"Aziz, kalau kamu tau dimana Ashima, minta dia pulang. Papa nggak akan maksa supaya dia nerima perjodohan yang diatur nenek." Aziz tertegun, akhirnya papanya menyadari kesalahan yang dia lakukan.
Aziz menatap Reno dengan pandangan tak percaya. "Papa serius?" Senyum Aziz kian lebar karena papanya mengangguk mantap, pasti Ashima akan senang mendengar kabar ini.
"Papa nggak bohong, kan? Ini bukan rencana Papa aja supaya Kak Shima pulang?" Walau bagaimana pun, Aziz tidak bisa langsung percaya begitu saja, Reno yang biasanya selalu mengikuti perintah nenek tiba-tiba berubah, apa itu tidak perlu dicurigakan?
"Papa serius, sekarang Papa yakin kalau kamu tau di mana Ashima," ujar Reno, Aziz berdehem mengiyakan.
"Tapi Aziz nggak tau, Kak Shima mau pulang atau enggak." Ucapan Aziz itu membuat Reno menghentikan sarapannya, apa lagi ini?
"Tugas kamu untuk bujukin Ashima," tukas Reno. Alih-alih menjawab, Aziz malah melanjutkan sarapannya, lebih cepat maka lebih bagus karena dirinya tidak akan ribut pagi-pagi begini.
"Aziz berangkat dulu," pamit Aziz kemudian mencium punggung tangan kedua orang tuanya, dia akan bicara dengan Cesha supaya gadis itu mau membujuk Ashima sehingga kakaknya mau pulang.
Semoga saja Cesha mau membantunya, meskipun Aziz sadar bahwa mereka sudah melibatkan Cesha terlalu jauh.
🍀🍀🍀
"Kalau ketemu Aziz, jangan mau diajak ngobrol. Gue yakin dia pasti akan ngehasut lo supaya bujukin gue, itu paling cuma akal-akalan dia aja." Untuk kesekian kalinya Ashima mengatakan hal yang sama.
"Kemarin kakak mau ngerubah Aziz, sekarang malah gini." Ashima menoleh sekilas kemudian kembali melihat jalanan yang mulai padat.
"Itu hal yang berbeda, Aziz emang harus berubah. Tapi gue nggak harus pulang, kan?" Iya, sih. Tapi, kan.
"Iya, Kak." Cesha mencari jalan aman, lebih baik menyetujui ucapan Ashima karena sekolahnya sudah berada di depan mata.
"Aku masuk dulu, ya, Kak. Assalamu'alaikum," pamit Cesha kemudian turun dari mobil seraya menyandang tas ranselnya.
"Waalaikumsalam." Ashima yang sudah siap untuk menjalankan mobil yang dibawanya ini sontak menunduk karena Aziz menghampiri Cesha yang masih berada tepat di sebelah mobil.
Tepat sekali dugaan Ashima, Aziz pasti menghampiri Cesha untuk membuat gadis itu mau membujuknya.
Ashima menekan klakson agar Cesha segera masuk ke dalam lindungan sekolah, untung saja Cesha paham maksud Ashima sehingga gadis itu bisa pergi dengan tenang.
"Kamu bicara apa?" tanya Cesha sambil menatap ke depan, bukan bermaksud tidak sopan, tetapi memang itulah yang terbaik. Selain karena larangan agama, Cesha tidak mau jantungnya berdetak lebih kencang karena menatap Aziz.
"Boleh ngobrolnya di kantin?" tanya Aziz hati-hati agar tidak menyinggung Cesha, bagaimana pun Cesha bukanlah gadis seperti teman-temannya yang lain, gadis ini berbeda.
"Boleh," jawab Cesha tanpa menoleh, tetapi hal itu tidak membuat Aziz tersinggung karena dia maklum. Toh, itu hanyalah masalah sepele yang tidak perlu dibawa ke hati.
Sesampainya di kantin, Cesha langsung duduk di salah satu kursi, sedangkan Aziz duduk di tempat yang lumayan jauh karena memang meja ini berbentuk bundar.
"Kamu mau ngomong apa?" tanya Cesha lagi.
"Lo nggak mau pesan sesuatu?" Cesha menggeleng, dia sudah sarapan tadi. Memang gadis ini sedikit tergoda untuk membeli sesuatu tetapi karena teman semejanya adalah Aziz maka dia urungkan niat itu. Sepertinya Cesha akan mengajak Fira untuk menemaninya sarapan di sini besok.
"Oh oke." Aziz ragu mengatakan maksudnya, apa yang akan Cesha pikirkan tentang keluarganya nanti? Memang keluarganya tidak terlalu harmonis tetapi tetap saja harus menjaga martabatnya, kan?
"Kenapa?" Sepertinya Aziz tidak yakin, itu tidak masalah bagi Cesha. Dia bisa pergi ke kelas sekarang juga.
"Tolong." Cesha mengernyit, tolong apa?
"Tolong bujukin kak Shima supaya dia mau pulang, please. Tolong bilang ke dia kalau papa nggak akan maksa Kak Shima untuk nerima perjodohan itu," ucap Aziz, akhirnya dia lancar mengungkapkan maksudnya.
"Aku nggak bisa, aku udah janji sama kak Shima." Cesha memang tidak menyembunyikan apa pun, karena memang lebih baik jujur agar tidak ada masalah nantinya.
"Boleh gue ketemu sama Kak Shima?" Kalau memang Ashima tidak mau mendengar bujukan dari Cesha, setidaknya kakaknya mau mendengar ucapannya, kan?
"Kalau Kak Shima mau, ya nggak apa-apa." Aziz menghembuskan nafas pelan, pasti kakaknya itu tidak mau.
"Yaudah, tolong bilangin ya," ucap Aziz penuh harap.
"Kalau kamu mau nemuin Kak Shima?" tanya Cesha memastikan.
"Iya."
"Nanti aku sampaikan, aku duluan." Cesha melangkahkan kakinya menuju Mushola yang berada di SMA Normezza, masih ada waktu sebelum pembelajaran dimulai karena Cesha memang berangkat lebih cepat hari ini.
Melihat Cesha yang tidak berjalan menuju ke kelas, membuat Aziz mengikuti gadis berhijab tersebut hingga sampai di Mushola membuat Aziz tertegun. Ada perasaan yang tidak bisa dia jabarkan, sedih, terkejut, dan juga kecewa pada dirinya sendiri.
Melihat Cesha yang baru keluar dari tempat wudhu wanita membuat Aziz menegakkan tubuhnya yang sempat lesu.
"Kamu ngapain?" Cesha langsung menyesal karena sudah menanyakan itu, tentu saja Aziz berhak berada di sini.
"Lo ngapain?" Alih-alih menjawab, Aziz malah balik bertanya.
"Aku mau sholat dhuha." Aziz tertohok, jangankan sholat dhuha, sholat wajib saja tidak dia lakukan.
"Oh, oke. Gue duluan." Aziz langsung pergi dari hadapan Cesha, gadis yang membuatnya tersadar akan kesalahannya selama ini.
Cesha menatap Aziz dengan pandangan bingung, apa yang terjadi dengan teman sekelasnya itu? Kenapa terlihat ... aneh.
Sedangkan Aziz tidak langsung ke kelasnya, tetapi duduk di salah satu kursi yang tidak jauh dari mushola. Merenungi perbuatannya selama ini. Kenapa dia baru sadar?
🍀🍀🍀
![](https://img.wattpad.com/cover/245510317-288-k661562.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CESHA
General FictionGadis riang bernama Cesha Bounze, hidupnya masih diselimuti kesedihan karena baru saja ditinggalkan oleh sang umi. Akibat kepergian dari orang yang sangat berarti tersebut membuat Cesha pindah sekolah agar lebih dekat kepada Abinya. Tetapi kesediha...