🐣43. Sendiri? aku pasti bisa🐣

1.2K 120 107
                                    

.

.

.

🐣Aku bisa melakukannya, karena aku yakin Tuhan tak tutup mata saat aku sedang berusaha 🐣





Jangan nggak nih?  Wkwkw yuk, kita gass baca✊🙌
Happy reading 💌



Ruangan yang sepi dan hening itu tak pernah di diami oleh dua orang lebih, hanya ada Luny dan Aldy di sana. Meski sama-sama duduk di atas sofa, tetapi sibuk dengan dunia sendiri. Aldy fokus dengan laptopnya dan Luny sengaja menggeser layar handphone agar mengusir rasa bosannya. Hanya ada suara ketikkan laptop dan notifikasi dari handphone Luny. Suasana sangat diam dan tenang.



Belakangan ini, Aldy dan Luny sibuk dengan urusan masing-masing. Hingga tak ada waktu untuk berbicara, padahal banyak yang ingin Luny ceritakan tentang Rama dan Resy yang berada di fase kandas. Luny ingin meminta waktu sebentar saja, tetapi tampaknya Aldy sedang tidak ingin diganggu. Gadis itu menarik nafas dengan berat, ia harus mencoba sesuatu yang membuatnya takut. Karena dari situlah keberanian akan tumbuh.


"Pa ...."

"Hm?" Tatapan Adly masih fokus pada layar laptopnya.

"Mama sama Resy lagi dirumah sakit, Luny pengen kesana," ujar Luny. Sejujurnya ia sudah pergi tanpa sepengetahuan Aldy, tetapi malam ini ia ingin mengajak Aldy untuk pergi bersama. Mendadak jemari yang sibuk mengetik itu berhenti dan mengudara di atas papan keyboard. Pikiran Aldy sedikit tertutup, ia sudah berusaha melupakan mantan istrinya dengan cara memenuhi kehidupannya dengan kegiatan yang membuatnya sangat sibuk. Malam ini, kenangan dan masalah itu kembali menyapa pikirannya.


"Jangan bahasa itu, Luny! Papa nggak suka!" Bentak Aldy dengan nada yang tinggi. Luny menundukkan kepalanya ke bawah, baru kali ini Aldy menggertaknya dengan keras. Seolah ada tumpukkan batu besar yang menyesakkan dadanya.


"Luny pengen kita ke sana," ucap gadis itu dengan lirih.

"Sudah malam, kamu harus tidur." Aldy merapikan beberapa berkas kantor dan laptopnya, bersiap untuk pergi ke kamar. Seolah melewati momen luka itu.

"Kalau papa nggak mau, Luny pergi ke sana sendiri," ujar Luny beranjak dari sofa lalu berjalan menuju kamarnya. Aldy menatap kosong punggung gadis itu dengan tatapan sendu. Suatu hal yang tak ingin ia ingat selama-lamanya, tetapi saat ini pikiran kembali terusik.


"Luny!" Panggil Aldy saat Luny telah berada di atas tangga, gadis itupun menghentikan langkahnya tanpa memalingkan wajahnya.


"Papa nggak akan izinkan kamu kesana!" Putus Aldy lalu melangkah ke arah kamarnya. Hati gadis itu runtuh, berbaur dengan rasa kesal. Luny menarik nafasnya dalam, menggenggam erat kayu tangga, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Aldy yang masih melangkah.


"Tapi Tuhan izinkan, pa. Luny yakin kok, kita semua bisa kembali bersama," pekik Luny menatap Aldy dari atas dengan wajah yang memelas. Lelaki paru baya itu menatap Luny dengan keras, jujur berat memutuskan masalah yang masih hangat di kepalanya. "Luny yakin, pa! Kita--"


"Tidur Luny!" Aldy melanjutkan langkahnya lalu menutup pintunya dengan keras. Luny tersentak kaget melihatnya, ia menundukkan kepalanya ke bawah seolah mengumpulkan kekuatannya untuk tetap tenang. Masih banyak waktu untuk meluruskan semuanya.



Malam penuh dengan pikiran yang berat, membawa memori yang penuh dengan indahnya hidup dan pahitnya kenyataan. Angin dingin menyapu setiap wajah yang belum lelah. Mata ingin menutup dirinya, tetapi hati masih berkecamuk memengaruhi pikiran masing-masing. Luny yang sedang berbaring di dalam kamar, hanya menatap langit dengan seribu harapan, sedangkan di kamar sebelah Aldy mengutuki dirinya yang telah bersikap keras dengan gadis itu.

Luluh tapi Luka [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang