38

11 2 0
                                    

"Cesha, kami duluan ya, kami tunggu di luar," ucap Ashima pada Cesha yang kini berlutut di depan makam umminya.

Sudah pasti Cesha ingin sendirian, ingin bicara tanpa ada orang lain yang mendengar. Sepulang sekolah, Cesha mampir dulu ke makam sang ummi, ia merasakan rindu yang mendalam, kenangan tentang umminya terus datang daritadi.

"Iya, Kak."

Ashima dan Fira langsung menjauh dari Cesha, tentu saja Fira terpaksa karena harus berdua dengan Ashima, begitu pula sebaliknya. Mereka tidak akur tanpa alasan yang jelas, sikap mereka tidak mencerminkan usia yang sebenarnya.

"Ummi, kemarin abi sakit. Cesha takut, Cesha takut kalau abi ninggalin Cesha seperti ummi. Ummi, kalau itu memang terjadi, Cesha nggak yakin bisa kuat, Cesha lebih milih untuk ikut dengan kalian, Cesha nggak punya kakak atau adik, Cesha akan sendiri, Ummi."

Cesha mulai terisak, ia tau jika setiap yang bernyawa pasti akan meninggal, tetapi Cesha tidak siap jika abinya harus pergi. Kepada siapa dia harus mengadu nantinya? Fajar memang ada untuknya, tetapi itu tidak akan lama, sepupunya pasti akan menikah dan memiliki keluarga baru, Cesha tidak mau menjadi hambatan kebahagiaan keluarga kecil sepupunya itu.

Paman dan bibinya ada, orang tua dari Fajar, tetapi mereka sedang berada di luar negeri, Cesha juga tidak mau merepotkan mereka. Cesha akan sendirian, tanpa ada yang memperhatikan, dan itu sangatlah buruk baginya.

Tetapi, jika ia memilih untuk ikut pergi, itu juga tidak baik.

"Ummi, maafin Cesha, Cesha kalut. Maaf karena udah berpikir untuk pergi dengan abi."

Cesha diam, tangannya sibuk memilin kelopak bunga yang akan ditaburnya. Tidak tau harus bersikap seperti apa, jika terus seperti ini, Cesha tidak akan punya semangat lagi.

Setelah semua kelopak bunga sudah ditabur dan juga berdo'a, Cesha bangkit dan menepuk roknya pelan untuk membersihkan tanah yang menempel.

"Cesha pergi dulu, Ummi. Assalamu'alaikum."

🍀🍀🍀

Ashima duduk di dalam mobil, sedangkan Fira berdiri di luar, tidak sudi duduk di mobil yang sama dengan Ashima jika tidak ada orang lain disitu.

"Fira, ayo."

Fira yang sibuk menatap pohon bunga kamboja tersentak, ia tidak sadar jika Cesha sudah datang.

"Ayo."

"Iya."

"Cesha, gue pikir teman lo itu mau netap di makam, males banget gue ngendarain mobil untuk dia," ucap Ashima karena Fira juga ikut masuk ke dalam mobil.

Fira memutar bola matanya, ia ingin membalas ucapan Ashima tetapi ia batalkan karena itu akan menimbulkan pertengkaran, Cesha sedang sedih, mana mungkin Fira mau membuat keributan yang hanya akan menambah beban bagi Cesha.

"Sekali-kali, Kak. Nggak masalah dong, Fira kan teman aku, berarti adik kakak juga," balas Cesha.

"What? Adik? Sorry ya, males banget gue nganggap dia adik."

Fira semakin jengkel, berusaha menekan kemarahannya, Ashima benar-benar ingin membuat kesabarannya habis. Keterlaluan.

"Siapa juga yang mau punya kakak kayak lo, Aziz aja pasti kena tekanan batin gara-gara jadi adik lo," cibir Fira.

"Lo tuh benar-benar ya!"

"Lo duluan, daritadi gue diem aja, lo yang ngajak ribut!"

Ashima menghentikan mobil yang dikendarainya lalu keluar dari mobil, untung saja jalanan sedang sepi sehingga tidak mengganggu pengendara lainnya.

"Keluar!" titah Ashima setelah membuka pintu mobil untuk penumpang.

"Enggak! Enak aja lo!"

Fira bergerak ke pinggir agar lebih jauh dari jangkauan Ashima, gadis itu tidak akan main-main dan memang berniat mengeluarkan Fira dari mobil.

"Keluar! Cepat! Jangan bikin gue tambah marah!"

Ashima membungkukkan badannya agar tangannya bisa menjangkau Fira, dan benar saja, tangan panjangnya sudah memegang lengan Fira lalu menariknya.

"Cesha tolong gue, Ashima gilanya kambuh!" Tidak ada cara lain selain minta tolong kepada Cesha, jika Cesha yang bicara maka Ashima pasti akan mendengarkan.

"Kak Shima, jangan dong. Biarin aja Fira ikut sama kita," ucap Cesha, ia kasihan juga melihat Fira yang diperlukan seperti itu.

"Gue bolehin asal dia nggak ngomong satu katapun, setuju?"

Ashima memberikan penawaran, entah karena apa, ketika mendengar Fira bicara, Ashima langsung kesal.

"Iya-iya, gue nggak bakalan ngomong sama lo!"

Fira pikir, Ashima itu lebay sekali, dia pikir siapa yang mau bicaranya dengannya? Jika ada, maka itu bukanlah Fira.

Ashima mendengus lalu mengeluarkan separuh badannya yang masuk, melihat itu Fira langsung menutup pintu mobil, takut jika Ashima akan berubah pikiran.

"Kakak jangan gitu ke Fira, dia kan baik."

"Dih! Baik darimana?"

Ashima tidak terima jika Fira dikatakan baik, dari sisi manapun Fira tidak ada baik-baiknya. Begitulah menurut Ashima.

"Ya Fira baik, nggak ada alasan," jawab Cesha.

Sebenarnya Cesha juga tidak tau, Fira itu baik darimana, tapi jika orang tidak mengganggu, menurut Cesha dia baik. Begitu saja, tanpa alasan yang jelas.

"Bilang aja lo nggak tau dia itu baik darimananya."

Ashima tertawa sedangkan Fira mendengus kesal.

"Denger tuh, Fira. Cesha bahkan nggak tau lo baik apanya."

Tetapi Fira tidak menjawab, dia kan sudah bilang tidak akan mengatakan satu katapun, itu janjinya dan harus ditepati.

"Ternyata lo nepatin janji juga ya, bagus."

Fira mengepalkan tangannya lalu mengangkat kepalan itu, menunjukkan kepada Ashima, walaupun ia tidak bicara bukan berarti dia bisa semena-mena.

🍀🍀🍀

"Cesha, gue ke toilet dulu ya."

Fira tidak menunggu jawaban Cesha, desakannya sudah tidak tertahan lagi.

"Kakak kenapa gitu sama Fira?" tanya Cesha pada Ashima yang kini bersandar di tembok.

"Nggak kenapa-napa, gue nggak benci sama dia, ataupun nggak suka, sekarang kan gue udah berubah. Gue cuma suka gangguin dia, dia nggak melawan walau diganggu bagaimanapun."

🍀🍀🍀

CESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang