22. Terima atau tolak?

1.1K 119 16
                                    

.

.

.

Sedang menunggu seseorang yang bisa menghapus luka dan menciptakan tawa.






Luny sedang berjalan menuju cafe untuk mengusir kepenatannya. Ini adalah hari kebebasannya untuk bisa keluar rumah. Tentu ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Selagi Rama tak berada di rumah. Hari ini ia berniat ke cafe bersama Azer, namun berkali-kali ia menghubungi nomor lelaki itu, sama sekali tidak diangkat oleh kekasihnya. Mengecewakan memang.

"Kemana sih!!" Pekik Luny memasukkan ponselnya kedalam tas sandang berwarna hitam, mungkin lelaki itu sibuk. Namun, ia kecewa tak bisa pergi bersama Azer. Tanpa menunggu lama ia melanjutkan langkahnya, ia harus bisa bernafas tanpa Azer.

Saat memasuki cafe, matanya tak sengaja tertuju ke arah dua orang remaja yang tak asing lagi di matanya. Siapa lagi jika bukan Azer dan Yenzi, mereka saling bergandengan tangan dan di detik yang sama Azer mengecup ujung kepala Yenzi dengan lembut. Mereka selalu berhasil membuat mata Luny perih. Luny menahan amarahnya wajahnya mengeras, kedua telapak tangannya ia kepal dengan kuat, matanya tampak berkaca-kaca. Luny hanya bisa menjadi saksi atas cinta yang ada di antara Azer dan Yenzi

Azer merangkul bahu Yenzi dengan santai. Sedangkan Yenzi menyandarkan kepalanya ke dada Azer dengan manja sembari mengambil berpose.

"Zer, dekat donk wajahnya biar so sweet!" Ujar Yenzi memegang handphone. Azer pun lebih dekat lagi, bahkan sangat dekat.

"Lagi!" Ucap Yenzi mengulang untuk mengambil foto, lalu dengan tidak segan-segan Azer mengecup pipi Yenzi dengan gemas dan hal itu berhasil di foto oleh Yenzi.

"Thanks, lo romantis banget deh. Gue kan makin sayang!" Ucap Yenzi melingkarkan tangannya di leher Azer. Dengan pipi yang memerah gadis itu memeluk Azer dengan manja.

Tak jauh dari meja Azer dan Yenzi duduk, di sebelah kiri ada Dedi, Arwan, dan Nandi.  Tatapan mereka membulat dengan tatapan kosong, ketiga sahabat itu menahan rasa amarah atas sikap Azer yang sibuk mempermainkan dua perasaan sekaligus.

Entah apa yang akan mereka katakan lagi. Ini sudah sangat jelas, bahwa Azer memang tak bisa berpihak pada gadis polos itu. Luny yang berdiri kaku menatap kemesraan Azer dan Yenzi, hanya bungkam. Sekali ia mengedipkan matanya, saat itu juga air matanya turun dengan deras. Bibirnya bergetar menahan tangis. Hatinya terasa perih dan membiru, rasanya ia ingin menyerah saja.

"Eh, Luny!! Sini duduk sama kita!" Ajak Arwan asal, ketika ia tak sengaja melihat Luny yang sesak menahan sakit, Arwan sedikit terkekeh untuk memecahkan suasana yang begitu tegang.

"Aaa, ia!! Di sini lo lebih adem, bisa makan apa aja, asalkan jangan makan hati, terus hati lo hangat kok, nggak bakal panas, Sini sayang! Sini." Susul Dedi dengan nada yang manja.

"Nanti kalau lo udah kenyang, baru tembak musuh sebelah biar minggat! Ya kan? Makanya sini duduk sama aku!" Lanjut Dedi.

"Ck!! Bisa diam nggak lo, Ded! Ini bukan waktunya bercanda ayam!!" Pekik Nandi, yang dapat membaca wajah Luny yang memendam ribuan luka.

Semua mata yang berada di cafe itu, tertuju pada Luny yang masih berdiri dengan rapuh ekaligus wajah yang memerah akibat malu yang tak terbendung lagi. Orang yang ia harapkan ternyata menjadi penghancur harapannya.

Termasuk Azer, lelaki itu ikut kaku dan bungkam. Ia segera membetulkan posisinya dan melepaskan tangannya dari bahu Yenzi. Malu? Tidak! ia tidak malu, tetapi kasihan melihat Luny terlihat gagu. Rasa bersalah terselip di benak lelaki itu. Mengejar? Ini sudah terjadi. Ia memang tak mampu menjadi lelaki yang pantas untuk gadis polos itu.

Luluh tapi Luka [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang