Aziz menghampiri Cesha yang duduk di bawah pohon, saat ini mereka sedang jam pelajaran olahraga, setelah mengambil nilai praktek bermain bola basket, mereka diberi kebebasan untuk melakukan apapun dengan syarat masih berada di lingkungan sekolah. Cesha sendiri lebih memilih untuk duduk di bawah pohon, hawanya sejuk dan menenangkan.
"Thanks, ya. Tadi Kak Shima pulang, papa sama mama kaget banget liat perubahan kak Shima, mereka juga nggak marahin Kak Shima karena kabur," ucap Aziz setelah duduk di sebelah Cesha, tentu dengan jarak yang cukup jauh. Aziz sadar, kalau Cesha tidak akan suka jika terlalu dekat dengannya.
"Kenapa bilang terimakasih ke aku? Bilang terimakasih ke Allah, Kak Shima berubah juga karena Allah, bukan karena aku." Bukan bermaksud untuk membuat Aziz tersinggung, tetapi Cesha memang merasa tidak pantas mendapatkan ucapan terimakasih seperti itu.
"Iya, gue juga akan bilang terimakasih ke Allah."
Tidak ada lagi yang berbicara, kehadiran Aziz sedikit mengusik Cesha, bahkan hawa sejuk dari pohon sudah tidak dia rasakan lagi.
"Cesha," panggil Aziz ragu.
"Ya?"
"Lo udah bantu Kak Shima untuk berubah, apa lo mau bantu gue juga? Gue rasa, gue udah cukup jauh dari Allah. Gue nyesel, Ces."
Cesha terkejut, sontak menatap Aziz yang kini sedang menunduk, mengisyaratkan bahwa cowok itu benar-benar menyesal.
"Aziz, aku bukannya mau nolak. Tapi aku ngerasa nggak pantas, aku masih muda dan ilmuku juga belum cukup. Lagipula, kita bukan mahram," balas Cesha setelah memikirkan kata-kata yang tepat untuk menolak permintaan Aziz.
Sungguh, cewek itu ingin menjalani kehidupan SMA nya dengan biasa, tetapi kenapa semuanya tidak sesuai dengan harapannya? Cesha hanyalah seorang gadis yang baru saja ditinggal sang Ummi, kenapa orang-orang di sekitarnya seperti ini?
Bukannya Cesha menolak untuk membantu, tetapi apa itu tugasnya? Cesha tidak enak menolak tetapi jika dibantu, cewek itu juga bingung.
"Gue ... ngerti. Sorry udah ngebebanin lo dengan permintaan gue ini, seharusnya gue sadar, sorry banget ya."
Kini Cesha justru merasa bersalah, hatinya merasa tidak enak mendengar ucapan Aziz. Apa yang harus dia lakukan? Hal seperti ini tidak pernah Cesha bayangkan sebelumnya.
"Kamu mau belajar apa? Mungkin aku bisa bantu cari orang yang bisa, itupun kalau kamu mau." Dengan ini, Cesha tidak akan terlalu merasa bersalah, kan?
Aziz sebenarnya malu mengatakan isi hatinya, rasanya dia sudah tidak pantas. Tetapi tekatnya juga sudah bulat.
"Gue mau jadi lebih baik, intinya gitu sih. Tapi itu menyangkut banyak hal, kan?" Cesha hanya mengangguk, entah situasi seperti apa yang kini menjebaknya.
"Nggak usah dipaksain, jangan maksa diri lo hanya karena nggak enak ke gue, santai aja." Lain di mulut, lain di hati.
"Aku punya sepupu, aku rasa dia mau bantu kamu. Nanti aku kabari lagi, ya, kalau udah dapat jawabannya."
Aziz hanya mengangguk, sebenarnya dia bisa saja mencari orang lain sendiri, tetapi ketika mendapat tawaran dari Cesha, cowok itu tidak bisa menolaknya. Ada perasaan yang menantang ketika ingin menolak tawaran Cesha. Perasaan yang tidak bisa dideskripsikan.
"Aku duluan, ya," pamit Cesha. Cewek itu ingin mengganti bajunya, jam pelajaran olahraga hampir selesai dan juga tadi ada temannya yang memberi kode untuk ikut bersama mereka.
"Cesha."
"Assalamu'alaikum," ucap Aziz ketika Cesha sudah berbalik dan menatap ke arahnya.
"Waalaikumsalam."
🍀🍀🍀
"Lo ngapain sama Aziz tadi? Gue tinggal beli minum doang, eh udah sama cogan aja," tanya Alifa.
Cesha hanya menggeleng dan tersenyum, entah kenapa rasanya sulit untuk dekat dengan teman-teman barunya. Mungkin karena dulu Cesha terbiasa bicara dengan temannya di malam hari, bukan di siang hari seperti ini karena mereka pasti akan sibuk belajar.
"Ah, lo mah gitu. Cuma Fira yang lo anggap sebagai teman, kami enggak. Iya, kan?"
Teman-temannya yang lain mengangguk, mendukungnya pernyataan Alifa yang mengatakan kalau Cesha tidak menganggap mereka teman.
"Bukan gitu," bantah Cesha. Dia tidak mau memiliki masalah dengan teman sekelasnya, apalagi hanya karena ini.
"Jadi?" pancing Alifa.
"Nggak ada yang penting, sih. Aziz cuma nanya, mungkin dia penasaran," jawab Cesha, cewek itu bingung, barusan dia jujur atau bohong? Dalam hati dia mengucapkan istighfar untuk menenangkan hatinya.
"Hadeh, tetap nggak jujur."
"Aku ganti baju dulu, ya." Setelah mengucapkan itu, Cesha langsung masuk ke salah satu bilik untuk mengganti bajunya. Selain ingin menghindari pertanyaan tentang Aziz, Cesha juga merasa kurang nyaman.
Sejak mereka selalu melarangnya untuk berteman dengan Fira, Cesha merasa ada yang salah, bukannya ingin menebak karakter seseorang, tetapi seharusnya mereka tidak melakukan itu. Peringatkan saja, tetapi jangan melarang untuk berteman, seolah Fira adalah orang yang sangat dihindari dan dijauhi. Kan, kasihan.
Lagipula, tuduhan mereka belum tentu benar, kan?
🍀🍀🍀
Hari ini Fira tidak datang ke sekolah, tanpa keterangan, sehingga Cesha kini bersama dengan teman-temannya yang lain. Mereka seru, tidak ada obrolan yang menyakiti hati, kenapa Fira diperlukan berbeda?
"Lo suka nggak ngumpul gini?" tanya Siska setelah menyenggol bahu Cesha pelan agar perhatian gadis itu teralihkan padanya.
"Suka," jawab Cesha jujur.
"Kenapa diam aja?" tanya Siska lagi.
"Aku masih canggung." Siska tertawa pelan, Cesha ini jujur sekali.
"Karena topik yang dibahas buat lo nggak nyaman, ya?" tembak Alifa yang daritadi menguping pembicaraan kedua temannya itu.
"Bukan gitu, aku masih malu," bantah Cesha, jangan sampai teman-teman barunya merubah topik pembicaraan hanya karena dirinya, karena Cesha sadar, kalau seharusnya dia yang menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, bukan teman-temannya.
"Lah? Lo pemalu, ya?"
Cesha mengangguk ragu, dia pemalu di saat-saat tertentu saja, bukan di setiap saat ataupun pada setiap orang.
"Lebih enak main sama kami atau sama Fira? Sama kami dong, jelas." Dengan pdnya Siska mengakui.
"Sama-sama seru, kok. Tapi emang ada bedanya, tapi nggak terlalu ketara," balas Cesha, tidak ingin menyinggung Siska dan juga tidak ingin menjelekkan Fira.
"Di hari pertama lo masuk ke kelas ini, gue udah mau peringatin lo untuk nggak temenan dengan Fira, tapi nggak keburu. Lo malah nyamperin dia lebih dulu, gue kaget dan nggak berani ngelarang kalau di depan dia," ucap Alifa memulai ceritanya.
"Emangnya kenapa? Fira baik, kok. Nggak pernah macam-macam," bela Cesha, karena selama ini Fira memang tidak pernah melakukan hal-hal aneh di depannya, entah sengaja disembunyikan atau Fira yang memang sudah berubah.
"Ya memang, dia nggak akan macam-macam lah."
Cesha menelan minumnya lebih dulu sebelum kembali membalas ucapan temannya.
"Terus kenapa dijauhi?"
"Pernah dengar kalau Fira itu pembunuh?"
"Pernah, emangnya itu benar?"
🍀🍀🍀
![](https://img.wattpad.com/cover/245510317-288-k661562.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CESHA
General FictionGadis riang bernama Cesha Bounze, hidupnya masih diselimuti kesedihan karena baru saja ditinggalkan oleh sang umi. Akibat kepergian dari orang yang sangat berarti tersebut membuat Cesha pindah sekolah agar lebih dekat kepada Abinya. Tetapi kesediha...