Dua puluh satu

278 30 9
                                    

"Sabar hooooy!" Teriak Ozeki dari dalam kamar mandi. Ketukan dari luar itu mau nggak mau harus membuatnya menyelesaikan bersih-bersih badannya lebih awal. Setelah selesai, ia dengan kesal keluar dan mendapati Risa yang langsung buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.

Meresahkan banget jadi manusia. Daritadi diam doang nggak mau mandi duluan, giliran dia yang mandi terus juga karena udah mau pergi baru buru-buru.

Habis beres dengan persiapannya, Ozeki bersiap-siap ngangkutin tasnya kebawah, diliat dari sini anak-anak yang lain juga pada sibuk ngangkutin barangnya. Yang punya gebetan enak, bisa "Sini biar aku yang bawain."

Ozeki juga mau inisiatif bantuin gitu kan, tapi sayang, tas doi-nya udah selesai diangkutin. Jadinya terpaksa naruh tasnya di bagasi bus sendirian.

Beberapa menit setelah itu, dia masih harus nungguin lagi. Akanen masih belum balik karena harus jemput Ten pulang sekolah dulu. Selain itu, ada juga beberapa orang yang masih harus beli perlengkapan lainnya, mereka bilang tadi malam kelupaan.

Ngomong-ngomong, Yuuka perginya nggak barengan, karena sekarang emang ada jadwal operasi jadi harus nyelesain pekerjaannya dulu, nanti baru nyusul kalau sempat. Sedangkan Rei, sayangnya dia nggak bisa ikutan kemah perpisahan ini. Sebab, dosennya mendadak ngadain kelas sore nanti, terus besok ada jadwal kelas pengganti. Jadi, dia minta maaf ke Rikopi atas kejadian ini.

Di dalam bus sudah ada Marino yang lagi berantam nggak jelas sama orang di sebrangnya.

Kira lah, siapa lagi emang.

Marino daritadi udah bilang jangan gangguin dia atau mau kena tabok kepalanya. Kira kok ditantang, ya mana mempan ancaman begitu. Dia udah duga sahabat sejati sehidup sematinya nggak bakal tega mukul kepalanya. Makanya, semarah apapun Marino padanya saat ini, dia masih tetap noel-noel lengan Marino pakai bilah bambu yang dia ambil di jalan saat masuk bus tadi.

Marino juga kesal sebenarnya, tapi malas buang-buang energi dia memilih untuk menutup matanya pakai bantal kecil yang dari tadi ada dipangkuannya.

"Mar..." Panggil Kira yang masih menusukkan ujung bambu tersebut ke lengan Marino. " Mar... Marino oh Marino... Marino! Marino! Marinoooooo." Dilanjutnya dengan memakai irama yang dia buat secara acak dan nggak bagus sama sekali. Karena tidak tidak ada tanggapan dari Marino malah ngebuat Kira makin menjadi-jadi. Yang tadinya cuma noel-noel lengan malah bertambah ke area pipi yang terbuka untuknya.

Lama-lama tensinya naik juga nih kalau didiemin mulu. Sekali dia noleh dengan tajam kearah Kira yang malah ngebalas dengan wajah mengejeknya, Marino nggak segan-segan ngelempar bantal kecil yang sedaritadi ia pegang itu ke Kira. Sial baginya, karena bantal tersebut bukannya kena Kira malah melipir ke orang sebelahnya.

Alias Endo, yang daritadi nggak betah duduk disamping Kira. Bukannya apa-apa ya, tapi tangannya dia sakit karena terus-terusan ketusuk bambu yang dipegang Kira. Belum lagi ketawa orang di sebelahnya yang sangat keras menurutnya.

Kemungkinan selama diperjalanan nanti, dia harus menyiapkan tenaga ekstra supaya bisa menghadapi Kira yang masih heboh dengan sahabatnya di bangku sebrang sana.











*

*

*











Setelah penantian yang lama, mereka akhirnya benar-benar berangkat kemah. Pukul dua siang, dimana semuanya memang benar-benar tak punya kegiatan lain, mereka secara resmi berangkat. Kalau kata abang supirnya sih mereka bakal tiba sekitar tiga jam-an lagi alias jam lima nanti.

Biasanya, biasanya nih ya biasanya, kalau di bus kan nyanyi gitulah ya, happy happy, heboh. Nah, kalau mereka hawanya lain, suram banget nggak ada yang mau ngomong. Diem-dieman aja selama perjalanan berlangsung. Antara malas ngomong, sedih dengan rikopinya atau emang merekanya yang benar-benar suram, gataulah.

Tapi ada pengakuan dari salah satu penumpang bus,

Kakak-kakaknya bawa energi ga enak, jadi kami yang rata-rata mahasiswi ini jadi segan kalau mau heboh, ujarnya.

Begitu juga hal yang dirasakan Hono saat ini. Entah kenapa dia merasakan sesuatu yang bakal membuat eksistensinya terancam. Saat melamun sebentar, dia baru sadar emang ada yang salah.

"Njirr..."

"Ngapa?" Inoue yang duduk disebelah Hono menoleh dengan cepat. Diletaknya Nintendo yang dia mainkan tadi kedalam sakunya.

"Kayaknya gue ketinggalan sesuatu deh." Wajah Hono jadi pucat saat mengucapkan hal tersebut. Dia takut, tapi lupa yang dia maksud itu apa.

"Gausah macam-macam, udah setengah jalan."

"Tapi apa ya..." Hono mencoba mengingat kejadian saat dirumah. Setahunya barang-barang yang dia bawa sudah dimasukkan semua ke dalam tas. Apalagi dibantu Seki, jadi nggak mungkin ada yang ketinggalan. Tapi entah kenapa rasanya emang ada yang ketinggalan gituloh. Dia gelisah banget ini.

"Penting nggak? Kalau nggak penting mah gausah ngomong lo."

Inoue malas sebenarnya kalau ngomongin kebiasaan Hono, dia tuh selalu gitu. Ketinggalan barang mulu, atau nggak lupa ngembaliin barang ke asalnya. Untungnya selama ini barang-barang yang tertinggal dan berakhir jadi hilang itu cuma barang yang nggak penting. Misalnya pena, penjepit kertas, atau buku catatannya... Nggak, itu sebenarnya penting sih, tapi Hono kayaknya biasa aja seakan-akan barang tersebut tidak ada artinya.

"Penting, penting banget kayaknya."

"Apa? Seriuss!" Desak Inoue. Greget. Dia juga ikutan panik kalau gini. Kemungkinan emang penting banget.

"Guwaa lupaaa. Apa ya?"

"Inget-inget."

"Ya ini lagi nyoba."

Hono dengan sekuat tenaga mengingat peristiwa yang sudah ia lewati beberapa jam lalu. Sumpah semua barangnya udah dia masukin kok. Baju, peralatan mandi, skincare, camilan, bahkan..... Oh shit. Dia ingat apa yang kelupaan, "Mampus..."

"Dah ingat?"

"Tenda gue lupa masukin ke bagasi bus."

Akanen yang ada di bangku depan kemudian noleh ke Hono dengan tatapan mautnya.

***

😣😖😵😨😱😭💀

Yahhoo~ Maapkeun karena ceritanya ketunda untuk beberapa bulan. Soalnya ada beberapa kesibukan yang nggak bisa ditinggal terus bingung juga mau bikin alurnya (sebenarnya ini alasan utamanya sih wkwkwk). So, kalau kurang memuaskan harap pengertiannya 🙏

-02 Juni, 2021

Saku HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang