Jeong Jaehyun berusaha menerima Kim Jisoo dan semua kontroversinya. Gadis yang bahkan belum mengerti apapun untuk membangun sebuah pernikahan dengannya.
Dan Kim Jisoo melepas apa yang ia sebut cinta demi menyelamatkan nama baiknya di mata publik den...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Winter baru saja tiba di rumah setelah bertahun-tahun meneruskan pendidikan di Amerika. Tidak ada yang berubah di rumah ini, masih tetap seperti saat ia kecil, bahkan ketika ia meninggalkan rumah ini.
Langkahnya memasuki rumah terasa begitu berat karna semua rasa rindu selama bertahun-tahun seolah siap meledak sebentar lagi.
Keputusannya untuk sekolah di luar yang didasari rasa marah pada ayahnya, membuatnya kini menyesal. Karna meskipun tahu seberapa besar cinta ayahnya, Winter juga tahu sekeras apa ayahnya jika perintahnya sudah dilanggar.
Winter lupa semua ucapan ibunya dan memilih melawan kemarahan ayahnya. Tapi bukankah kemarahan Winter juga berdasar? Ayahnya membiarkannya di dalam penjara karna tuduhan palsu tentang perudungan. Dia tidak sejahat itu hingga harus merudung temannya.
Dan itu membuatnya pergi dari rumah, menolak memakai marga ayahnya, dan memaksa mengganti namanya memakai marga ibunya, dan memaksa kakek neneknya agar mau membawanya keluar negeri.
Meskipun pada akhirnya ia berdamai dengan ayahnya, semua rasa bersalah karna meninggalkan ayahnya sendirian di rumah, tanpa teman, membuatnya menyesal.
Selama ini hanya dia teman untuk ayahnya setelah ibunya meninggal. Dan dia mengabaikan ucapan ibunya agar tetap di samping ayahnya apapun yang terjadi, ia abaikan.
Ketika sudah memasuki rumah, Winter tahu ayahnya tidak di dalam rumah. Jadi dia meneruskan langkahnya ke area belakang, menuju taman bunga dengan rumah kaca di tengahnya.
Winter memetik tujuh batang bunga mawar, kemudian melangkah ke rumah kaca tempat ibunya tinggal. Dan benar saja, ayahnya sedang membaca buku.
"Sapa ibumu dulu," ucap pria itu tanpa menoleh padanya.
Winter mendekat ke batu marmer ibunya, meletakan bunga mawar di atasnya, lalu berdoa. Setelah itu, dia duduk di kursi marmer yang dilapisi busa, bersebrangan dengan ayahnya.
Ia memperhatikan wajah ayahnya yang masih tampak segar, seolah menolak untuk menua. Masih tampak rahang tegas, mata yang tajam, bahkan semakin tajam, tangan yang kokoh, dan punggung yang masih tegap. Oh, ayahnya pasti masih menjadi idaman banyak wanita.
Dulu, ketika ia masih kecil dan ada pertemuan para ibu, ayahnya datang dan menjadi pusat perhatian semua orang. Dan ketika Winter mendapat kesempatan untuk menjadi penyanyi tunggal saat ulang tahun sekolah, ayahnya datang dengan banyak penjagaan di sekolah, itu membuat ibu-ibu di sekolahnya berubah baik dan memberinya bekal atau kue.
Sekarang Winter tahu itu karna dulu mereka janda dan menginginkan ayahnya. Cih! Coba saja jika berani!
"Ayah tidak mengucapkan selamat datang padaku?" tanya Winter.