27

9 3 0
                                    

"Kalau gue salah, kasih tau dong. Jangan diam gini," ucap Fira karena merasa tidak suka didiamkan oleh Cesha, Satu-satunya teman yang dimilikinya.

Cesha memandang Fira sebelum menjawab. "Aku bukannya diemin kamu, aku kan lagi baca buku," balas Cesha lalu kembali melihat ke arah bukunya.

Lagipula Fira ini aneh-aneh saja, sudah jelas jika Cesha sedang membaca, malah disuruh bicara, bagaimana mungkin itu bisa terjadi. Meskipun bisa, Cesha pasti tidak akan fokus pada pembicaraan ataupun bacaannya.

"Iya, tapi, kan tadi lo kayaknya kesel sama gue," keluh Fira. Memang dia menyadari perubahan Cesha ketika mereka keluar dari perpustakaan, apalagi saat Fira tidak sengaja menyenggol Bastiaan Yolard tadi. Rasanya aura Cesha berubah.

"Fira, aku bukan kesel sama kamu. Tapi cuma kaget aja," jawab Cesha lalu menutup bukunya setelah melipat halaman terakhir yang sudah dibacanya. Sepertinya Fira tidak akan berhenti bicara sebelum Cesha benar-benar menjawabnya dengan serius.

"Kaget kenapa?" tanya Fira tak mengerti, menurutnya daritadi dia bersikap biasa saja, tidak berlebihan.

"Fira, mungkin menurut kamu nggak ada yang salah, semuanya baik-baik saja. Tapi, apa kamu tau yang dipikirkan orang lain?"

"Lo nggak suka sama sikap gue?" tebak Fira langsung.

"Bukan aku, jangan arahkan ke aku dulu. Tapi sama lawan bicara kamu tadi, bisa aja orang yang kamu lawan merasa sakit hati dan jadi tidak menyukai kamu," jelas Fira. Sepertinya ucapannya tadi sudah sangat sederhana, semoga Fira memahami maksudnya.

"Gue nggak peduli dengan pendapat orang lain," jawab Fira seraya menatap ke arah lapangan. Saat ini mereka memang berada di luar kelas, lebih tepatnya di sebuah tempat duduk yang memang disediakan di bawah pohon. Dan tentu saja ini merupakan kemauan Cesha yang ingin membaca di bawah pohon, katanya sejuk.

"Iya, itu bagus kalau kamu nggak terpengaruh dengan pendapat orang lain, tapi kamu juga harus menjaga perasaan orang lain, suatu saat nanti, kamu pasti membutuhkan mereka, tapi kalau dari awal kamu bersikap tidak baik, mereka nggak akan mau nolong kamu."

Dalam diam, Fira membenarkan ucapan Cesha, tetapi bagaimana pun dia bersikap kepada teman-temannya, mereka juga tidak akan mau menolongnya. Fira sudah terlanjur dianggap hama, bagaimana mungkin dia bisa menjadi berarti.

"Mereka nggak akan mau nolong gue kalau gue butuh, selama ini, itu yang terus terjadi. Gue pernah ke rumah Alifa, tapi gue diusir," gumam Fira di akhir kalimat, tetapi Cesha masih bisa mendengarnya dengan jelas.

Sepertinya Fira memiliki kenangan yang benar-benar buruk dengan teman-temannya, tetapi, kenapa Cesha harus terlibat dalam masalah seperti ini? Sudah terlambat untuk mundur, hanya ada pilihan untuk melanjutkan.

"Kamu nggak mau maafin?" tanya Cesha hati-hati, takut menyinggung perasaan Fira yang saat ini sedang kacau.

"Mereka juga nggak perlu maaf dari gue. Tapi, bukan ini yang mau gue bahas, gue bahas lo yang diamin gue." Fira kembali menginginkan topik yang ingin dibahasnya, jelas sekali jika ia ingin menghindari pembicaraan ini.

"Aku nggak diamin kamu, kan aku udah bilang."

"Bagus, deh. Gue takut lo kehasut sama mereka."

Fira ini, tidak memahami maksud Cesha yang sebenarnya, padahal Cesha ingin temannya itu bersikap lebih baik kepada orang lain, bagaimanapun respon mereka nantinya, biarkan saja, yang penting berlaku baik lebih dulu.

"Fira, sebelum aku, teman kamu siapa?" Cesha penasaran, sungguh, apa sebelum ini Fira tidak memiliki teman? Atau dia memilikinya tetapi karena kedatangan Cesha, Fira mengabaikan teman lamanya.

"Nggak ada, gue nggak punya teman," jawab Fira cuek, seolah itu bukanlah hal yang penting, walaupun Cesha yakin jika temannya itu tidak menyukai keadaannya yang dulu.

"Kamu nggak mau punya banyak teman?"

Fira diam, pandangannya terarah pada segerombolan murid yang sedang berbincang, mereka tertawa walaupun hanya dengan candaan sederhana atau saling mengejek yang tidak menyakiti hati. Fira mau, tentu saja, tapi itu tidak mungkin sehingga Fira tidak berani berharap untuk mendapatkannya.

"Gue nggak mau berharap, lo mau punya banyak teman? Nggak suka kalau temenan sama gue aja?" tebak Fira tanpa pikir panjang.

Cesha tersenyum mendengar tebakan itu, tebakan itu tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar.

"Aku pernah punya teman banyak, kami dekat bagaikan keluarga, itu sangat menyenangkan. Dan ketika berteman sama kamu, juga menyenangkan, mereka juga teman aku walaupun kami tidak dekat." Cesha rasa, ucapannya terlalu rumit.

"Jadi?"

"Aku nggak milih, Fira. Punya banyak teman atau satu teman, menurut aku sama-sama baik. Setidaknya itu menurut pikiran aku." Mungkin kali ini kalimat yang diucapkan Cesha lebih mudah untuk dipahami.

"Kenapa gitu?" tanya Fira tidak mengerti.

"Nggak tau, pikiran aku udah terbentuk gitu, sih." Cesha tertawa pelan melihat wajah Fira yang kebingungan.

"Kalau kamu? Mau punya banyak teman?" tanya Cesha lagi.

"Mau, tapi nggak mungkin. Jadi gue nggak mau berharap karena itu hanya akan nyakitin gue." Fira memang ingin memiliki banyak teman, bohong jika ia tidak iri dengan orang-orang yang dengan mudahnya mendapatkan banyak teman. Sedangkan dirinya, susah mendapat banyak teman dan mudah sekali mendapat banyak musuh.

Cesha tersenyum lega, setidaknya Fira ingin memiliki banyak teman, keinginan saja sudah cukup untuk saat ini. Tindakan selanjutnya, kita lihat nanti saja.

🍀🍀🍀

CESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang