17. Jaga hati lo demi gue!

1.3K 146 25
                                    


.

.

.


Mencintaimu itu sudah pasti dan memiliki mu secara utuh, aku tak berani. Sebab luka ini telah menyadarkan ku.







  Mobil bercat hitam itu membelah lintasan jalan raya yang amat ramai. Gadis berambut panjang memakai dress merah duduk manis sambil menikmati pepohonan di pinggir jalan yang seakan ikut bergerak dari dalam jendela mobil. Seorang lelaki paruh baya dan gadis  berumur 17 tahun itu sama-sama diam menikmati pandangan sendiri.

"Pa, kita mau kemana sih?" Tanya Luny membuka percakapan.
"Papa ada meeting sama teman kantor, sengaja papa bawa kamu karena papa yakin kamu pasti suntukkan di rumah terus?" Balas Aldy sembari fokus menyetir.

Luny tersenyum tulus menatap seorang lelaki yang ia andalkan untuk bertahan di tengah kerasnya hidup. Ia melihat dari samping, wajah Aldy mulai memiliki lipatan-lipatan kecil di sudut matanya, satu persatu rambutnya mulai memutih, tampak bermunculan urat-urat di bagian lengannya, sorot matanya mulai sayu dan bibirnya mulai keriput.

Luny mencintai seorang ayah seperti Aldy. Seorang lelaki yang masih membuatnya kuat sampai saat ini, Luny tak mampu bertahan hidup jika Aldy juga membencinya sama seperti ibu dan adik tirinya. Gadis itu bersyukur ada ayah yang mau berdiri di sampingnya, yang ia takutkan ialah umur lelaki itu yang meresahkan, juga tanda-tanda menuju masa tua.

Jika Aldy pergi, yang menjadi harapan selanjutnya ialah Azer. Yah, lelaki itu alasannya, meski sama saja ia berjalan sendiri di hubungan yang hambar ini. Luny menundukkan kepalanya ke bawah, merenungkan hidup yang ia jalani, Lalu menghela nafasnya dengan perlahan.

"Tantangan hidup itu nggak bisa di hindari, justru itu ada untuk di jalani. Gue nggak boleh tenggelam dalam alur permainan dunia ini."

"Keep strong to my self, belive your self to do it."
Batin Luny memejamkan matanya.

"Sayang, bangun, kita sudah sampai," Aldy membangunkan Luny dari dunia khayalnya. Segera Luny keluar dari mobil dan membuntuti Aldy dari belakang.

Sebuah cafe bercat coklat dengan motif alam yang indah. Bunga anggrek, mawar, melati, dedaunan buatan lainya tertata manis di setiap sisi ruangan itu. Aldy dan Luny memilih meja makan di pojok sebelah kanan. Sembari memperhatikan menu yang akan di pesan. Tak lama kemudian seorang lelaki berbadan besar, berjanggut tebal dengan jas hitam rapi, serta seorang remaja lelaki berjalan di belakangnya dengan wajah yang tertutup oleh tubuh besar itu. Lalu menyapa Aldy dari arah pintu, seperti seorang sahabat yang lama tak berjumpa.

"Hi Al, wah, apa kabar? Gimana perusahaan sekarang aman?" Sapa lelaki itu sambil berjabat tangan.

"Aman donk, silahkan duduk." Aldy berdiri menunjukkan rasa hormatnya.

"Ini siapa?" ucap lelaki itu menatap ke arah Luny sambil menarik kursi lalu duduk.

"Oh, ini anak saya. Perkenalkan namanya Luny Valine. Luny, ini om Candra sahabat papa sejak SMP sampai sekarang." Jelas Aldy, hingga Luny menyalim Candra dengan sopan. Kemudian duduk kembali, namun dirinya merasa tak nyaman dengan tatapan seorang lelaki yang tampak seusia dengannya.

Jujur saja, Luny risih dengan tatapan lelaki yang duduk di samping om Candra karena tatapan intens ke arah wajah Luny, hingga gadis itu berpikir tujuh kali tentang penampilannya. Apakah ada yang terbuka? Tetapi tidak, dress yang ia pakai sopan bahkan menutup bagian dadanya, lalu mengapa lelaki itu tak memutuskan pandanganya?

Luluh tapi Luka [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang