"Paham?" tanya Ashima setelah menjelaskan jawaban soal kepada Cesha, inilah yang sering mereka lakukan di malam hari, Ashima mengajarkan Cesha tentang pelajaran sekolah dan juga Ashima belajar tentang ilmu agama dari Cesha. Mereka ganti-gantian saling memberi pengetahuan mereka.
"Paham, Kak. Kalau Kak Ashima yang ngajari aku, aku pasti paham," seru Cesha riang lalu lanjut mengerjakan soal berikutnya.
"Bisa aja lo." Lalu Ashima terkekeh, ini adalah impiannya, Ashima selalu saja ingin mengajarkan adiknya pelajaran, tetapi tidak mungkin dia lakukan pada Aziz karena ketika melihat adiknya itu, emosi Ashima sudah bangkit karena Aziz menjadi cucu kesayangan nenek.
"Tapi, kayaknya ini terakhir kalinya gue ngajarin lo," ucap Ashima pelan.
Cesha yang sedang menghitung jawaban di kertas coret-coret langsung menatap Ashima dengan pandangan bertanya-tanya.
"Masalah itu tergolong berat atau ringan tergantung dengan cara mereka menyikapinya, kan? Gue mau menghadapi masalah gue, bukan kabur seperti ini," jelas Ashima lalu tersenyum.
"Kakak mau pergi?" tanya Cesha tak rela, kehadiran Ashima membuat Cesha merasa seperti memiliki seorang kakak, mendengar Ashima akan pergi, membuat Cesha tidak rela.
Anggukan kecil yang diberikan Ashima tanpa sadar membuat air mata Cesha jatuh, kini dia akan kembali ditinggalkan?
Ashima menghapus air mata Cesha, tetapi justru air matanya juga ikut terjatuh. Sama dengan Cesha yang menerima Ashima dengan baik, Ashima juga menerima Cesha dan juga menganggapnya sebagai adik, Ashima menyayangi Cesha sebagai seorang kakak.
"Gue pasti akan sering ngunjungin lo, gue ralat deh, ini bukan terakhir kalinya gue ngajarin lo, karena gue pasti akan sering nemuin lo. Adik gue," ucap Ashima menenangkannya Cesha yang kini terisak.
Cesha ingin menahan Ashima, tapi Cesha tau, Ashima harus menyelesaikan masalahnya, tidak baik untuk membiarkan masalahnya begitu saja. Ini keputusan yang tepat, tetapi kenapa rasanya Cesha tidak ikhlas?
"Jangan lupain aku, Kak," ucap Cesha pelan.
"Mana mungkin gue ngelupain lo, gue pasti akan sering ke sini," janji Ashima dengan yakin.
Cesha mengangguk pelan sambil tersenyum, kebahagiaan Ashima adalah ketika keluarganya bersatu. Cesha tidak ingin egois dengan menahannya.
"Ayo, lanjutin!" titah Ashima pura-pura galak, kapan lagi dia bisa seperti ini?
"Hehehe, iya kak." Cesha lanjut mengerjakan tugasnya dan Ashima mengawasi jalan pengerjaannya, jika salah maka Ashima akan memberitahunya dan menjelaskan cara yang benar.
Bukankah mereka seperti adik kakak yang sedang akur? Hal seperti ini tidak akan bisa didapatkan Ashima dan Cesha jika mereka tidak pernah bertemu. Jika Ashima tidak kabur maka ia tidak akan bertemu dengan Cesha dan belajar dari gadis itu. Dan kalau Cesha tidak keluar dari pesantren, maka ia tidak akan bisa bertemu dengan Ashima, keputusannya tidak salah, kan? Karena dibalik semua keputusan pasti memiliki hikmah tertentu, Cesha kehilangan uminya, itu memang susah takdir, tetapi Cesha jadi memiliki seorang kakak.
Kehilangan tidak bisa dipisahkan dari hidup, kini Cesha memahaminya, dan tidak akan memendam kesedihannya lagi.
🍀🍀🍀
"Jaga diri kamu, Ashima. Sering-seringlah berkunjung," ucap Rama ketika Ashima akan pemit pergi.
Sebenarnya Rama ingin mengantar Ashima hingga sampai di rumahnya, tetapi gadis itu menolak dengan alasan ingin mencoba mandiri. Rama tentu tidak akan melarang keinginan yang bagus itu.
"Iya, Om. Sekali lagi terimakasih karena sudah mengizinkan saya menginap di sini dan maaf karena merepotkan," ujar Ashima sungkan.
"Kamu tidak merepotkan," balas Rama singkat.
"Saya pergi dulu, ya, Om. Cesha, gue pergi dulu, ya. Assalamu'alaikum." Cesha dan Rama menjawab salam Ashima, lalu kedua orang itu melihat Ashima yang kini memasuki taksi. Ketika Ashima melambaikan tangan, Cesha langsung membalasnya sambil tersenyum.
Taksi yang dinaiki Ashima sudah keluar dari gerbang dan ditatap Cesha dengan nanar.
Gadis yang sudah menggunakan seragam itu langsung menatap abinya ketika Rama mengusap kepalanya.
"Cesha sedih, Abi," ujar Cesha terus terang.
"Abi tau, wajah kamu sudah menunjukkannya. Tapi jangan berlarut-larut, ya. Kamu masih bisa bertemu dengan Ashima," balas Rama menenangkan.
"Ayo, Abi antar ke sekolah."
"Iya, Abi. Cesha ambil tas dulu di dalam." Rama mengangguk sebagai respon, lalu anak gadisnya itu masuk ke dalam rumah. Rama menatap putrinya sambil tersenyum tipis, sebenarnya ia tidak tega karena harus melihat Cesha merasakan kehilangan lagi, tetapi ini di luar kuasa Rama, dan pria itu tidak mau bertindak di luar batas.
Rama memasuki mobilnya karena lebih memilih menunggu di dalam sambil memanaskan mobilnya. Tidak lama kemudian, Cesha masuk dan duduk di kursi tepat di sebelah Rama.
"Udah lama Abi nggak ngantar Cesha," ucap Cesha setelah menutup pintu mobilnya.
"Iya, sayang. Maaf, ya," ucap Rama penuh sesal, seharusnya ia lebih memprioritaskan putrinya karena tidak ada yang lebih penting daripada Cesha. Apalagi setelah kepergian istrinya, kini ia satu-satunya yang dimiliki Cesha, begitu pun sebaliknya.
"Nggak apa-apa, Abi. Lagipula Kak Ashima yang ngantar Cesha." Kini Cesha merasa bersalah karena sudah membuat abinya sedih.
"Iya, Nak. Gimana sekolah kamu?" tanya Rama mengganti topik pembicaraan.
"Kalau tentang pelajaran, baik-baik aja, Bi," jawab Cesha sambil tersenyum.
"Kalau tentang yang lainnya? Pertemanan?" tanya Rama.
"Cesha cuma bingung, Bi. Cesha yakin bisa nyelesaikannya," jawab Cesha dengan yakin. Ya, Cesha pasti bisa, lagipula ini hanya masalah kecil, kan?
"Abi yakin, Nak. Tapi jaga diri kamu baik-baik ya, kalau kamu kesusahan atau pun bingung. Segera kasih tau, Abi." Cesha mengangguk semangat.
"Pasti, Bi. Abi adalah orang yang pertama kali akan Cesha cari."
🍀🍀🍀

KAMU SEDANG MEMBACA
CESHA
General FictionGadis riang bernama Cesha Bounze, hidupnya masih diselimuti kesedihan karena baru saja ditinggalkan oleh sang umi. Akibat kepergian dari orang yang sangat berarti tersebut membuat Cesha pindah sekolah agar lebih dekat kepada Abinya. Tetapi kesediha...