Cesha tersenyum tipis untuk membalas sapaan Aziz kemudian kembali menunduk, seharusnya dia tadi menaiki tangga saja agar tidak bertemu dengan Aziz.
Cesha merasa lift ini sangat lambat, padahal nyatanya tidak sama sekali, kehadiran Aziz lah yang membuat gadis manis tersebut menjadi gugup. Setelah lift yang dinaikinya berhenti di tempat yang ditujunya, barulah Cesha merasa lega.
Seperti biasa, Cesha keluar paling terakhir agar tidak berdesak-desakan dengan temannya yang lain, tetapi kali ini dia tidak sendiri. Aziz juga keluar disaat yang sama dengannya.
"Cesha," sapa Fira dengan riang, ketika berada di samping Cesha, gadis dengan rambut yang agak basah itu langsung merangkul lengan kanan Cesha dan otomatis membuat Aziz bergeser.
"Kamu darimana? Kenapa keringatan gitu?"
"Hehehe, gue naik tangga. Capek banget." Fira tertawa dengan nafas terputus-putus membuat Cesha menggeleng sambil tersenyum geli.
"Sekolah ini nyediain lift dan lo naik tangga? Cerdas sekali." Fira menatap jengkel ke arah Aziz kemudian berkacak pinggang.
"Eh, tadi itu lift nya penuh, gue takut telat makanya naik tangga."
"Udah Fira, ayo ke kelas." Cesha menarik tangan Fira dengan lembut, tentu saja agar teman barunya itu tidak bertengkar lagi dengan Aziz.
"Kesel amat gue sama tuh orang, resek." Fira masih saja mengomel karena Aziz yang mencibirnya.
Cesha menurunkan kursinya lalu duduk, begitu pula dengan Fira yang melakukan hal yang sama.
"Jangan gitu, palingan cuma bercanda. Nggak boleh cepat emosi Fira." Cesha rasa Fira adalah orang yang sangat sulit mengontrol emosinya, terbukti dengan gadis itu yang mudah sekali tersulut.
"Ah, dia mah emang sering bikin gue jengkel."
"Itu kamu tau, paling cuma mau buat kamu emosi," tutur Cesha dengan lembut karena takut menyinggung perasaan Fira.
"Pantes aja Kak Ashima nggak tahan punya adek kayak dia, kalau gue jadi Kak Ashima pasti udah minggat." Cesha langsung menoleh ke arah Fira ketika mengucapkan nama Ashima.
"Kamu kenal Kak Ashima?" tanya Cesha yang tidak bisa menghentikan rasa penasarannya.
"Kenal, soalnya kakak gue temannya Kak Ashima." Cesha mengangguk mengerti, dia pikir Aziz yang memperkenalkan mereka. Tapi, kenapa dia peduli?
"Eh, lo kenal Kak Ashima?" Kini Cesha yang terdiam karena tidak tau harus menjawab apa.
"Ah, itu. Enggak, lah," bantah Cesha sambil memalingkan wajahnya dari hadapan Fira, nanti malah ketahuan karena Cesha sulit mengendalikan ekspresinya jika sedang berbohong.
"Tapi ... kenapa lo tiba-tiba nanya tentang Kak Ashima? Aneh tau." Ternyata Fira tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya, karena pertanyaan Cesha memang seolah-olah mengenal Ashima.
"Nggak kenapa-napa, cuma penasaran aja." Fira mengangguk saja meskipun tidak puas dengan jawaban yang diberikan Cesha.
"Masa, sih?" Ternyata anggukan Fira tidak berarti dia berhenti bertanya.
"Enggak, aku cuma heran. Soalnya kamu sering kesal kalau sama Aziz, masa bisa kenal dengan kakaknya." Kali ini Fira mengangguk mengerti, ucapan Cesha kali ini masuk di akalnya.
"Kayak yang gue jelasin tadi, Kak Ashima itu teman kakak gue, dan gue baru tau soalnya Aziz pernah jemput kakaknya yang nginep di rumah gue. Sekarang sih gue nggak heran kenapa Kak Ashima sering nginap di rumah temannya, soalnya keluarganya itu nyebelin." Cesha menggeleng karena tidak ingin mendengar cerita tentang keluarga orang lain.
"Kalau lo jadi keluarga mereka, pasti lo nggak bakalan kuat." Separah itu? Pantas saja Ashima terlihat frustasi.
"Kalau kamu suka sama Aziz, berarti kamu harus nerima keluarganya," celutuk Cesha, karena menurut apa yang dia lihat belakangan ini, Fira seperti memendam perasaan kepada Aziz.
"Nggak bakalan bisa, gue sama Aziz itu ... beda," ucap Fira dengan lirih di akhir kalimat.
"Maksudnya?" tanya Cesha tak mengerti. Sedangkan Fira hanya tersenyum tipis dan tidak berniat untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan sahabat barunya itu, dan untung saja Cesha tidak ngotot ingin mendapatkan jawaban.
Setelah hening beberapa saat, Fira kembali buka saudara.
"Cesha, gue nginep di rumah lo. Boleh, kan?" Cesha yang sedang menghafal sontak fokusnya langsung ambyar, bisa barabe kalau Fira berada di rumahnya.
"Ah, itu." Cesha tidak tau harus menjawab apa, menolak dia tidak tega dan jika menerima itu tidak mungkin karena ada Ashima di rumahnya.
"Nggak boleh, ya?" Cesha menjadi tidak enak dengan Fira.
"Itu—" Cesha bernafas lega karena mendengar suara bel, setidaknya bel itu bisa menyelamatkannya meskipun hanya untuk beberapa saat.
"Nanti dilanjut, deh," ucap Fira sambil mengeluarkan buku tulisnya dari dalam tas.
"Assalamu'alaikum, good morning, students."
"Good morning, Miss."
Cesha menyimak pelajarannya dengan baik, berbeda dengan Fira yang terus-menerus menatap Cesha. Kemudian senyum licik terbit di bibir gadis dengan rambut sebahu tersebut.
🍀🍀🍀
"Cesha, gue pergi dulu, ya. Lagi ada urusan sebentar, sorry nggak bisa nemenin lo ke kantin." Cesha mengangguk pelan kemudian berlari ke luar kelas, entah apa urusan pentingnya.
"Cesha." Cesha menoleh ke arah orang yang memanggilnya tadi.
"Iya, kenapa?"
"Cesha, gue nggak bermaksud untuk su'udzon. Tapi gue minta, jauhi Fira karena dia nggak sebaik yang lo pikir."
"Maksud kamu?"
"Cesha, selama ini kami nggak mau temenan dengan Fira, bukan tanpa alasan. Kami nggak berani ngomong gini ke lo, karena di dekat lo pasti ada Fira. Ini kesempatan bagi kami untuk ngasih tau lo."
"Tapi, Aziz mau ngobrol sama Fira," balas Cesha pelan, kalau memang Fira tidak baik, kenapa Aziz nggak takut?
"Aziz cuma mau bantuin lo supaya nggak terlalu dekat dengan Fira. Emang kelihatannya Fira biasa-biasa aja, dia ramah, tapi ... itu nggak sesuai kebenarannya."
Cesha menjadi gelisah mendengar itu, kalau memang yang dikatakan temannya ini benar. Berarti dia telah melakukan kesalahan, tetapi ... apa salahnya jika hanya berteman? Cesha mencoba untuk berpikir positif, kebaikan tidak akan dibalas dengan keburukan, iya kan?
"Jauhi, Fira. Kami mau jadi teman, lo."
🍀🍀🍀
KAMU SEDANG MEMBACA
CESHA
General FictionGadis riang bernama Cesha Bounze, hidupnya masih diselimuti kesedihan karena baru saja ditinggalkan oleh sang umi. Akibat kepergian dari orang yang sangat berarti tersebut membuat Cesha pindah sekolah agar lebih dekat kepada Abinya. Tetapi kesediha...