16

12 2 0
                                    

Selama berada di kelas, Aziz lebih banyak merenung. Dia menjadi lebih pendiam, ketika guru menjelaskan pelajaran maka dia akan menyimak dan waktu lainnya hanya diisi dengan merenung. Kini Aziz sadar kalau dia sudah menjauh dari Sang Pencipta tanpa dia ketahui sejak kapan.

"Lo kenapa?" Bima menepuk punggung Aziz cukup keras agar temannya itu tersadar.

"Lo aneh." Ya, Aziz juga menyadarinya.

"Kemarin ngeliatin Cesha, sekarang melamun." Aziz hanya berdeham sebagai respon, bagi Aziz ini adalah masalah berat karena menyangkut Tuhan.

"Kenapa, sih? Kak Ashima lagi?" Aziz menggeleng.

"Terus?" Bima tidak habis pikir dengan Aziz, temannya ini seperti orang yang memiliki masalah sangat berat. Masalah apa lagi yang dihadapinya selain kakaknya yang kabur?

"Gue cuma baru sadar tentang sesuatu, itu aja sih. Nggak ada yang lain." Bima mengangguk paham, sepertinya Aziz belum bisa menceritakan masalahnya kepada dirinya.

"It's okay, tapi saran gue jangan terlalu dipikirkan sampai lo jadi crazy," ucap Bima diiringi tawa lepas dari pria itu.

Aziz hanya menatap Bima dengan pandangan datar, tidak taukah temannya ini kalau dirinya sedang merasa aneh, perasaan yang tidak bisa dideskripsikan.

🍀🍀🍀

Cesha menatap pantulan dirinya di cermin dan memperbaiki khimarnya yang sedikit berantakan, kini gadis itu berada di toilet sekolah dan sedang menunggu Fira yang masih berada di salah satu bilik toilet.

Meskipun ia dilarang berteman dengan Fira, tetapi Cesha tidak mendengarkannya, bukan tidak mempercayai tetapi tidak ingin su'udzon pada Fira. Apalagi Fira adalah temannya sejak masuk sekolah, dan juga ia menghampiri Fira lebih dulu, bukan sebaliknya. Jadi Cesha merasa tidak pantas meninggalkan Fira.

Tidak lama setelah itu, Fira keluar dari bilik toilet dan ikut menatap pantulan dirinya di depan cermin. Merapikan rambutnya lalu seragam sekolah khusus SMA Normezza yang dikenakannya.

"Lo udah?" Cesha mengangguk lalu menatap Fira.

"Ayo!"

Ketika Fira membuka pintu utama toilet, beberapa orang siswi berada di hadapannya. Sepertinya mereka ingin masuk ke toilet.

"Waw, sekarang udah punya teman, ya?" ucap salah satu dari mereka dengan nada mengejek, tentu saja ucapan itu untuk Fira.

"Minggir!" titah Fira pada keempat gadis yang menghalangi jalannya.

"Eits, tidak semudah itu. Pembunuh!" Cesha terkejut mendengar itu, pembunuh? Fira?

"Gue bukan pembunuh, itu kecelakaan. Kalau memang gue pembunuh pasti gue dipenjara," balas Fira, gadis itu terlihat sedikit tegang dan pucat.

"Bisa aja lo ngerubah kejadian, lagi—"

"DIAM!" Ucapan salah satu gadis itu terpotong dengan teriakan Fira.

"Kalian nggak tau apapun, lebih baik diam!" Setelah mengucapkan itu, Fira berlari entah kemana, pikiran Cesha masih tertuju pada kalimat itu, kalimat yang mengatakan kalau Fira adalah pembunuh.

"Lo murid baru, wajar kalau nggak tau siapa itu Fira. Gue saranin lo jauhi dia." Lagi-lagi kalimat yang menyuruh Cesha menjauhi Fira.

"Itu demi kebaikan lo sendiri, di kelas lo juga pasti banyak orang kan? Bukan cuma Fira." Lanjut gadis itu yang dibalas Cesha dengan senyuman, ia tidak tau harus bersikap seperti apa.

"Aku duluan, ya," ucap Cesha yang diiyakan keempat gadis itu.

Setelah menjauh dari toilet, Cesha langsung menuju ke kelasnya. Lagipula sebentar lagi bel berbunyi.

Sesampainya di kelas, Cesha tidak menemukan keberadaan Fira, tetapi tas temannya itu masih ada, berarti Fira tidak pulang.

"Assalamu'alaikum." Salam yang diucapkan guru yang akan mengajar menyadarkan Cesha dari lamunannya, lebih baik ia memfokuskan dirinya untuk belajar daripada memikirkan kejadian tadi.

"Waalaikumsalam, Buk."

🍀🍀🍀

Sampai bel yang menandakan jam pelajaran telah berakhir berbunyi, Fira juga tidak kunjung kembali ke kelas, tidak ada yang mengetahui kemana temannya itu pergi. Tentu saja hal itu membuat Cesha khawatir, perasaan khawatir itu tiba-tiba muncul tanpa diminta, padahal ia baru bertemu dengan Fira belum cukup lama.

"Cesha, lo tadi sama Fira, kan? Dia kemana?" tanya sekretaris di kelas itu, bahkan Cesha tidak mengetahui namanya siapa, salahnya juga yang tidak dekat dengan temannya yang lain. Padahal dulu gadis itu mengenal semua orang di sekolahnya, dulu ia sering bergaul. Tetapi sekarang, semenjak kepergian uminya.

"Cesha." Gadis itu tersentak.

"Iya?"

"Lo tau Fira dimana?" tanya sekretaris itu lagi.

"Aku nggak tau." Sekretaris kelas itu tampak tidak puas dengan jawaban yang diberikan Cesha, tapi mau bagaimana lagi?

"Yaudah, thanks, ya." Cesha membalas dengan senyuman sebelum temannya itu berbalik menuju tempatnya.

"Cesha." Cesha menghembuskan nafas pelan, ada apa lagi?

"Kenapa?" Aziz langsung menghampiri Cesha yang masih berada di tempatnya.

"Jangan lupa tanyain ke Kak Shima, ya," ucap Aziz pelan, nyaris seperti bisikan.

Cesha mengangguk lalu tersenyum tipis.

"Aku duluan." Cesha mengambil tas hijaunya lalu menyandangnya dan meningkatkan Aziz yang masih belum pergi.

"Assalamu'alaikum." Cesha menghembuskan nafas pelan, tubuhnya menegang mendengar salam yang diucapkan Aziz.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Cesha pelan, jantungnya berdetak lebih kencang daripada biasanya. Ia harus menghindari Aziz dengan cepat.

🍀🍀🍀

"Lo kenapa? Suram amat," tanya Ashima setelah duduk di hadapan Cesha, sejak pulang sekolah tadi, gadis itu sudah bersikap aneh tetapi Ashima tidak menanyakannya. Paling masalah anak remaja, kalau nggak teman ya cowok.

"Nggak apa-apa, emangnya aku kenapa?" Ashima mendengus mendengar jawaban yang dilontarkan Cesha, apa ia tidak sadar dengan sikap anehnya sendiri?

"Daritadi lo ngelamun, ada masalah apa?" Cesha berpikir sebentar sebelum menjawab.

"Kak, kenapa aku nggak boleh temenan sama Fira? Tadi ada yang bilang kalau Fira pembunuh, emang iya?" Perasaan Cesha sedikit lega setelah mengutarakan pertanyaan ini, Ashima pasti tau, kan?

"Lo tau darimana? Makanya nggak usah temenan sama Fira." Jawaban itu tidak membuat Cesha puas, justru Ashima terlihat menutupi sesuatu.

"Emangnya itu benar?"

Ashima sepertinya lupa kalau Cesha bukan orang yang puas dengan jawaban seperti itu, gadis ini ingin jawaban pasti.

"Kalau benar kenapa? Kalau nggak benar kenapa?" Ashima malah balik bertanya.

"Kakak nggak mau ngasih tau, ya?" tebak Cesha, Ashima terlihat seperti menghindarinya, kalau memang tidak mau maka jangan dipaksakan.

"Yes, saran gue nggak usah lo pikirin, toh Fira kayaknya nggak akan nyakitin lo. Tapi jangan terlalu dekat, itu aja." Ashima lega karena Cesha mengangguk, gadis itu menghargai privasi orang lain.

"Oh, iya Kak. Aziz mau ketemuan sama Kakak." Cesha lega karena mengingat hal itu, atau dia akan menjadi orang yang tidak bisa menjaga amanah. Cesha menghindari hal itu.

"Mau ngapain?" Apa adiknya itu ingin menjebaknya?

"Aku nggak tau. Kakak mau ketemu?" Ashima mengangguk, pikiran buruknya itu langsung ia tepis. Kini ia mencoba berubah menjadi lebih baik, dan su'udzon itu tidaklah baik. Bukannya begitu kata Cesha?

"Gue mau nemuin dia."

🍀🍀🍀

CESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang