Setelah Ashima ikut sholat bersama Cesha, mereka juga mengaji membuat Ashima sadar bahwa selama ini dia sudah jauh dari Allah, air matanya terus saja keluar membuatnya tidak bisa tidur. Hatinya terasa sakit mengingat dia melupakan penciptanya, apa ini yang membuat dia selalu merasa tidak tenang?
Cesha bukannya tidak tau kalau gadis yang tidur di sampingnya ini menangis, tubuh Ashima bergetar meskipun suara tangisannya tidak terdengar, pasti ditahannya. Hingga Cesha memilih membiarkan Ashima menangis supaya lebih lega.
Dan kini Ashima sibuk menutupi matanya yang bengkak. Setelah selesai mandi dan mengenakan pakaian, tentu saja pakaian milik Cesha kecuali jilbabnya, Ashima sadar jika matanya seram.
"Udah, Kak. Biarin aja," saran Cesha karena mata bengkak Ashima masih terlihat jelas meskipun sudah dioles dengan bedak.
"Jangan dong, ntar gue nggak cantik." Cesha menggeleng pelan, tentu saja dia tau bahwa Ashima ini orang yang sangat memperhatikan penampilannya.
"Emangnya kakak mau ke mana?" Cesha baru teringat bahwa Ashima sedang kabur, tidak mungkin dia berkeliaran.
"Eh, iya. Gue nggak bisa kemana-mana." Ashima meringis pelan, apa yang akan dia lakukan hari ini? Jawabannya tidak ada.
"Makanya, biarin aja matanya gitu." ucap Cesha sambil merapikan jilbabnya di depan cermin kemudian memakai jam tangan.
"Eh, Cesha. Lo sekolah di SMA Normezza, ya?" tanya Ashima ketika sadar bahwa seragam yang dikenakan Cesha tidak asing dimatanya.
"Iya, Kak. Baru pindah sih." Cesha mengangguk saja.
"Lo satu sekolah sama adek gue." Entah Ashima terlalu polos atau apa sehingga memberitahu tentang keberadaan adeknya pada Cesha, padahal bisa saja Cesha memberitahu bahwa Ashima berada di rumahnya.
"Emang adek kakak kelas berapa?" tanya Cesha, bukannya terlalu kepo hanya saja penasaran.
"Kelas XI, namanya Aziz. Kenal?"
"Oh, sekelas sama aku, Kak." Ashima terkejut mendengar itu dan langsung menegakkan tubuhnya.
"Jangan kasih tau dia, ya. please," Mendengar itu membuat Cesha ingin mengerjai Ashima, sudah lama dia tidak iseng.
"Aa, aku bilang deh." Ashima mengejar Cesha yang berlari ke luar kamar setelah mengambil tasnya yang terletak di tempat tidur.
"Hey, adikku sayang. Jangan bocor kamu," teriak Ashima di tengah-tengah larinya.
"Sarapan, Kak." ujar Cesha santai sambil mengoleskan selai di rotinya, Ashima yang gemas langsung saja mencubit pipi Cesha pelan.
"Jangan dikasih tau, ya." Cesha tidak menjawab Ashima dan hanya tersenyum geli.
"Au ah, kesel gue."
Cesha yang baru menyadari jika abinya tidak ada sontak panik, bagaimana dia akan ke sekolah nanti.
Ashima mengikuti Cesha yang terus melihat ke sekitar.
"Kenapa, sih?" tanya Ashima karena tidak melihat kejanggalan apa pun di sini.
"Abi aku nggak ada, Kak." Gadis dengan rambut sebahu itu mengangkat sebelah alisnya.
"Emang kenapa kalau abi lo nggak ada? Paling udah berangkat kerja."
"Kalau abi udah berangkat, aku ke sekolah gimana?" tanya Cesha pelan sambil melihat ke sekitar dapur, tidak mungkin abinya melupakan dirinya.
"Lah, emang biasanya diantar?" Ashima terkejut, tumben sekali.
"Iya, Kak." Ashima mengangguk mengerti, toh Cesha tidak sama seperti dirinya yang bebas.
"Coba telfon," saran Ashima sebelum memasukkan roti ke mulutnya. Cesha menelfon Rama sedangkan Ashima menikmati sarapannya dengan tenang.
"Gimana?" tanya Ashima setelah adek barunya itu selesai menelfon.
"Abi nggak pulang, sekarang di luar kota, katanya darurat."
"Lo gimana?"
"Nggak tau, Kak," jawab Cesha lesu.
"Ada mobil? Biar gue antar deh." Cesha melirik Ashima sebentar.
"Eits, santai. Gue nggak mau nyolong mobil, kok." Cesha mengernyit, bukan itu yang dia pikirkan, Ashima su'udzon saja.
"Bukan gitu, Kak. Aku takut ngerepotin," ucap Cesha merasa tidak enak, masa dia merepotkan Ashima, pasti gadis itu ingin menenangkan dirinya.
"Yaelah, gitu aja ngerepotin. Gimana dengan gue yang numpang di rumah lo." Cesha mengerjap, iya juga.
"Yaudah, ayo. Mana kuncinya?" desak Ashima.
"Minta ke Pak supir, Kak." Setelah itu Ashima dan Cesha mencari supir untuk meminta kunci.
Selama di perjalanan tidak ada yang berbicara, Ashima mengemudi dengan santai sambil mendengarkan lagu, sedangkan Cesha mengulangi hafalannya. Perpaduan yang sangat jauh berbeda.
"Nih, udah sampai. Gue balik ke rumah lo, ya?" ucap Ashima sambil nyengir, sebenarnya dia juga merasa tidak enak, tapi mau bagaimana lagi?
"Iya, Kak. Makasih ya, Kak karena udah nganter aku." Ashima mengangguk sambil menyatukan jari jempol dan telunjuknya sebagai isyarat 'oke'
Baru keluar dari mobil, Cesha melihat Aziz yang sedang jalan kaki. Tiba-tiba ide jail muncul di benaknya, sekilas melihat Ashima yang akan menghidupkan mesin mobil.
"Aziz," panggil Cesha cukup kuat sehingga Ashima yang berada di dalam mobil terkejut dan menunduk, dalam hati gadis berambut sebahu itu menggerutu tentang Cesha yang menjahilinya.
"Ya, Cesha. Kenapa?" Cesha melirik ke dalam mobil sekilas, tawanya hampir keluar melihat Ashima yang menunduk.
"Mm, itu. Nggak jadi, hehehe." Ashima jadi canggung sendiri, sedangkan Aziz memandang gadis di hadapannya ini dengan pandangan geli. Ada-ada aja ulahnya.
"Ada-ada aja, lo. Kenapa sih? Nggak usah canggung gitu lah," ujar Aziz yang mengira bahwa Cesha ingin meminta tolong padanya.
"Eh, serius nggak ada apa-apa, kok. Tadi itu, emm ... cuma mau nanya eh nyapa." Giliran Cesha yang gugup.
"Lo yakin?" tanya Aziz kemudian melihat ke arah mobil membuat Cesha mengalihkan fokusnya Aziz.
"Yaudah, masuk sana." Cesha menunduk karena baru sadar bahwa daritadi dia melihat Aziz.
"Lah, barengan aja, yuk," ajak Aziz tetapi langsung ditolak oleh Cesha dengan gelengan.
"Kamu duluan aja, nanti aku nyusul."
"Oke." Setelah Aziz pergi barulah Cesha menghela nafas lega, berdekatan dengan Aziz membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Ternyata mengerjai Ashima malah membuatnya yang takut.
"Cesha." Ashima menurunkan kaca jendela mobil yang dikendarainya kemudian meraih tangan Cesha.
"Lo benar-benar, ya. Nyebelin," rungut Ashima.
"Maaf, kakak. Aku masuk dulu, ya. Assalamu'alaikum kakak Ashima." Cesha berlari karena tidak ingin mendengar gerutuan Ashima lagi, pasti gadis itu kesal. Mengingatnya justru membuat Ashima tertawa pelan, kalau kuat ya tidak sopan dan justru akan dianggap orang gila.
Cesha menaiki lift bersama beberapa temannya, untung saja dia tidak perlu menunggu lift ini. Kebetulan yang menguntungkan. Seperti biasa, Cesha memilih bagian pinggir agar tidak terlalu berdekatan dengan teman-temannya yang lain, terutama laki-laki.
"Hai, Cesha." Entak keberuntungan atau tidak, Cesha berada di lift yang sama dengan Aziz.
🍀🍀🍀
Hai-hai, Cesha update lagi nih. Jangan lupa coment ya ❤

KAMU SEDANG MEMBACA
CESHA
General FictionGadis riang bernama Cesha Bounze, hidupnya masih diselimuti kesedihan karena baru saja ditinggalkan oleh sang umi. Akibat kepergian dari orang yang sangat berarti tersebut membuat Cesha pindah sekolah agar lebih dekat kepada Abinya. Tetapi kesediha...