Tiga puluh empat

270 25 12
                                    

Ozono benar, rasa kesalnya ketika itu bukan sepenuhnya karena masalah Hono. Dia hanya terlalu jengkel dan berdalih dengan mengucapkan, "Lo cuma diam doang liat teman lo kesusahan blablabla."

Perasaan kesalnya timbul karena masalah pribadi, dan ini melibatkan seorang Ozono.

Dia, Ozono Rei, sangat sulit untuk dikejar. Takemoto akui, manusia bernama Ozono itu adalah manusia yang mendekati kata sempurna, atau malah sudah sempurna. Kalau dilihat lagi ke belakang (ia minta pada Akanen untuk memberitahu latar belakang 'rivalnya' ini), si mahasiswi psikologi ini bukan hanya cerdas di bidang akademi seperti matematika, sains dan sebagainya, namun juga pintar dalam bidang seni, bahkan pandai dibidang olahraga. Sama seperti si karakter utama yang berasal dari SMA elit serta keluarga kaya dan juga dielu-elukan oleh semua penghuni sekolah. Si tokoh utama yang punya segudang kehebatan dalam cerita percintaan remaja yang akhirnya menjadi novel best seller dan tersusun di rak paling depan gramedia.

Ozono Rei, persis seperti cerita mainstream yang sering dijumpai tersebut.

Keberuntungan anak itu juga sangatlah besar. Dan itu yang membuat Takemoto dongkol setengah mati. Ketika ingin mengejar sesuatu dari 'rivalnya', ia selalu dinampakkan sebuah bukti yang membuatnya harus tertinggal dalam satu hal.

Contohnya adalah seperti saat mereka dihukum tempo hari, saat dia memutuskan akan pergi membawa sepeda motor Ozeki untuk mengantar Hono, Ozono malah tanpa banyak omong mengambil kunci mobil Yuuka dan mengendarainya menuju rumah sakit.

Contoh lainnya, dia payah menggambar sementara Ozono baru saja memenangkan lomba antar kampus beberapa hari yang lalu.

Takemoto serasa ditampar untuk segera sadar, Ozono bukan orang yang tepat untuk dijadikan sebagai tandingannya.

Kalau Inoue dia bisa.

Takemoto ingin berdamai. Bukan hanya karena malas bergaduh dengan Inoue mengenai masalah hatinya, namun juga letih jika bersaing secara 'tidak sehat' hanya karena ingin membuatnya terlihat hebat bagi seseorang.

Maka dari itu, sejak sepuluh menit yang lalu Takemoto berdiri di depan kamar Ozono. Pintunya memang sedikit terbuka, namun tangannya enggan melebarkan pintu dengan gantungan papan bertuliskan "Kira & Zono" --serta berbagai gambar serangga yang Takemoto yakin sekali itu buatan tangan Kira. Dia terlalu malu untuk menghadapi orang yang ada di dalam kamar ini.

Tapi mau sampai kapan dia berdiam diri di sini?

Jadi dicobanya untuk mengetuk pintu tersebut, "Ya." Sahutan itu terdengar setelahnya. Takemoto membuka pintu hingga nampaklah sosok yang ingin ia temui itu tengah mengangkat kopernya ke atas ranjang.

"Rei..." Panggil Takemoto masih di muka pintu. Dan karena mendengar namanya dipanggil, si pemilik nama menoleh, "... boleh minta waktu lo sebentar?"

"Gue sibuk." Dialihkan lagi pandangannya ke barang-barang dihadapannya.

Memang terlihat begitu, Ozono ini memang tengah sibuk mengemasi bajunya ke dalam koper.

"Sorry kalau gitu." Takemoto mencoba menutup kembali pintu dengan perasaan bersalah.

"Bercanda." Ucapnya tanpa tertawa maupun tersenyum.

Setelah disuruh masuk, Takemoto berdiri di samping Ozono yang tengah melipati bajunya, "Lo mau kemana packing gitu?"

Basa-basi sekali wahai Takemoto... Tidak, dia sebenarnya juga penasaran.

"Mau pergi, bulan depan."

"Terus packing-nya dari sekarang? Padahal masih lama." Ujar Takemoto yang langsung dihadiahi tatapan tidak mengenakan dari Ozono.

Setelah itu hening menghampiri. Takemoto hanya membisu serta memperhatikan bagaimana lembar-lembar baju tersebut dilipat dan dimasukkan kedalam tas besar berwarna hitam itu. Dia bingung ingin memulai pembicaraan yang bagaimana.

Saku HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang