Aziz menatap rumah di hadapannya ini dengan bimbang, ini rumah Cesha, sesuai dengan alamat yang diberikan Cesha tadi. Ketika Cesha memberitahunya kalau Ashima mau menemui dirinya, Aziz langsung meminta alamat teman sekelasnya itu.
Kini di sinilah Aziz berada, di depan rumah mewah dengan perasaan bimbang. Aziz memang sering pergi ke rumah temannya, tetapi dia merasa Cesha berbeda. Gadis itu tidak seperti teman-temannya yang lain, apalagi Cesha yang sudah memberikan tumpangan kepada kakaknya.
Setelah meyakinkan dirinya, Aziz turun dari motornya dan berjalan ke teras. Sebelum menekan bel, Aziz menghela nafas pelan, apa yang akan dia katakan pada orang tua Cesha? Memperkenalkan diri sebagai temannya Cesha atau adiknya Ashima?
Sebagai adiknya Ashima. Ya. Aziz datang sebagai seorang adik, bukan sebagai seorang teman.
"Kamu siapa?" Pertanyaan itu membuat Aziz terkejut lalu menoleh ke belakang, seorang pria paruh baya baru keluar dari mobil, entah kenapa Aziz tidak mendengar suara mesin mobilnya. Apa dia melamun?
Tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan tadi, Aziz menghampiri pria paruh baya tersebut lalu mencium punggung tangannya.
"Saya Aziz, Om," ucap Aziz setelah melepaskan tangan pria itu.
Rama mengangguk sekali, melihat pemuda di hadapannya ini dengan raut wajah penuh tanya.
"Temannya Cesha?" Aziz mengangguk cepat, melupakan pikirannya yang ingin memperkenalkan diri sebagai adik Ashima.
"Ada urusan apa? Tentang sekolah?" tanya Rama lagi.
"Bukan, Om," jawab Aziz cepat, entah mengapa ketika menghadapi Rama, Aziz mengeluarkan keringat dingin dan gugup.
"Maaf, maaf. Ayo masuk dulu ke dalam," tutur Rama, karena pemuda ini merupakan teman putrinya membuat Rama tidak bisa menahan diri untuk menginterogasi.
"Assalamu'alaikum," ucap Rama ketika membuka pintu, sedangkan Aziz mengikuti dari belakang. Bahkan ketika Rama menuju ruang tamu, Aziz masih tidak bisa mengatakan kalau dia adalah adiknya Ashima.
"Waalaikumsalam, Abi." Cesha datang dan langsung mencium punggung tangan Rama.
"Ini teman kamu?" Pertanyaan Rama membuat Cesha menyadari kalau abinya tidak sendirian, dia bersama Aziz. Untung saja Cesha sudah mengenakan hijab instan, jadi Aziz tidak bisa melihat rambutnya.
"Iya, Abi," jawab Cesha pelan. Jujur saja, Rama kurang menyukai fakta itu, bukannya tidak suka jika Cesha memiliki teman laki-laki, Rama tidak melarang tetapi kenapa harus sampai mendatangi rumahnya? Dan juga sendirian?
"Ada urusan apa?" tanya Rama, entah untuk siapa pertanyaan itu, Aziz atau Cesha?
"Dia adiknya Kak Shima, Bi," jawab Cesha pelan. Raut wajah Rama berubah, dia sudah salah paham.
Rama mengangguk mengerti kemudian meminta Cesha memanggil Ashima, ketika Cesha sudah pergi baru Rama meminta Aziz untuk duduk di sofa.
"Kamu adiknya Ashima sekaligus temannya Cesha?" Aziz sudah menyangka kalau dirinya akan diinterogasi oleh orang tuanya Cesha, tetapi tetap saja rasanya mendebarkan.
"Iya, Om." Aziz menjawab sekaligus mengangguk.
"Orang tua kamu tau kalau Ashima di sini?" Jujur saja, Rama merasa tidak enak karena Ashima tinggal di rumahnya, bukannya tidak menyukai hal itu, tetapi takut kalau orang tua gadis itu khawatir dan malah melapor ke polisi.
"Nggak tau, Om." Aziz tiba-tiba kesal karena mengingat orang tuanya tidak peduli dengan hilangnya Ashima.
Rama hanya diam, entah apa yang terjadi pada keluarga mereka dan sekarang dia justru ikut terlibat.
"Om, maaf ya kalau Kak Shima ngerepotin," tutur Aziz pelan, mencoba memberanikan diri untuk memulai pembicaraan lebih dulu.
"Saya tidak masalah, putri saya jadi memiliki teman dan tidak kesepian. Tapi bagaimana dengan orang tua kamu?" Aziz menatap Rama sebentar, apa dia harus menceritakan masalahnya? Setidaknya dengan hal itu kakaknya bisa tinggal lebih lama, kan?
"Orang tua saya tidak mencari Kak Ashima, Om," jawab Aziz pelan, malu mengatakan hal ini kepada Abinya Cesha, apa yang akan dipikirkannya nanti? Keluarga Aziz yang tidak saling menyayangi?
Rama terdiam, sepertinya dia memang sudah masuk terlalu jauh dalam kehidupan mereka.
"Om?" panggil Aziz karena Rama hanya diam, seolah memikirkan hal yang sangat serius.
"Om nggak masalah kalau Ashima tinggal di sini, kamu temuin dulu Ashima nya," ujar Rama. Hatinya tegak tega untuk menyuruh Ashima pergi dari rumahnya, apalagi mendengar ucapan Aziz tadi, keluarganya tidak peduli. Jika Cesha yang menghilang, Rama pasti akan terus mencarinya sampai ketemu.
"Iya, Om. Terimakasih," ucap Aziz senang, Abinya Cesha sangat baik, pantas saja anaknya juga baik.
Ashima sudah datang bersama Cesha, sebenarnya mereka sudah tiba daritadi, tetapi Ashima meminta untuk berdiri di balik tembok dulu.
"Kalian bicara saja dulu, Saya pergi dulu." Ketiga anak muda itu mengangguk, membiarkan Rama masuk ke kamarnya.
"Mau ngapain lo?" tanya Ashima ketus sambil duduk di sofa, tepat di hadapan Aziz.
"Aku pergi dulu, ya," pamit Cesha, ini urusan kakak dan adik, Cesha merasa tidak pantas jika berada di sini.
Ashima mengangguk pelan dan Aziz hanya tersenyum sebagai respon.
"Mau ngapain?" ulang Ashima ketika Cesha sudah naik ke kamarnya.
Aziz menatap Ashima dari atas ke bawah, ini kakaknya kan? Dengan pakaian yang tertutup? Aziz merasa aneh dengan hal ini.
"Ngapain sih lo?" tanya Ashima jengkel, Ashima tau kalau dia cantik tetapi tidak usah dilihat seperti itu juga.
"Lo ... berubah?" tanya Aziz tak percaya. Oh, ya, Aziz paham sekarang, Ashima tidak punya baju, pasti dia meminjam baju Cesha, makanya pakaiannya tertutup seperti itu.
"Apa urusan lo? Tujuan lo datang ke sini bukan untuk ngomentarin penampilan gue kan?" Ashima lupa kalau dia mau berubah, dia mau bicara dengan lembut dan santun, tetapi karena ini adalah Aziz, ditahan dulu berubahnya.
"Oh, oke. Gue cuma kaget liat lo gini. Tapi Kak, lo cantik kalau gini." Ashima memutar bola matanya, jengah dengan Aziz.
"To the point_" bentak Ashima.
"Gue cuma mau liat lo, Kak. Gue khawatir," ujar Aziz.
Ashima berdecak tak percaya, dasar pembohong!
"Lo ngadu?" Aziz menggeleng.
"Awas aja kalau lo berani ngadu, gue nggak akan diam," ancam Ashima, tetapi Aziz tidak merasa takut sama sekali, Ashima adalah kakaknya dan tidak mungkin seorang kakak akan jahat pada adiknya.
"Iya, Kak," jawab Aziz kalem.
"Gue mau nemuin lo karena gue mau ngancem lo." Aziz tidak bisa menahan senyumannya. Sudah lama Ashima tidak mengancamnya.
"Lo nggak boleh ngasih tau siapapun tentang keberadaan gue, gue nggak mau balik. Gue lebih nyaman di sini, tanpa kalian semua!" lanjut Ashima.
Aziz mengerti, kakaknya pasti sedih tetapi tidak mau mengungkapkannya.
"Iya, Kak. Gue janji."
🍀🍀🍀
KAMU SEDANG MEMBACA
CESHA
Ficción GeneralGadis riang bernama Cesha Bounze, hidupnya masih diselimuti kesedihan karena baru saja ditinggalkan oleh sang umi. Akibat kepergian dari orang yang sangat berarti tersebut membuat Cesha pindah sekolah agar lebih dekat kepada Abinya. Tetapi kesediha...