Untuk sebuah ketidaksukaan tanpa alasan, yang seringnya menjerumus tanpa kepastian.
Dia bukan lagi asing, namun tidak juga saling.
Lalu, bolehkan ia meminta lebih sekarang?
***Rayden menyipitkan mata begitu cahaya terang menghantam kelopak matanya. Dia terdiam sejenak guna mengumpulkan nyawa. Cowok itu tidak tahu pasti kapan ia tertidur, atau kapan listrik kembali menyala seperti semula. Juga hujan yang sudah sepenuhnya reda.
Dia menolehkan kepalanya, mendapati Pelangi yang matanya terpejam rapat dengan nafas teratur. Kepala gadis itu terbenam tepat di lekuk lehernya.
“Anjir jancok!” Rayden mengumpat begitu menyadari dada Pelangi yang menempel rapat di atas dadanya.
Benar-benar godaan.
Sofa yang sempit membuat keduanya harus dempet-dempetan, serta tidak mungkin jika rebahan bersebelahan.
Rayden menahan nafas, lantas menepuk bahu gadis ini. “Heh, Tung!” Tidak ada sahutan. “Bangun Lo.”
Pelangi masih tidak menyahut, justru bergerak-gerak seolah mencari kenyamanan.
“Anjir anjir!” Rayden melotot panik, lanjut bergumam lirih, “Empuk...”
Ada satu waktu dimana Rayden senang-senang saja berdekatan dengan Pelangi. Namun tidak untuk kali ini, bagaimana keduanya begitu melekat tanpa jarak. Juga bagaimana hawa panas seolah mengerubungi cowok itu begitu merasakan nafas hangat menghantam lehernya.
Seolah tak mau menggambil resiko, Rayden buru-buru beranjak bangun. Membuat tubuh Pelangi jatuh ke permukaan sofa dengan posisi tengkurap. Ajaibnya, gadis itu sama sekali tak terusik.
Jarum jam menunjukkan pukul tiga pagi begitu Rayden menghembuskan nafas lega. Cowok itu berjongkok di sisi sofa, lalu menepuk-nepuk pipi gadis itu. “Heh, Tung!”
“Engg.” Pelangi hanya mengerang tanpa membuka matanya.
“Gue cabut, ya.”
“Engg…”
Ada banyak pelanggaran yang cowok itu lakukan. Pertama, dia tidak meminta ijin Alan untuk menginap dan sepertinya sampai sekarang ini beliau tidak tahu jika Rayden ada di kediamannya. Kedua, dia tidak mengabari Mama. Ketiga, dia malah tertidur dengan seorang gadis.
Mereka tidak melakukan apa-apa, hanya tertidur dengan posisi melekat seakan saling terikat.
Semalam, Rayden tidak tega meninggalkan gadis ini begitu saja. Bagaimana harus menahan rasa takutnya tanpa bisa tidur seperti orang lain di luar sana. Lantas, dia menepuk-nepuk pundak Pelangi sambil menahan pinggang gadis itu agar tidak terjatuh dari sofa.
Ujung-ujungnya, Rayden malah ikut ketiduran. Belum lagi tubuh Pelangi yang nangkring di atas tubuhnya begitu ia membuka mata.
“Heh, bangun, Tung.” Cowok itu beralih mengguncang bahu Pelangi. “Pindah ke kamar sana, di sini dingin.”
“Enghh.”
“Malah angh engh angh engh!” Rayden mendengus. Selanjutnya beralih melepas jaket dan menaruhnya di atas tubuh gadis itu. Dia berbisik di dekat wajah Pelangi. “Gue cabut, ya?” Sebelum beralih mencuri satu kecupan di pipi.
Detik berikutnya, Rayden beranjak sebelum benar-benar pagi.
***
Dua hari terakhir ini, Pelangi lebih banyak murung sampai membuat Elen bertanya-tanya. Dia sering melihat Rayden berdekatan dengan cewek di sekolah. Kalau tidak salah namanya Binar, anak kelas sebelah yang kelihatan lugu dan menjadi kesayangan guru.
![](https://img.wattpad.com/cover/245495132-288-k317823.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CERAUNOPHILE [Completed]
Fiksi RemajaSama halnya dengan sebuah lilin di tengah gelapnya malam, seperti itulah hubungan benang raja dengan sang guntur. ©copyright Listikay Oktober 2020.