Lima

376 33 6
                                    

Dikarenakan operasi yang dilakukannya kemarin malam cukup melelahkan, untuk hari ini Yuuka diberi jatah libur. Dia mau makan, udah pesan sih tapi belum sampai. Jadi buat ngeganjal perutnya dia minjam mienya Ozeki, besok diganti sekardus. Ozeki mah iya iya aja. Dia minta tambah jadi dua kardus, Yuuka bilang oke. Tambah kesenangan lah.

Selagi nungguin mienya matang, Yuuka motong buah buat di jus. Pas banget, ada Akanen yang datang bawa kantong plastik. Dia langsung narik plastik tersebut dan dikeluarkanlah bahan-bahan yang ada didalamnya, kemudian makai gula yang dibeli Akanen.

"Minta." Katanya seraya memotong pembungkus gula.

"Tau dari mana elah gue beli gula."

Akanen misuh sembari nata bahan yang dia beli tadi. Setelahnya diambil jeruk yang selalu tersedia di kulkas, lalu duduk di kursi ujung menghadap Yuuka yang tengah makan mie di kursi ujung lainnya.

"Nggak kerja?" Tanya Yuuka.

Akanen yang misahin rambut jeruk noleh. Takjub, ngeliat Yuuka makan mie dua ribuan gitu aura elegannya masih keluar.

"Gue dikasih libur sampai enam bulan kedepan."

"Dipecat maksud lo?"

"Libur dibilang!"

Suasana di dapur mendadak jadi diam. Nggak tahu kenapa ya, Yuuka ngerasa Akanen punya hawa-hawa jahat gitu ke dia.

Apalagi mereka berdua sekamar. Rasanya nyaman nggak nyaman.

Nyamannya sih, kamar mereka udaranya bersih banget, adem, sejuk, pokoknya nyaman lah karena ditanamin bambunya Akanen. Yang bikin nggak nyamannya, karena pikiran Yuuka sendiri sih, yang ngeduga Akanen ini bakalan macam-macam ke dia.

Soalnya gimana ya, seorang Akanen ini kerjaannya nggak jelas apa tapi tahu semua tentang dia, bahkan katanya tahu semua informasi anak-anak di rumah ini. Siapa yang gak risih coba, berasa tinggal sama stalker.

Ya emang, Yuuka kadang sering minta tolong jemputin tapi rasa was-wasnya terus menghantui. Dia juga nggak paham kenapa bisa gitu.

Tapi akhir-akhir ini Yuuka udah ngendaliin pikirannya untuk berpikiran positif pada Akanen, biar dia nggak stress cuma karena mikirin orang lain. Kalau sampai pikirannya terganggu, kerjaannya sebagai dokter bedah nanti juga terganggu. Hal tersebut bisa berdampak buruk pada pasien yang akan ia operasi.

"Nggak mau sedekah lo?" Sebuah biji jeruk tepat mengenai kepala Yuuka. Dia udah tahu siapa pelakunya.

"Orang paling nggak sopan disini cuma lo doang, tahu nggak?" Tatap Yuuka tajam.

"Nggak mau sedekah?" Tanya Akanen lagi. Telinganya nggak berfungsi pikir Yuuka, nggak dengar apa dia tadi marah gitu.

"Sedekah apa sih?"

"Sedekahin hati lo buat gue." Habis ngomong gitu dia ketawa sendiri. Yuuka nggak ambil pusing, dia lantas berdiri terus nyuci alat makan yang dia gunain tadi.

Sedangkan Akanen jalan ke arah kulkas buat ngambil jeruk yang lain.

Hening kembali menghampiri.

Hanya ada suara aliran air yang Yuuka hidupkan saat membilas peralatan yang ia pakai untuk makan serta suara benturan ketika meletakkan barang-barangnya tersebut. Maaf aja, Yuuka kalau ngeletakin sesuatu emang berisik gini.

"Gue masih nggak bisa dekat ke Seki deh."

Obrolan yang Yuuka buka biar keadaan kali ini nggak canggung-canggung amat.
Dia akui kalau mereka berdua jarang ngobrol langsung gini. Biasanya ngechat dan itu juga nggak bisa lama-lama. Kalau di mobil pun juga jarang bicara, selain Yuuka yang biasanya emang akan tidur di mobil karena lelah sehabis kerja, Akanen juga malas ngobrol di mobil katanya.

Saku HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang