobin," jawabku.

"Namanya seadem parasnya, ya? Kenapa Abang lu bisa ganteng semua gitu, ya?" tanya Hana.

"Dari awal bibitnya udah bagus, Han," jawab Jian cuek.

"Nanti kalo kita makan malam, berarti bisa liat mereka semua, dong, ya?" Hana begitu antusias.

"Siapin hati aja, ya," saranku.

"Kenapa, Yun? Mereka terlalu ganteng sampai nggak bagus buat jantung?" tanya Hana.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Mereka terlalu absurd sampai nggak bagus buat mental," jawabku. Jian langsung tersedak lalu tertawa.

***

"Jadi... ayo kita mulai makan malamnya," ucap Bang Serim. Namun, semuanya terlihat cukup kaku.

Family Time!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang