Tujuh

379 32 27
                                    

Rabu siang, selepas mengurus beberapa berkas. Rikopi duduk terdiam di depan kantor tempat ia bekerja seraya menunggu kedatangan Seki yang sebentar lagi akan datang menjemputnya. Ditatap lamat-lamat halaman yang biasa ia singgahi untuk sekedar berfoto atau hanya sebagai penyejuk matanya semata.

Dia telah membuat keputusan yang sangat besar.

Rikopi akan pindah dari rumah yang baru beberapa bulan ia tinggali dan juga akan berhenti bekerja di tempat ini. Sebelum menemukan pekerjaan yang sesuai di kota kelahirannya atau di kota lain, dia masih akan tinggal di rumah itu.

Jum'at depan adalah hari dimana ia akan mengatakan kepindahannya pada penghuni rumah yang lain. Dia tahu ini mendadak, tapi hatinya nggak bisa dipaksa. Seberapa keraspun nyoba menyesuaikan diri untuk tetap nyaman di sana, hal tersebut sulit dilakukan. Karena takut akan terus menyiksa jasmani dan rohaninya, dia lebih milih untuk ngalah.

Yup, kesehatan punya peran penting kenapa dia ingin pindah.

Bukan, Rikopi nggak punya penyakit serius yang bisa menyebabkan dia jatuh kemudian terbaring lemah di rumah sakit selama beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan. Hanya saja, kadang-kadang rasa gelisah terus menghantui dan itu yang membuat dia berakhir stress. Kerjaannya jadi terganggu, kehidupannya juga jadi terasa berat.

Dia udah pernah cerita ke Seki yang sekaligus teman satu kamarnya. Gadis blasteran itu bilang, mungkin Rikopi terlalu rindu dengan rumah yang ada di kota kelahiran, makanya ada perasaan nggak enak ketika tinggal di sini. Seki minta Rikopi untuk coba perlahan-lahan santai dan nggak usah mikir yang berat-berat. Dia udah nyoba semua yang dikatakan Seki, namun nihil, tetap nggak bisa.

Ada masa dimana ia jadi sering sakit-sakitan dan alhasil kerjannya jadi numpuk dan itu malah membuatnya makin kelelahan.

"Nggak mau mikir ulang?" Tanya Seki yang ada di bangku kemudi. Di liriknya Rikopi yang tengah memakai seatbelt.

"Gue udah mikirin ini matang-matang, gue emang nggak bisa tinggal di sana."

"Tapi kenapa harus berhenti kerja segala? Kan masih bisa tinggal di kota ini, tinggal cari tempat tinggal lain."

"Nggak bisa, kota ini juga berpengaruh negatif buat gue."

Seki menginjak gas mobilnya. Dengar perkataan Rikopi, dia dengan berat hati nerima ucapan temannya. Ada rasa tidak ikhlas dalam diri karena akan kehilangan teman sekamar. Meski begitu, Seki bakalan selalu dukung apapun keputusan Rikopi. Karena itu demi kebaikan diri temannya sendiri.








*

*

*














Habbb
|Mau aku gombalin?

Mauuuu (≧∇≦)/|


Habbb
|----⏺-▶0.03
(I thought Happiness is start with H
But why mine is start with U?)

(❁'◡'❁)|

Yui bergidik ngeri saat dengar Voice note yang mengeluarkan suara Habu tersebut. Lihat Koike yang mesem-mesem gelak tawa keluar dari bibirnya. Kelakuan teman satu kamarnya ini lucu sekaligus aneh.

Karena nggak mau keganggu sama acara mesra itu, dia memutuskan untuk keluar dari kamar. Jadi diambilnya gitar, buku sama pena terus pergi keluar gitu aja. Enggan ganggu Koike yang masih senyum-senyum malu. Lagian percuma pamit, mana bakalan dengar kalau lagi bucin.

Saku HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang