29

11 3 0
                                    

"Dania yang mulai, Buk."

Dia ... Haris.

"Kok gue? Dia yang salah!" bantah Dania. Enak saja Haris menyalahkannya atas sesuatu yang menurutnya bukan kesalahannya.

"Daritadi lo yang kebanyakan protes, Fira nggak boleh punya teman, lo maunya dia sendirian terus. Lo itu egois, Dania." Haris membalas ucapan Dania dengan santai, dia memang sedikit kesal dengan sikap Dania yang terlalu egois.

"Tanya aja sama Gabriel dan Cesha, mereka pasti setuju sama gue," lanjut Haris. Dia percaya diri, tentu karena ia merasa benar dan Dania yang salah.

"Dania," tegur Bu Frichila.

"Saya nggak salah, Buk. Seharusnya Ibuk nggak buat dia sekelompok sama kami."

Protes dan protes. Sepertinya itu adalah kebiasaan Dania, bahkan guru pun diprotes olehnya hanya karena tidak menyukai Fira.

"Kenapa kamu tidak mau sekelompok dengan Fira? Jangan bersikap seperti anak kecil, Dania, kamu udah SMA, tidak cocok bersikap seperti ini."

Memang benar, sikap Dania tidak mencerminkan seorang pelajar SMA. Dia terlalu bersikap kekanakan.

"Bukan cuma Saya kali, Buk. Emang banyak yang nggak mau sekelompok sama dia," balas Dania dengan yakin.

Beberapa orang dari kelompok lain mengangguk membenarkan, mereka setuju dengan ucapan Dania, mereka juga tidak mau sekelompok dengan Fira. Tetapi ada juga beberapa orang yang terlihat tidak peduli dan lebih memilih untuk melanjutkan tugasnya, menganggap kejadian ini hanyalah drama.

"Tapi kenapa? Kamu tau kan kalau kita tidak boleh mengucilkan teman, apalagi kalian udah sekelas sejak masuk sekolah."

Tidak ada lagi bantahan, karena itu memang benar, tidak boleh mengucilkan teman, tetapi ini sudah terlanjur, jadi mau bagaimana lagi.

"Sekarang kalian lanjut kerjakan tugas, jangan ribut." Bu Frichila lebih memilih untuk mengakhiri masalah muridnya seperti ini, jika dilanjutkan maka guru tersebut yakin jika akhirnya akan semakin panjang. Dania akan terus protes dan Fira juga melawannya.

"Tapi Saya tetap nggak mau sekelompok sama dia." Dania masih protes. Sepertinya ia sangat anti dengan Fira, meskipun sikapnya itu atas dasar alasan yang tidak jelas.

Bu Frichila yang sudah akan berbalik, kembali menatap anak muridnya yang masih membantah.

"Kenapa Dania? Fira ada salah apa sama kamu? Meskipun kalian punya masalah, jangan bawa-bawa ke kelompok seperti ini. Abaikan masalah pribadi, Ibuk tidak suka ada hal seperti ini di kelas yang Ibuk ajar," ucap Bu frichila dengan tegas.

"Lo aja yang pindah kelompok sana!" ucap Gabriel jengkel. Keegoisan Dania membuat mereka menjadi terlambat untuk mengerjakan tugas.

"Daritadi yang protes itu cuma elo! Gue, Haris sama Cesha sama sekali nggak protes. Di kelompok ini, lo yang jadi beban, lo pikir lo siapa, hah?! Seenaknya aja," lanjut Gabriel.

"Gabriel bener, lo yang jadi beban di kelompok ini. Nurut aja apa susahnya, sih? Emangnya di sini lo itu ratu? Enggak, emang lo siapa kami? Jangan bersikap seenaknya!" Haris juga ikut menyudutkan Dania.

"Haris, Gabriel, sudah," lerai Bu Frichila.

Cesha tidak tau harus bersikap seperti apa, hal seperti ini tidak pernah ia alami sebelumnya. Dulu di sekolah lamanya, ia dan teman-temannya saling mendukung meskipun ada juga pertengkaran, itupun hanya pertengkaran kecil dan juga sekali-kali. Tidak menyudutkan seperti ini.

"Kalau dia masih protes, biar dia aja yang keluar dari kelompok ini, Buk," saran Gabriel.

"Apa-apaan lo?!"

"Bisa diam nggak, sih? Lo itu lebih baik diem, astaga Dania. Lo pikir lo itu siapa? Emangnya lo penting bagi kami sampai semua keinginan lo kami turuti. Enggak!"

"Lo suka sama Fira, kan, makanya belain dia kayak gini," tuduh Dania membuat Haris tertawa meremehkan.

"Pemikiran lo sama sekali nggak berkembang, ya. Gue cuma ngomong apa yang gue pikirin dan gue dibilang suka sama Fira? Emangnya gue cuma nolong orang yang gue suka?" Haris menggeleng tak habis pikir, lagipula kenapa dia harus meladeni Dania yang kekanakan seperti ini.

"Dania-Dania, lagian gue nggak belain Fira. Gue cuma muak sama orang yang menjadi penghalang nih tugas cepat kelar, gue benar-benar terganggu dengan hal ini. Jadi sekarang diam dan kerjakan bagian lo."

"Maaf karena kelompok kami buat keributan, Buk. Ada orang salah masuk sekolah kayaknya," ucap Gabriel diiringi candaan yang membuat teman-teman sekelasnya tertawa.

"Sudah, jangan ribut lagi. Kali ini kalian Ibuk maafkan, tidak untuk lain kali."

Ketika Bu Frichila sudah berjalan untuk kembali ke tempat duduknya, Dania mendengus kesal lalu membuka bukunya. Ia baru sadar jika tadi, dia sudah mempermalukan dirinya sendiri. Benar-benar memalukan.

"Apa susahnya sih kalau daritadi itu kayak gini. Kalau nggak ada drama pasti ini udah hampir selesai, emang nasib gue dapat kelompok yang isinya ratu drama," gerutu Gabriel.

Dania diam saja, sadar jika itu adalah salahnya. Tetapi dia tetap saja tidak ingin meminta maaf, gengsinya terlalu tinggi.

Cesha melirik Fira yang kali ini mengerjakan tugasnya dengan santai, Cesha yakin jika perbuatan Haris dan Gabriel tadi membuat Fira merasa senang, bukan karena Dania yang dilawan, tetapi karena merasa jika ada orang yang masih peduli dengannya.

"Jangan lelet, kita udah ketinggalan jauh," ucap Haris memperingati.

Dania mendengus lalu menatap Gabriel dan Haris dengan tatapan tajam.

"Apa, lo?!"

Benar-benar seperti anak kecil.

🍀🍀🍀

CESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang