18. The night

192 48 7
                                    

Rayden mendudukkan dirinya di sisi ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Cowok itu baru saja mandi saat jarum jam sudah menunjukkan angka sepuluh malam. Ya, namanya juga orang sibuk, kan.

Dering ponsel mengejutkan cowok itu, Rayden segera meraihnya. Mengernyit lantaran mendapat panggilan dari nomor tidak dikenal. Ia menggeser slide answer, takut kalau-kalau ada hal penting. "Halo?"

Bukannya mendapat jawaban, yang terdengar justru suara grusak-grusuk tidak jelas, samar-samar ia mendengar orang bicara. "Pelalang mabok, Den! Eh, namanya siapa? Pelalang? Lalangan?" Itu suara cowok, terdengar tidak asing namun ia tidak ingat betul siapa pemilik suara tersebut. "Alah kelamaan, siniin." Berganti suara perempuan. "Halo?"

"Siapa, ya?"

"Rayden, Lalapan mabok Ya Allah." Suara di seberang terdengar begitu histeris. Detik berikutnya, Rayden baru sadar jika itu suara Erna.

"Mabok gimana? Jangan ngaco ya, Lo!"

"Gue share lock aja, lah. Lo buruan ke sini, oke?"

"Mabok-,"

Sambungan sudah dimatikan secara tidak sopan saat kalimat Rayden sama sekali belum terselesaikan. Pertanyaannya belum terjawabkan. Namun dia tetap beranjak, meraih jaket dan kunci motor sebelum melangkah dengan terburu-buru.

Cowok itu segera melajukan motornya dengan kebut-kebutan. Dia bertanya-tanya, apa mungkin Pelangi mabuk di bar? Cewek semacam Pelangi pergi ke bar? Terdengar sangat mustahil. Lagipula dia tidak mendengar suara musik DJ di telepon. Tapi jika tidak datang ke bar, bagaimana dia bisa mabuk coba.

Apa mungkin dia mabok soal fisika?

Rayden menghentikan laju motornya secara dadakan di jalanan sepi setelah melihat Erna dan Ervin berdiri di pinggir jalan, serta seorang cewek asing. Lalu matanya terpaku pada Pelangi yang berjongkok dengan wajah yang ditenggelamkan pada lipatan tangan.

Rayden segera menghampirinya, dia mengernyit begitu mendengar suara tangis gadis itu. "Nangis doang Lo bilang mabok?" Dia memekik tak percaya, menatap Elen dan Ervin secara bergantian. Masih untung ia tidak mengalami kecelakaan di jalan lantaran kebut-kebutan tanpa aturan.

Cowok itu mendengus, lantas berjongkok di hadapan Pelangi, menepuk bahu gadis itu. "Heh, ngapain nangis Lo anjir."

Pelangi mengangkat kepalanya, membuat Rayden mengerjap tak percaya setelah pandangan mereka bertemu. Dari tatapan Pelangi dan bagaimana kacaunya gadis itu, dia tahu jika ucapan Erna ternyata benar.

"APA GUE BILANG! NIH ANAK MATI!!" Elen ngegas.

"Mabok, woy. Bukan mati." Ervin mengoreksi.

"Oya." Elen nyengir sebelum beralih menatap Pelangi. "YA ALLAH, KESIAN AMAT TEMEN GUE!"

"Rayden mana?" tanya Pelangi dengan mata menyipit, menatap seseorang di hadapannya.

"Ini gue." Cowok itu menarik lengan Pelangi secara asal-asalan. Terkesan tidak niat sampai membuat gadis itu menubruk dadanya. Meski begitu, Rayden tetap menahan tubuh Pelangi agar tidak limbung.

"Dia ke bar?" tanya Rayden dengan nada dingin. Memandang Elen penuh tanya.

Rayden merasa kesal. Dia yang doyan udud saja tidak pernah sekalipun pergi ke bar, sedangkan Pelangi yang terlihat seperti cewek baik-baik beraninya pergi ke sana. Masih untung dia bertemu Elen, coba kalau sampai ditemukan cowok-cowok tidak baik yang bisa berbuat macam-macam.

Diajak ke makam Ibunya tidak mau, lalu dia malah asyik minum-minum?

"Mana berani anaknya."

"Terus kenapa bisa begini?"

CERAUNOPHILE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang