"Karena kalian gue bisa bebas, thanks banget ya, emang kelompok kalian ini yang paling the best. Gue aja salut banget."
Dania mencebikkan bibirnya, jika tau Aziz akan sesenang ini, maka dia tidak akan mengadukan perbuatannya kepada Bu Frichila. Buang-buang tenaga saja.
"Kalian itu benar-benar ya, kasian Cesha harus ngerjain ini di luar kelas," ucap Gabriel.
Memang Cesha tidak protes ataupun menyalahkan mereka, tetapi justru karena Cesha hanya diam sehingga Gabriel merasa bersalah. Jika yang mengerjakan tugas itu adalah Dania atau Fira, maka itu tidak menjadi masalah, tetapi ini Cesha, Gabriel sangat menghormati teman barunya itu.
"Cesha, sorry," sesal Dania.
"Nggak apa-apa, kok," ucap Cesha sambil tersenyum, tetapi itu justru membuat mereka semakin merasa bersalah. Andai Cesha marah, itu akan menjadi lebih baik daripada tersenyum seperti itu.
"Serius deh, lo pasti kesel kan karena dapat kelompok kayak gini. Cuma ngeribetin lo doang."
Cesha menggeleng, ia sama sekali tidak berpikir seperti itu, kenapa Dania dan Haris justru berpikir seperti itu. Mereka suudzon.
"Aku nggak mikir gitu, Dania. Justru kalian lucu, ngehibur aku," ucap Cesha mengakui. Cewe itu memang terhibur dengan sikap teman-teman barunya, dulu di sekolah lamanya ia tidak menyaksikan hal seperti ini karena teman-temannya selalu fokus ketika sedang jam pelajaran.
"Gue lucu? Thanks ya udah muji."
"Halah!"
Dania menatap Haris dengan sinis, cewek itu sungguh terganggu dengan kehadiran Haris.
"Udahlah, jangan ganggu Cesha terus. Nanti tugas kita juga yang nggak selesai."
🍀🍀🍀
Cesha merapikan kerudungnya di depan cermin, dari cermin tersebut ia dapat melihat Fira yang daritadi diam sambil tersenyum, bahkan tangannya meremas mukena yang dipegangnya.
"Kelihatannya kamu seneng banget, kenapa Fira?" tanya Cesha ketika sudah selesai merapikan kerudungnya.
"Lo ingat kan pas kita kerja kelompok tadi, Haris ngerjain gue," jawab Fira dengan riang, bahkan senyumnya semakin lebar membuat Cesha bingung. Kenapa Fira senang ketika dikerjain? Bukannya tadi dia kelihatan marah?
"Kenapa kamu senang? Tadi kan, kamu marah sampai mukulin Haris."
Fira mengembalikan mukena Cesha sebelum menjawab. "Kalau gue dijailin, artinya gue dianggap sebagai teman, kan? Gue nggak disisihin."
Alasan kebahagiaan Fira membuat Cesha terenyuh, ternyata tidak perlu susah payah untuk membuat Fira bahagia. Temannya itu hanya ingin dianggap oleh orang-orang di sekitarnya, dan ketika hal itu terjadi maka Fira akan bahagia seperti ini.
"Nggak semua orang nyisihin kamu, kan? Mereka menganggap kamu sebagai temannya, kayak Haris sama Gabriel tadi." Cesha bukan bermaksud untuk memberi harapan palsu kepada Fira atau sekedar menyenangkan hatinya, tetapi memang seperti itu kenyataannya, menurut Cesha, Haris dan Gabriel masih menganggap Fira sebagai teman.
"Iya, lo bener, apalagi Haris dan Gabriel belain gue pas debat sama Dania. Mereka itu baik banget."
Cesha ikut tersenyum, ia juga merasa bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Fira.
"Tapi kenapa gue baru sadar, ya? Kenapa selama ini gue justru nganggap kalau nggak ada yang mau temenan sama gue," tanya Fira lebih tepat kepada dirinya sendiri.
"Kamu fokus sama pikiran buruk kamu sendiri, sampai kamu menutup mata dengan sikap baik orang lain, kamu cuma bisa memahami pandangan orang yang jahat aja."
"Lo bener, Ches. Selama ini gue cuma mandang keburukan orang lain, sedangkan orang yang baik nggak pernah gue pandang. Gue salah."
Fira sadar, selama ini dia selalu memandang orang lain jahat karena beberapa orang yang terus saja mengganggunya, hanya karena segelintir orang jahat, Fira melupakan orang baik yang tidak pernah mengganggunya.
"Nggak apa-apa, Fira. Yang penting kamu udah sadar kalau nggak semua orang itu jahat. Mungkin ada beberapa orang yang sibuk dengan urusan orang lain, tetapi ada juga orang yang tidak peduli dengan urusan orang lain."
Fira mengangguk saja, jika ia sadar lebih awal maka hidupnya tidak akan sepi seperti saat ini. Jika saja Fira tidak menutup mata atas kebaikan orang lain, semuanya pasti berubah. Fira sadar karena Cesha yang membuka pikirannya, jika Cesha tidak datang ke sekolah ini, belum tentu Fira bisa sadar seperti saat ini. Kehadiran Cesha sangat berarti bagi Fira.
"Makasih banget karena lo udah bantuin gue, Cesha, tanpa lo sadari, kehadiran lo di hidup gue itu membawa perubahan yang sangat berarti bagi gue. Lo udah buka pikiran gue yang selama ini tertutup."
"Bukan karena aku, memang udah saatnya kamu sadar Fira. Aku cuma perantara, lagipula kamu yang berjuang, aku nggak ngelakuin apapun."
Fira sudah bisa memahami teman-temannya, tetapi Cesha merasa itu bukan karenanya. Memangnya apa yang Cesha lakukan? Tidak ada, Cesha sama sekali tidak merasa jika telah membantu Fira. Ia hanya mengatakan apa yang dipikirkannya, untuk sisanya Fira yang melakukannya sendiri.
"Lo pemicunya, Cesha. Kalau nggak ada lo, hari ini nggak akan pernah ada, gue nggak akan bisa sadar kalau nggak semua orang benci sama gue." Fira tetap merasa jika Cesha sangat membantunya.
Cesha yang tidak ingin melanjutkan pemain ini hanya tersenyum lalu mengangguk.
"Ayo keluar, kita udah lama di toilet," ajak Cesha ketika sadar jika mereka masih di toilet, keasyikan bicara membuat mereka lupa akan tempatnya.
"Ayo."
🍀🍀🍀
![](https://img.wattpad.com/cover/245510317-288-k661562.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CESHA
General FictionGadis riang bernama Cesha Bounze, hidupnya masih diselimuti kesedihan karena baru saja ditinggalkan oleh sang umi. Akibat kepergian dari orang yang sangat berarti tersebut membuat Cesha pindah sekolah agar lebih dekat kepada Abinya. Tetapi kesediha...