7. Menetap

210 59 3
                                    

Pelangi terpaksa pulang naik ojek online. Padahal jika Lembayung sedang di rumahnya seperti ini, harusnya dia punya kewajiban menjemput Pelangi. Namun Lembayung justru tiba-tiba menyuruhnya pulang dengan ojek online.

Yah meski sebenarnya dia setiap hari naik ojek online sih. Tapi, kan, kehadiran Lembayung harus bisa dimanfaatkan sebaiknya. Dan ternyata justru tidak bisa diandalkan sama sekali.

Mungkin Pelangi akan mencak-mencak jika saja ia tidak mendapat ide brilliant. Gadis itu sengaja berhenti pada tempat menyenangkan, dimana ia bisa membeli permen gula kapas kesukaannya.

Lalu setelah itu sengaja pulang jalan kaki sembari menghabiskan permen kapas sepanjang jalan, biar tidak ketahuan.

Namun sepertinya ia kurang beruntung kala ada sebuah mobil yang berhenti di sebelahnya, membuat Pelangi melongo sampai tidak sadar jika Lembayung sudah ada di hadapannya sekarang.

"Makanin begituan lagi."

Pelangi berkedip, lalu menjawab sinis. "Biarin. Orang pake duit aku, kok!"

"Gayanya kayak orang yang udah bisa nguli sendiri aja," cibir Lembayung. "Jangan sering-sering makan begituan!"

"Iya-iya." Pelangi menjawab malas-malasan.

"Ayo pulang."

Pelangi menurut. Ia baru saja akan membuka pintu mobil saat kakak iparnya kembali bersuara. "Oh, ya. Besok kamu mulai ikut bimbingan. Tadi udah Abang daftarin di tempat temen Abang."

"Nggak mau!" Pelangi berteriak lebih kencang dari yang seharusnya.

Di sekolah saja dia malas-malasan, apalagi ikut bimbingan segala. Yang ada bukannya pintar, Pelangi malah buyar.

Lembayung sudah menduga jika hal ini akan terjadi. Makanya ia melakukannya secara diam-diam. Adiknya ini memang paling malas dengan yang namanya belajar. Padahal itu kunci masa depan.

Ya meskipun angka sama sekali tidak menjadi jaminan.

Tapi setidaknya usaha itu penting. Bahkan sangat penting.

"Kalau nggak mau, Abang anterin kamu ke tempat bimbingan sekarang juga. Nggak perlu nunggu besok."

"Pokoknya aku nggak mau!"

Alih-alih membanting permen kapasnya lantaran kesal, Pelangi justru melahapnya tanpa perasaan. Bahkan menghabiskannya dalam sekejap.

"Kwalok akwu ngwak mauk ya ngwak mauk!" Dengan mulut yang setengah penuh, Pelangi nekat berteriak.

Lembayung yang menyaksikannya menghembuskan nafas jengah. "Masuk mobil."

"Nggak! Aku nggak mau pulang, apalagi ikut bimbingan!"

Pelangi sudah akan melarikan diri, jika saja Lembayung tidak dengan cepat meraih lengannya dan memaksanya masuk dalam mobil. Jelas tidak mungkin jika Pelangi tidak memberontak dan pasrah begitu saja.

"Jangan bandel! Kasian Ayah."

"Aku nggak mau!" Bukannya menurut atau setidaknya sedikit luluh, Pelangi malah menjadi-jadi. "Lepas nggak! Kalo nggak, aku pipis di sini sekarang juga!"

Lembayung tidak mengatakan apa-apa. Sebenarnya karena pria itu sedikit kesusahan dengan satu tangan yang membuka pintu mobil dan satunya lagi harus menahan tubuh Pelangi yang terus saja bergerak-gerak macam cacing kegirangan.

"TOLONG! SIAPA PUN TOLONGIN! ADA PEDOFIL!!!"

Lembayung mati kutu!

***

CERAUNOPHILE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang